TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wacana Belajar SMK Menjadi 4 Tahun, Disdik Sumsel: Minat Makin Turun

Butuh survey mendetail terhadap sekolah unggulan

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan (Kadisdik Sumsel) Riza Fahlevi (ISN Times/Feny Maulia Agustin)

Palembang, IDN Times - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana menjadikan masa belajar SMK empat tahun, atau berubah setara Diploma 1. Namun Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan (Disdik Sumsel), Riza Fahlevi berpendapat, wacana itu bakal mengurangi minat siswa memilih SMK jika dilaksanakan.

"Bila itu nanti direalisasikan, tentu jumlah siswa akan lebih sedikit daripada waktu SMK program tiga tahun. Minat makin berkurang karena kalau berubah jadi empat tahun sulit menemukan siswa, banyak faktornya," ujarnya kepada IDN Times, Kamis (18/6).

1. Penerapan masa belajar empat tahun hanya bisa diterapkan di SMK unggulan

Ilustrasi belajar digitalisasi secara online (IDN Times/Dokumen)

Riza mengatakan, penambahan satu tahun dapat berhasil apabila diterapkan pada SMK tertentu, atau sekolah kejuruan unggulan di tiap daerah. Menurutnya, tidak semua kebijakan itu bisa diterapkan ke seluruh SMK.

"Kecuali SMK punya daya tarik minat unggulan. Contohnya di Palembang ada SMK Negeri 2 yang berada di peringkat empat di seluruh Indonesia. Kemudian SMK Negeri 5, saya yakin bisa langsung ditambah belajar setahun karena sudah masuk sebagai sampel dan pilot project untuk beberapa kelas belajar 4 tahun," kata dia.

2. Penambahan masa belajar SMK setahun butuh izin publik

Ilustrasi sekolah dari rumah. IDN Times/Arief Rahmat

Meski Kemendikbud membuat inovasi belajar empat tahun di SMK bertujuan untuk memberi bekal sebelum terjun ke dunia usaha atau industri, namun Riza menilai rencana itu harus melewat kajian mendalam. Termasuk melewatkan stakeholder dan publik.

"Harus ada tanggapan dari stakeholder, ada evaluasi. Memang baru rencana, tapi yang penting harus ada izin publik," jelasnya.

3. Sebut data pengangguran lulusan SMK sekadar statistik

Ilustrasi belajar di depan laptop/Pinterest

Membahas mengenai bagaimana lulusan SMK yang terdata banyak menganggur dan tidak bekerja, Riza menyebut hal tersebut belum menjadi indikasi sesungguhnya. Lantaran penilaian hanya berdasarkan penghitungan tertulis tanpa survei langsung.

"Kalau lulusan SMK banyak menganggur, ini sekadar data statistik tidak bisa mendeskripsikan dari sana saja. Bisa saja tidak bekerja karena lulusan SMK langsung kuliah, hal ini tetap dihitung sebagai pengangguran karena tidak bekerja. Lihat juga indikatornya dulu, SMA juga kan banyak (kuliah) penilaian harus survei mendetail," ungkap dia.

Baca Juga: Selain Zona Hijau, Ini Syarat Sekolah Boleh Dibuka Lagi

Berita Terkini Lainnya