TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mas Nadiem, Mending Dana POP untuk Menunjang Belajar Online!

Mendikbud Nadiem Makarim siapkan dana POP Rp567 miliar

Ilustrasi belajar digitalisasi secara online (IDN Times/Dokumen)

Palembang, IDN Times - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI (Mendikbud), Nadiem Makarim, membuka Program Organisasi Penggerak (POP) atau Sekolah Penggerak yang didirikan Kemendikbud dengan tahapan proposal, seleksi, implementasi dan tahap integrasi.

Belakangan, program tersebut menimbulkan polemik setelah masukan dari NU, Muhammadiyah, dan PGRI, yang menilai POP Kemendikbud tersebut belum tepat sasaran. Padahal, Nadiem berencana POP sebagai pengembangan pendidikan di Tanah Air pada Januari mendatang.

Menanggapi hal tersebut, pengamat pendidikan Palembang, Lukman Haris menyampaikan, POP harus dievaluasi karena anggaran sebesar Rp567 miliar dinilai belum tepat dalam keadaan COVID-19.

"Dibandingkan fokus ke POP lebih baik atasi dulu kesulitan belajar siswa di kabupaten dan kota yang tidak bisa belajar daring," ujarnya, Rabu (29/7/2020).

Baca Juga: Curhat Kepsek Filial Palembang, Pilih Belajar Tatap Muka Demi Siswa

1. Dana POP sebaiknya diprioritaskan untuk menangani belajar daring

Ilustrasi sekolah hari pertama via daring. IDN Times/Dida Tenola

Menurutnya, POP belum menjadi solusi terhadap masalah pendidikan di Indonesia. Apalagi pandemik COVID-19 membuat sebagian sekolah di pedalaman atau daerah terpencil, kian sulit mengakses pelajaran melalui sistem daring (dalam jaringan) atau online.

"Prioritas masalah yang mestinya ditangani adalah sekolah-sekolah yang jauh dari peradaban. Karena pembelajaran lewat daring di pinggiran, internetnya tidak kuat dan orangtua tidak mampu membeli kuota," kata dia.

Lukman mengimbau pemerintah harusnya mengupayakan dana bantuan kuota dari rencana kebijakan POP tersebut. Kemendikbud pun dituntut peka untuk menyelesaikan kendala Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemik COVID-19.

"Alangkah baiknya jika dana itu diberikan untuk memperkuat internet misalnya, atau digunakan untuk fasilitas sekolah-sekolah, nah itu yang seharusnya segera diatasi oleh Kemendikbud," sambungnya.

Baca Juga: POP Kemendikbud Bikin Polemik, KPK Bakal Pangggil Nadiem Makarim

2. Sekolah di pinggiran kota membutuhkan dana belajar online

Ilustrasi belajar daring (IDN Times/Dokumen)

Kalau memang masih mengedepankan kebijakan POP, sambung dia, Kemendikbud harus merealisasikannya setelah keadaan kembali normal atau tidak ada lagi permasalahan penularan dan penyebaran COVID-19 di setiap daerah.

"Sekarang proses belajar mengajar tidak normal, semuanya dipastikan harus melalui daring atau luring ke sekolah. Proses ini membutuhkan biaya-biaya tambahan," jelasnya.

Lukman menuturkan, semula Menteri Nadiem meminta tanggapan dan responsif terhadap organisasi pendidikan dengan memberi masukan mengenai rencana POP. Namun setelah pendapat diajukan, Nadiem tampak tidak sepaham dengan kelompok tenaga pendidik.

"Ini yang membuat jadi persolan baru. Meminta saran terbuka tapi malah jadi kisruh. Meski sudah ada permintaan maaf, namun memang sebaiknya biaya POP digunakan untuk mengatasi pembelajaran daring dan lebih baik POP ditunda," tuturnya.

Baca Juga: Nadiem Beberkan Kewajiban Sampoerna dan Tanoto dalam POP, Apa Saja?

3. PGRI Sumsel turut mengundurkan diri dari rencana POP

Ketua PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Palembang, Ahmad Zulinto (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Ketua PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) Palembang, Ahmad Zulinto menambahkan, pihaknya juga telah sepakat dengan NU dan Muhamadiyah untuk mengundurkan diri dari program tersebut.

"Guru penggerak itu bukanlah hal yang baru, jadi semenjak menjadi guru itu kita sudah menjadi penggerak," kata dia.

Bagi Zulinto, tanpa adanya POP selama ini, semua guru sudah melaksanakan banyak hal. Menurutnya guru merupakan pemimpin, dan pihak yang melaksanakan pembelajaran untuk memotivasi siswa. Guru juga sebagai pelopor pendidikan di Tanah Air.

"Selain dari semangat siswa itu sendiri, semua itu sudah termasuk dari pada program organisasi penggerak yang dilaksanakan oleh Kemendikbud," timpalnya.

Zulinto mengungkapkan, antara Kemendikbud dengan PGRI berkaitan erat dengan guru penggerak, maka PGRI menarik diri dari rencana POP. Alasan utamanya karena kesulitan dalam pembiayaan dan realisasi pembelajaran ke depan.

Baca Juga: Palembang Kekurangan Guru SD-SMP, Disdik Bersurat ke Kemendikbud 

Berita Terkini Lainnya