Curhat Kepsek Filial Palembang, Pilih Belajar Tatap Muka Demi Siswa

Palembang, IDN Times - Kepala Sekolah Filial Palembang, Herman Wijaya, terpaksa memilih sistem kegiatan belajar mengajar atau KBM dengan luring, alias offline di tengah pandemik karena kekurangan fasilitas mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Menurut Herman, pihak sekolah tak bisa memaksanakan penerapan PJJ kepada siswa yang kurang mampu. Apalagi sekolah filial di tempatnya didominasi oleh anak-anak jalanan dan putus sekolah.
"PJJ ada dua cara dilakukan. Pertama luring, kedua daring. Bisa dikombinasikan kedua sistem tersebut, tapi kami memilih sistem kombinasi utamanya luring mengingat keterbatasan para siswa," ujarnya kepada IDN Times, Senin (20/7/2020).
1. Tiap sekolah jangan disamaratakan pembelajaran sistem PJJ

Herman mengungkapkan, ia memang cenderung melaksanakan KBM dengan tatap muka. Tujuannya agar penyampaian materi lebih jelas, pemantauan siswa lebih bebas, dan mengawasi anak-anak menjadi lebih leluasa karena bertemu dengan anak secara langsung mendorong semangat mengajar para guru.
"Kalau sistem daring, kami harus mempersiapkan SDM di sekolah, sarana dan prasarana lengkap, dan mengetahui apakah letak sekolah memungkinkan ada jangkauan internet. Permasalahannya, siswa kami tidak semuanya memiliki HP," ungkap dia.
Dalam sistem luring, penerapan kombinasi menggunakan modul, tatap muka dalam seminggu sekali, dua minggu sekali hingga sebulan sekali, dan mempelajari majalah sekolah. Ketika datang tatap muka, baik siswa dan pengajar tetap menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
"Tanpa berkerumunan, jadwal diatur hari dan jam. Mereka mengambil tugas dari guru, ada fotokopi, pengumpulannya seminggu selanjutnya," jelas Herman.
2. Ekonomi siswa filial rata-rata menengah ke bawah

Menurut Herman, Kepala Sekolah mengetahui kondisi dan masalah lingkungan serta siswanya. Penerapan PJJ katanya tidak bisa diterapkan oleh semua sekolah, mengingat kemampuan dan daya dukung yang berbeda-beda.
"Tapi memang COVID-19 semakin meningkat dan berdampak ke sekolah-sekolah. Padahal banyak siswa yang tak punya android, mereka pun pinjam dengan orang lain. Beli kuota juga mereka keberatan." kata dia.
Apalagi secara kondisi perekonomian, siswa di sekolah filial rata-rata menengah ke bawah dan kebanyakan sulit membeli buku serta keperluan lain. Sekolah filial merupakan program Pemkot Palembang khusus anak jalanan yang putus sekolah.
3. Anak putus sekolah boleh mendaftar hingga maksimal berusia 25 tahun

Program sekolah filial yang terletak di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Jalan Srijaya KM 5,5 Palembang, baru berjalan setahun belakangan. Melihat peminat dari tahun lalu, pendaftaran mengalami peningkatan dengan rata-rata melanjutkan sekolah di jenjang Sekolah Menegah Atas (SMA).
"Mereka yang putus di usia sekolah sebelumnya dan masuk di sekolah filial dengan usia maksimal 25 tahun. Untuk pengambilan ijazah ada induk (sekolah), seperti tingkat SD induknya ke SD Negeri 238 atau sekolah yang memang lokasinya dekat dengan siswa filial tersebut," terang Herman.
Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) menginduk di SMP Negeri 19, kemudian jenjang SMA di SMA Negeri 11 dan SMK induk sekolah ke SMK Negeri 7 Palembang. Bagi siswa filial, mereka yang masuk sekolah induk dan menerima dana bos.
"Mereka berhak mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan termasuk pembelian kuota. Mereka yang filial masuk terdaftar bantuan dana," timpalnya.
4. Penerimaan siswa baru tanpa batas kuota

Herman menerangkan, penerimaan siswa filial tanpa batas kuota. Pihaknya juga mengedarkan selebaran secara rutin. Namun, karena sekolah ini menginduk sehingga sistem belajar seperti sekolah umum yang harus datang tatap muka. Bagi mereka anak-anak putus sekolah yang bekerja harian, contohnya menampal ban atau angkut sampah menjadi sulit ikut belajar.
"Masalahnya mereka tidak bisa datang setiap hari, ini yang masih kami pikirkan solusi terbaik. Untuk masalah seragam disiapkan kepala Dinas Pendidikan kota, sebagai bantuan bagi mereka yang kurang mampu. Tapi itu tahun lalu karena tahun ini belum tahu," terang dia.
Sejauh ini lanjut Herman, kesulitan menangani anak-anak filial adalah menyesuaikan adaptasi antar sesama siswa dengan para pengajar, karena perilaku mereka berbeda. Siswa filial rata-rata yang berasal dari jalanan dengan kondisi ekonomi rendah, cenderung sulit untuk diatur.
"Kami antisipasi, bila ada keributan terjadi, kami sudah kerja sama pihak keamanan. Upaya ini untuk menjaga keamanan anak-anak kita. Termasuk kerja sama keagamaan, nanti ada sosialisasi untuk mengajari akhlak mereka," jelas dia.
5. Wako Palembang klaim sudah membantu meringankan beban sistem KBM dengan PJJ

Menurut Wali Kota (Wako) Palembang, Harnojoyo, menyebut dirinya telah mengupayakan dan membantu cara belajar dengan lebih mudah. Menurutnya, pihak sekolah harus lebih peka dan tidak menyulitkan siswa terkait kebijakan belajar online.
"Sudah ada pembicaraan dengan Disdik Palembang jangan sampai membuat mereka tidak belajar. Nantilah akan kita bicarakan sebaiknya bagaimana, apakah kuota gratis karena dari awal saya juga minta sekolah untuk mempermudah," tandas dia.