TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

INAgri Dorong Kementan Siapkan Petani Antisipasi Dampak El Nino

Penyuluhan petani harus dilakukan untuk antisipasi kerugian

Ilustrasi lahan sawah mengalami kekeringan. (ANTARA FOTO/Jojon)

Palembang, IDN Times - Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, menyiapkan beberapa langkah untuk mengantisipasi dampak El Nino atau pemanasan muka laut yang memicu kekeringan.

Kementerian Pertanian (Kementan) pun membentuk gugus tugas yang secara khusus menangani hal tersebut di setiap daerah. Tujuannya untuk melakukan pemetaan wilayah, konsep kelembagaan, hingga rencana aksi untuk para petani.

“Program pemerintah lewat Kementan dengan pembangunan embung atau waduk, rehabilitasi irigasi, hibah pompa, hingga asuransi pertanian, menjadi penting sebagai upaya mitigasi bencana El Nino,” kata Syamsul Asinar Radjam, Pembina Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) kepada IDN Times, Sabtu (10/6/2023).

Baca Juga: 10 Wilayah di Sumsel Terancam Kekeringan Jelang Musim Kemarau

Baca Juga: Program RJIT Kementan Tingkatkan Produktivitas Hasil Pertanian Sumsel

1. Embung meningkatkan ketahanan tanah

Syamsul Asinar Radjam, Pembina Institut Agroekologi Indonesia atau INAgri. (Foto: Dok. Pribadi)

Menurut Syamsul, Kementan telah memberi penyuluhan kepada para petani sebagai antisipasi menghadapi kerugian akibat El Nino. Penyuluhan diberikan dengan fokus melakukan pengisian atau menabung air dengan sumur resapan.

"Embung bisa membangun daya tahan tanah terhadap risiko kekeringan. Caranya dengan sebanyak mungkin mengembalikan bahan organik ke tanah pertanian agar meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air. Bahan organik yang dimaksud bisa dalam bentuk kompos, kotoran ternak, biochar, maupun jerami," jelasnya.

2. El Nino berpotensi mengakibatkan gagal panen

Petani berjalan di areal embung yang mengering di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (28/6/2019). (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Syamsul menjelaskan, kekeringan yang berkepanjangan mengakibatkan kondisi buruk bagi usaha tani. Karena tanaman membutuhkan air, hal tersebut memicu rentetan risiko yang akan dihadapi oleh kaum tani.

"Risiko pertama adalah kekeringan berkepanjangan yang menghambat pertumbuhan tanaman, mengurangi produktivitas, bahkan kematian tanaman hingga petani dapat mengalami gagal panen," ungkap alumni Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) ini.

Baca Juga: BMKG Dirikan Tower Pemantau Gas Rumah Kaca Dunia di Sumbar

Berita Terkini Lainnya