Cerita Perajin Bidar Bertahan Jaga Tradisi di Aliran Sungai Musi

- Merawat Perahu Bidar bukan pekerjaan ringan
- Satu Perahu Bidar digerakan 57 orang
- Masyarakat diharapkan dapat menikmati Bidar tanpa menganggu laju perahu
Palembang, IDN Times - Perlombaan Perahu Bidar menjadi salah satu agenda tahunan yang menarik di Kota Palembang. Perlombaan tersebut selalu diadakan dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali pada acara HUT ke-80 Republik Indonesia 15-17 Agustus 2025 mendatang.
Kegiatan tahunan dalam perlombaan bidar tersebut membuat salah satu perajin perahu bidar di Palembang, Muhammad Alauddin Saka Gerhan alias Jaka, bersiap. Dirinya merupakan salah satu dari sedikit perajin yang masih bertahan membuat perahu tradisional sepanjang lebih dari 30 meter itu.
"Setiap tahun bidar yang ada harus diperbaiki. Mungkin ada kerusakan mulai dari kayunya. Mulai dari dempulnya, dan itu pasti diservis itu. Kami terus memperbaiki bidar ini, dan berharap bisa tampil maksimal dalam lomba nanti," ungkap Jaka, Selasa (5/8/2025).
1. Merawat perahu bidar bukan pekerjaan ringan

Meski terdengar sederhana, menjaga dan merawat bidar bukan pekerjaan ringan. Apalagi, tantangan terbesar menurut Jaka adalah ketersediaan bahan baku berupa kayu panjang berkualitas tinggi.
"Bidar itu butuh kayu utuh panjang, bisa sampai 10 sampai 12 meter. Tapi di Palembang sekarang rata-rata kayunya cuma 4 meter. Jadi kami harus pergi ke dusun-dusun di Muara Enim atau Lahat untuk cari langsung ke hutan," beber dia.
Jenis kayu yang dibutuhkan pun tak sembarangan. Di antaranya adalah kayu merawan, meranti, rengas, dan bungur. Jenis kayu yang relatif ringan, kuat, dan tidak mudah rusak jika terendam air sungai. Dirinya harus berangkat ke pedalaman Sumatra seperti Muara Enim dan Lahat guna mendapat kayu yang sesuai dengan kebutuhan perahu.
"Di sana masih banyak pohon. Kita lihat, kita nego. Setelah nego, kita tebang dalam hutan, kita bawa dari kampung mereka di sana, setelah itu kita muatkan ke mobil, bawa ke Palembang," jelas dia.
2. Satu perahu bidar digerakkan 57 orang

Pembuatan satu unit perahu bidar memakan waktu hingga dua bulan dan hanya dikerjakan oleh empat orang. Bidar milik Jaka memiliki panjang 31 meter dan dapat menampung 57 orang, termasuk 55 pendayung, 1 juragan, dan 1 tukang timba air.
"Kalau desain tidak ada yang khusus, paling kita cuma mengubah warna cat saja dan sedikit diservis. Di sini kita lihat mana kayu-kayu yang sudah mulai rusak lalu kita ganti," jelas dia.
Bagi Jaka, mempertahankan kerajinan bidar bukan sekadar soal bisnis atau lomba tahunan. Lebih dari itu, ini adalah bentuk komitmen terhadap warisan leluhur dan budaya sungai yang sudah ratusan tahun mengalir di Palembang.
"Sudah sekitar 65 persen prosesnya, masih ada beberapa tahap yang harus diselesaikan termasuk pendempulan dan pengecatan," jelas dia.
3. Masyarakat diharapkan dapat menikmati lomba perahu bidar tanpa mengganggu laju perahu

Jaka mengungkapkan, daya tarik utama dalam lomba bidar adalah saat semua perahu dilepas secara bersamaan dan saling berlomba mendahului di jalur Sungai Musi. Sebagai pemilik bidar dirinya berharap panitia acara dapat memastikan keamanan lintasan dan ketertiban penonton saat perlombaan dimulai.
"Harapan saya, mewakili pemilik bidar lainnya, yang pertama lintasan lomba harus dijaga keamanannya. Yang kedua, peserta juga harus tertib saat perlombaan," jelas dia.
Dirinya pun mengimbau masyarakat untuk tidak mengikuti jalannya perlombaan dengan membawa perahu lain yang mungkin mengganggu laju kapal, dengan mendekati ataupun membuat atraksi sendiri di dekat jalur perlintasan kapal.
"Silakan menonton dari atas atau dari pinggir Sungai Musi. Tapi beri kami kesempatan untuk tampil maksimal. Jangan mengiringi kami pakai perahu lain karena ombaknya sangat mengganggu. Kalau tidak dikasih kesempatan, bidar tidak bisa melaju," jelas dia.