ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Prasarana Kereta Api Sumsel

- ASN Kemenhub berinisial AF (56) ditetapkan sebagai tersangka korupsi pembangunan prasarana kereta api di Sumsel.
- Pemborong proyek bernama PRK (35) juga ditetapkan sebagai tersangka, dengan total dugaan kerugian negara mencapai Rp1.9 miliar.
- Kedua tersangka dikenakan Pasal 2, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara maksimal lebih dari 15 tahun.
Palembang, IDN Times - Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumatra Selatan menetapkan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Perhubungan berinisial AF (56) sebagai tersangka. AF yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Satker Perkeretaapian Kelas II Palembang diduga melakukan korupsi pembangunan prasarana perkeretaapian untuk optimalisasi pengoperasian di Stasiun Lahat dan Lubuk Linggau.
"Hasil penyelidikan, diduga telah terjadi kekurangan volume dan tidak sesuai Spesifikasi Teknis terhadap pekerjaan yang dikerjakan," ungkap Wakil Direktur (Wadir) Reskrimsus Polda Sumatera Selatan AKBP Listiyono Dwi Nugroho, Senin (15/9/2025).
1. Diduga ada pengurangan volume fisik bangunan

Listiyono mengungkapkan, tak hanya menangkap AF polisi juga menetapkan pemborong pekerjaan proyek bernama PRK (35) sebagai tersangka. Proyek tersebut dikerjakan oleh CV BINOTO dimana PRK menjabat sebagai direktur perusahaan dimana dirinya memenangkan tender pembangunan dengan nilai proyek mencapai Rp11,9 miliar.
Proyek tahun 2022 tersebut diketahui dikerjakan oleh tersangka pada tanggal 12 September 2022 sampai dengan 31 Desember 2022. Namun, hasil dari pemeriksaan fisik oleh ahli konstruksi pada tanggal 11 Juli 2024 diketahui terdapat kekurangan volume pekerjaan dan beton lantaran tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.
"Kami menduga adanya aliran dana yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain," ungkap dia.
2. Total kerugian negara diperkirakan capai Rp1,9 miliar

Dalam proses pelaksanaan pekerjaan fisik bangunan perusahaan milik PRK diketahui melakukan keterlambatan pengerjaan proyek. Keterlambatan tersebut tak mendapat sanksi sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Surat Perjanjian, dimana seharusnya perusahaan dikenakan sanksi berupa denda Rp248 juta.
"Total dugaan kerugian negara mencapai Rp1.9 miliar," jelas dia.
3. Kedua tersangka terancam pidana 15 tahun penjara

Penyidik telah menyita sebanyak 109 dokumen, diantaranya dokumen pengadaan barang dan jasa, dokumen kontrak, dokumen progres kegiatan, dokumen pembayaran. Seluruh bukti itu menguatkan keterlibatan kedua tersangka yang kini telah ditahan.
“Kedua tersangka dikenakan Pasal 2, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara maksimal lebih dari 15 tahun," jelas dia.