TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Produksi Karet Sumsel Menyusut karena Petani Beralih ke Sawit

Sumsel kini cuma menghasilkan 900 ribu ton karet per tahun

Seorang petani karet tengah melakukan penyadapan karet (IDN Times/Rangga Erfizal)

Palembang, IDN Times - Meski harga karet stabil di sepanjang 2021 namun tak membuat industri karet turut membaik. Dari total luas lahan karet Sumatra Selatan (Sumsel) mencapai 1,3 juta hektare (Ha), kini menyusut sekitar 10-20 persen.

Kondisi ini diperparah karena banyaknya petani yang mengalihkan lahannya ke tanaman industri lain yang menguntungkan seperti sawit. Banyak petani karet yang menyadari jika tanaman karet miliknya sudah tidak produktif.

"Selain faktor hama dan penyakit tanaman lainnya, harga karet di tingkat petani terutama bagi hasil juga menjadi faktor petani mulai beralih ke sawit yang menjanjikan," ungkap Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan dari Dinas Perkebunan (Disbud) Sumsel, Rudi Arpian, Jumat (28/1/2022).

Baca Juga: Muba Serius Garap Energi Terbarukan dari Sawit

1. Penguatan hilirisasi sawit tarik minat masyarakat

Ilustrasi Biofuel 30. Sumber: Antara/Aprillio Akbar

Rudi menjelaskan, selama ini produksi getah karet sangat dipengaruhi oleh perubahan cuaca. Saat musim hujan tiba akan sulit bagi tanaman karet akan menghasilkan getah yang bagus.

Sedangkan penguatan di sektor hulu dan hilir sawit yang saat ini digencarkan pemerintah, turut membawa angin segar kepada petani karet untuk mengalihfungsikan lahannya.

"Sejauh ini faktor alih fungsi ke sawit sangat menjanjikan. Pemerintah membangun hilirisasi sawit sebagai energi terbarukan. Otomatis harga di tingkat petani ikut naik," ungkap dia.

Baca Juga: Minyak Goreng Langka, Gubernur Herman Deru Sentil Produsen Sawit 

2. Industri pengolahan karet paling terdampak

Ilustrasi Ganti Ban Motor Bocor (IDN Times/Dwi Agustiar)

Menurunnya produksi karet membuat posisi Sumsel yang selama ini sebagai pemasok pabrik pengolahan karet, tak bisa lagi didukung secara penuh. Pada 2021 lalu, produksi karet Sumsel hanya 900 ribu ton per tahun. Padahal tahun sebelumnya bisa di atas 1 juta ton per tahun. Selama ini produksi satu pabrik pengolahan karet dibutuhkan sekitar 1,5 ton per tahun.

"Mau tidak mau untuk memenuhi produksi karena sudah punya kontrak tahunan, perusahaan harus impor dari Thailand, Vietnam, Myanmar, dan Afrika," jelas dia.

Kebutuhan terhadap karet mengguncang industri. Pabrik-pabrik karet pengolahan sepeti crumb rubber (Serbuk Karet) terus melakukan impor. Dua perusahaan pengolahan sawit harus goyah dan setop berproduksi sambil mencari investor baru.

"Kalau impor, harganya lebih mahal. Untuk menjaga agar tidak terjadi PHK, perusahaan harus terus mengimpor dan berproduksi," jelas dia.

Baca Juga: Konsep Biofuel Sawit Picu Deforestasi Besar-besaran di Sumsel

Berita Terkini Lainnya