TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Konsumsi Miras di Sumsel Naik Saat Pandemik

Umumnya miras yang dibeli warga untuk dibawa pulang

Ilustrasi Minuman Beralkohol (IDN Times/Arief Rahmat)

Palembang, IDN Times - Robin bukan nama sebenarnya telah menjual minuman beralkohol (mikol) di warung kaki lima, di kawasan Ilir Barat 1 Palembang sejak dua puluh terakhir.

Robin mencatat, penjualan mikol mulai berkurang sejak awal pandemik hingga beberapa bulan setelah lebaran Idul Fitri 2020. Saat itu, kasus COVID-19 tengah gencar-gencarnya menjadi pemberitaan media di Bumi Sriwijaya, sehingga membuat banyak orang takut untuk keluar kumpul-kumpul.

"Lumayan terasa saat awal pandemik, tapi masih ada yang beli walaupun gak banyak seperti biasa," ujar dia kepada IDN Times, Rabu (3/3/2021).

1. Pembeli lebih cenderung membawa pulang

Ilustrasi miras. IDN Times/Ayu Afria

Robin membeberkan, penjualan mikol mulai kembali bergeliat saat masuk masa new normal, atau tatanan kehidupan baru yang digalakan pemerintah. Para pembeli menurut Robin kebanyakan membeli mikol untuk dibawa pulang.

"Akhir-akhir ini memang banyak yang beli untuk dibawa pulang. Mungkin karena pandemik jadi minumnya di rumah saja. Pembeli pun sudah semakin ramai," ujar dia.

Baca Juga: Perpres Miras Dicabut Jokowi, Penjual Tuak Tuban Beri Komentar Begini

2. Penjualan mikol di Sumsel tertutup

IDN Times/Fitria Madia

Senada WZ seorang pemasok minuman beralkohol di wilayah Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) saat dikonfirmasi IDN Times mengatakan, penjualan minuman beralkohol juga terimbas dari pandemik COVID-19. Menurutnya, daya beli masyarakat sempat menurun lantaran pandemik menyerang seluruh sektor kehidupan.

"Semua kena dampak lah akibat corona ini, penjualan pasti menurun, termasuk soal miras. Ditambah kemarin pencabutan instruksi Presiden, akan tambah berdampak," ungkap dia.

Menurut MZ, Sumsel berbeda dengan empat daerah yang masuk dalam aturan investasi penanaman modal minuman beralkohol. Penjualan dan peredarannya sangat diatur oleh Pemda lewat Perda, sehingga usaha miras nampak tertutup.

"Usaha miras di sini kebanyakan tertutup dan dijual masih lokal daerah atau provinsi, sehingga orang lebih tertutup tidak terang-terangan, kecuali di tempat-tempat yang telah ditetapkan seperti bar dan industri hiburan lain," jelas dia.

3. Whisky paling banyak dibeli selama pandemik

IDN Times/Imam Rosidin

Menurut MZ, konsumennya rata-rata kelas menengah atas mulai dari anak muda hingga pejabat daerah. Mereka terkadang membeli untuk dibawa pulang, bukan minum di tempat. Pencabutan Peraturan Presiden (Perpres) soal investasi miras itu, jelas akan berdampak pada penjualan mikol di Sumsel.

"Banyak orang yang menggantungkan hidup di industri minuman beralkohol ini, karena keuntungannya sangat menggiurkan bagi yang paham dengan industri ini," jelas dia.

Dalam satu hari, mikol paling sedikit terjual 12 lusin. Rata-rata pembeli mencari mikol yang murah namun dapat menghangatkan tubuh.

"Rata-rata yang beli Whisky dan Vodka mulai dari Rp250.000 hingga Rp300.000 per botol. Kebanyakan pembeli mencari whisky karena lebih murah. Sama seperti makanan, warga Sumsel ini cari yang tidak mahal," beber dia.

Baca Juga: Bikin Aturan Investasi Miras dan Dicabut Jadi Bukti Pemerintah Ceroboh

4. Gubernur Sumsel nilai mikol bukan budaya

Gubernur Sumsel, Herman Deru bersama Kadinkes Sumsel, Lesty Nuraini(IDN Times/Rangga Erfizal)

Gubernur Sumsel, Herman Deru, mendukung pencabutan Perpres nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal di industri minuman keras (miras). Menurutnya, minuman keras bukan bagian dari budaya masyarakat Sumsel.

"Kita kan terkenal tidak mengonsumsi itu," jelas dia.

Menurut Deru, dalam aturan Perpres tersebut dibuat hanya untuk mengakomodir industri mikol di beberapa wilayah seperti Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Utara.

"Ada daerah yang diizinkan itu, masyarakatnya sudah terbiasa untuk mengonsumsi minuman beralkohol tertentu. Tentunya kebijakan itu sudah melalui berbagai pertimbangan yang jernih," jelas dia.

5. Ada tiga jenis mikol yang dijual di Sumsel

ilustrasi miras (pixabay.com/kbatx)

Kepala Perdagangan Sumsel, Ahmad Rizali menuturkan, sejauh ini peredaran minuman beralkohol tetap menjadi perhatian. Peredarannya pun diawasi dan dibatasi lewat Peraturan Daerah (Perda) nomor 9 tahun 2011 tentang pengawasan, penertiban, dan pengendalian peredaran minuman beralkohol. Dalam aturannya, dibagi menjadi tiga golongan.

Pertama adalah Golongan A, di mana minuman beralkohol yang mengandung kadar ethanol 0 sampai 5 persen. Kemudian Golongan B dengan kandungan 5 hingga 20 persen, dan terakhir Golongan C dengan kandongan ethanol 20 hingga 55 persen.

"Ketiga golongan itu, baik yang impor maupun produksi dalam negeri, ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan," beber dia.

Baca Juga: Kok Perpres Miras Bisa Lolos?

Berita Terkini Lainnya