TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ali Goik Ajak Warga Sumsel Lestarikan Alam Lewat Lagu

Ajak pihak lain peduli masyarakat adat dan hewan dilindungi

Ali Goik (IDN Times/Dokumen)

Palembang, IDN Times - "Hutan adalah rumah kami. Gajah Harimau kawan kami. Jangan kau hancurkan hutan kami dengan mimpi tambangmu." Itu lah sepenggal lagu dari seniman dan pegiat pelestarian alam asal Sumatra Selatan (Sumsel) bernama Ali Goik.

Lagu berjudul 'Jangan Belah Hutan Kami' menjadi karya yang mengingatkan masyarakat Sumsel dengan agenda baru pemerintah maupun pihak swasta, saat membangun jalan untuk mengangkut hasil tambang batu bara. Jalan tersebut akan membelah hutan harapan yang menjadi hutan alam dataran rendah terakhir milik Sumatra Selatan dan Jambi.

"Lagu-lagu yang saya ciptakan bertema pelestarian alam, tidak lain sebagai cara mengajak masyarakat peduli, baik pada flora dan fauna yang tersisa, maupun komunitas masyarakat adat yang ada. Saya mengampanyekan lewat lagu, bahwa inilah tinggal satu-satunya hutan alam dataran rendah yang tersisa di Sumsel," ungkap Ali Goik kepada IDN Times, Rabu (15/9/2021).

Baca Juga: Dishut Sumsel: 733 Ribu Ha Hutan Kritis dan Rusak

1. Alasan Ali Goik Kampanye pelestarian Alam lewat lagu

Ali Goik saat bertemu dengan anak-anak Suku Kubu di Pedalaman Sumsel (IDN Times/Ali Goik)

Ali menilai, kampanye pelestarian alam menggunakan lagu menjadi metode yang efektif mengajak masyarakat menyadari bahwa hidup manusia tidak terlepas dari alam. Masyarakat lebih mudah menerima pengetahuan soal pelestarian dari sebuah karya seni, ketimbang berbicara berjam-jam soal cara pelestarian alam.

"Motivasinya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak merusak lingkungan, kampanye lewat lagu saya pikir lebih efektif dan banyak orang yang mendengar. Yang penting kita konsisten," ungkap Direktur Yayasan Depati dan Pemerhati Kebudayaan Batanghari Sembilan itu.

Dirinya mencontohkan pernah membuat lagu tentang lingkungan berjudul 'Sungsangku Bersih'. Saat itu, Sungsang yang berada di kawasan perairan pantai timur Sumsel terlihat tidak terurus. Dirinya lalu mengajak masyarakat Sungsang untuk menjaga lingkungan dengan tak membuang sampah sembarangan.

Proses kreatif itu dianggapnya efektif ketika masyarakat Sungsang berbenah, kemudian menjadikan kawasan tersebut sebagai salah satu tempat pariwisata unggulan di Sumsel.

"Respon masyarakat yang tadinya tidak peduli jadi peduli. Masyarakat yang tadinya cuek sebelum saya buat lagu, setelah didengarkan Alhamdulilah saat ini beguyur (Beranjak) bersih dan bagus," jelas dia.

2. Banyak Gajah dan Harimau Sumatra yang perlu dilindungi

Ilustrasi koleksi Harimau Sumatera yang ada di Secreet Zoo. Beberapa spesies seperti Harimau Jawa dan Harimau Bali sudah punah. IDN Times/ Alfi Ramadana

Dari sana, Ali Goik merasa perlu mengampanyekan hutan alam terakhir Sumsel lewat lagu. Apalagi jalan batu bara sepanjang 30,7 kilometer menghubungkan Musi Rawas hingga Bayung Lencir, Musi Banyuasin, juga melewati Kabupaten Batanghari, Jambi, sekitar 8,2 kilometer.

Ali bercerita, jika hutan harapan hancur berarti masyarakat akan kehilangan 26 spesies hewan dan tumbuhan langka. Begitu juga dengan 228 keluarga suku kubu Sumsel dan suku anak dalam Batin Sembilan Jambi akan kehilangan penghidupan. Hutan harapan menjadi benteng terakhir mereka bertahan menjaga alam.

Suku Kubu merupakan suku terakhir di Sumsel yang hidup secara nomaden di dalam hutan. Mereka bertahan hidup dengan cara berburu. Pembangunan jalan khusus angkutan batu bara membuat mereka kewalahan dan semakin terpinggirkan.

"Di dalam hutan banyak komunitas suku Kubu Sumsel. Masih banyak juga binatang dilindungi seperti gajah dan harimau," ujar dia.

3. Hutan dibelah menjadi awal kehancuran alam

Ilustrasi batubara (IDN Times/Istimewa)

Ali menilai rencana pembangunan jalan khusus angkutan batu bara menjadi jalan pertama menuju kerusakan lingkungan. Dari pengalaman saat mengadvokasi masyarakat adat untuk mempertahankan lingkungan ini, dirinya punya kesimpulan sendiri. Bahwasanya, pemerintah tidak benar-benar melindungi suku adat yang tersisa.

"Saya punya kesimpulan kalau hutan sudah dibelah, tidak ada yang akan menjamin hutan itu akan lestari," ujar dia.

4. Akses jalan di hutan memudahkan pembalakan liar

Ilustrasi ilegal logging. Penangkapan kasus illegal logging terbesar dalam Operasi Handroanthus GLO pada Desember 2020. (twitter.com/policiafederal)

Jalan yang dibangun untuk angkutan batu bara masih terus dikerjakan. Ali menilai, setelah jalan-jalan beton eksis akan ada banyak orang berdatangan untuk melakukan illegal logging (Pembalakan Liar). Tak lama menjadi Illegal Land (Perambahan Tanah), mula-mulanya bikin pondokan kemudian menjadi permanen.

"Semakin banyak manusia masuk kawasan hutan, tidak menjamin lagi hutan akan tersisa. Akses mudah semua akan diambil," jelas dia.

Baca Juga: Deforestasi Marak di Sumsel, 37.170 Ha Hutan Rusak Sepanjang 2019-2020

Berita Terkini Lainnya