Kalahkan ITS, Unesa Melaju ke Perempat Final Liga Debat IDN Times 2025

Palembang, IDN Times - Babak penyisihan ke-8 Liga Debat Mahasiswa IDN Times 2025 yang mempertemukan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) melawan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berlangsung sengit.
Tim ITS harus mengakui keunggulan Unesa setelah tiga panelis berdiskusi dan menilai penampilan debat mereka hari ini, sehingga Unesa berhak melaju ke babak Perempat Final menghadapi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makasar dalam rangka HUT Ke-11 IDN Times.
Dalam debat tersebut kedua tim sama-sama mempertahankan argumentasinya sebagi tim Pro dan Tim Kontra dalam mosi debat terkait Sektor Usaha Formal; Industri, Energi, Transportasi di Indonesia Wajib Menerapkan Environmental, Social, and Governance (ESG).
1. Tim Pro Unesa nilai prinsip ESG harus jadi pedoman perusahaan di Indonesia

Sesi debat pertama diawali oleh Tim Pro dari Unesa yang diketuai oleh Andras Salmany Ramdan dari Jurusan Ilmu Komunikasi. Menurutnya, tim pro sepakat dengan prinsip ESG untuk diterapkan di sektor formal Indonesia seperti industri, energi, dan transportasi.
Selama ini sudah banyak perusahaan yang terbukti hanya memikirkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan langkah keberlanjutan terhadap sumber daya alam (SDA) dan nasib pekerja atau masyarakat. Prinsip ESG diklaim mampu meningkatkan kepedulian perusahaan terutama dalam transparansi kebijakan.
"Pasar saat ini memberikan penilaian terhadap perusahaan dalam negeri yang ingin menjangkau pasar Eropa. Dengan prinsip ESG muncul kesadaran dari masyarakat untuk menuntut perusahaan menjalankan standar atau pedoman menjalankan sustainable davelopment atau pembangunan secara berkelanjutan," ungkap Andras.
Dirinya mencatat, sektor industri dan energi di Indonesia menyumbang 70 persen emisi karbon disusul sektor transportasi menyumbang 50,6 persen emisi karbon. Jika tidak ditanggapi dengan serius dengan menggunakan prinsip ESG sebagai prinsip berkelanjutan maka bukan tidak mungkin kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak-hak pekerja akan semakin masif terjadi di masa mendatang.
"Secara optimal ESG bukan hanya tugas rumah perusahaan dan pemerintah. Ini tanggung jawab semua pihak. Perusahaan harus membangun pelaporan berkala melibatkan pemangku kepentingan, pekerja, investor. ini jadi tanggung jawab bersama. Tak terkecuali masyarakat juga harus diedukasi untuk membangun pemahaman terkait prinsip ESG," jelas dia.
Hal senada disampaikan pembicara kedua dari Unesa Putri Annisya Faradibah yang menilai, dengan adanya aturan dan kebijakan mengenai ESG bukan tidak mungkin perusahaan yang selama ini menghasilkan produk yang tidak ramah lingkungan dapat dicegah. Indonesia harus memandang prinsip ESG sebagai arah pembangunan sehingga kedepannya dapat bertumbuh dengan lebih bertanggung jawab.
Dampak besar tersebut akan segara signifikan mempengaruhi kondisi sosial di Indonesia yang dapat berujung pada konflik, kesenjangan, ketimpangan sosial bahkan kriminalitas meningkat. Prinsip ESG pada dasarnya mengajak perusahaan untuk terbuka memaparkan data terkait hasil kerjanya sesuai mekanisme keberlanjutan.
"Jika ESG tidak dilakukan maka emisi karbon dari sektor formal dapat meningkat menjadi 98 persen dan merugikan ekonomi hingga ratusan triliun rupiah," jelas dia.
ESG dapat dilihat sebagai investasi jangka panjang dari perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Data yang dipaparkan tim Unesa menyebutkan perusahaan yang menerapkan ESG mampu memiliki kinerja lebih baik.
"Ini kebutuhan mendesak menjalani ESG di sektor formal. emisi dan deforestasi menimbulkan keresahan. Jika tidak ada regulasi akan menjadi pencemaran yang merata, perusahaan akan melakukan eksploitasi besar-besaran dan pekerja akan menjadi korban," ungkap pembicara ketiga dari Unesa Muhammad Chairil Umam.
Umam menilai tanpa ESG, tata kelola perusahaan akan memburuk. Ketidakpercayaan investor menjadi salah satu penyebanya lantaran banyak investor global yang menerapkan prinsip ini sebelum berinvestasi.
"Bukan saja negara yang dirugikan melainkan seluruh masyarakat secara umum. Apa bila hal ini tidak dilakukan dari sekarang bukan tidak mungkin di tahun 2050 emisi karbon sudah tidak bisa dihentikan," jelas dia.
2. Tim Kontra ITS nilai Indonesia sudah punya ISO dan CSR

Sedangkan ITS sebagai tim kontra menyatakan dengan tegas menolak mosi tim pro. Menurut ketua tim debat ITS Naila Syakira, argumentasi terkait ESG sebagai kewajiban perusahaan di Indonesia adalah hal yang keliru. Menurutnya kebijakan setiap negara berbeda, apa yang menjadi konsen di negara barat tidak serta merta sama dengan kondisi di Indonesia.
"Kita perlu menangkap setiap kebijakan dengan karakteristik Indonesia. Kebijakan itu tidak buruk tetapi apakah cocok dengan Indonesia?. Karena selama ini keuntungan dari penerapan ESG tidak signifikan dan penerapan ESG tidak sesuai kebutuhan," ungkap Naila.
Hal utama yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah memastikan apakah tata kelola perusahaan yang beroperasi di Indonesia sudah berjalan secara transparan dan memastikan ekosistem yang ada sudah siap. Menurutnya saat berbicara ekonomi, ESG tidak selalu berkaitan dengan kebutuhan investor. Para investor dapat melihat IHSG atau pergerakan saham untuk menaruh uangnya di setiap perusahaan.
"Justru yang harus disiapkan adalah road map kebijakan ini jangan sampai karena adanya kebijakan soal ESG kebijakan besarnya jadi overlapping atau tumpang tindih," jelas dia.
Hal senada disampaikan, Putri Oktavia dari ITS yang menilai penerapan ESG harus dilihat sebagai pilihan ideal atau realistis. Setiap perusahaan diharap dapat lebih dulu berbicara soal transparansi sebelum jauh melangkah melihat kondisi yang ada.
"Kita harus realistis dengan ESG. Tidak seperti negara maju, ESG masih utopia sulit diwujudkan di dunia nyata. Kita membutuhkan akurasi data pelaporan mandiri," jelas dia.
Dirinya melihat Indonesaia negara dengan transparansi rendah sehingga dengan adanya kebijakan baru akan membuat celah korupsi meningkat. Diperlukan regulasi yang tepat terlebih dahulu sebelum melangkah ke soal keberlanjutan.
"Harus ada rumusan regulasi untuk melihat apakah ESG cocok diberlakukan di Indonesia. Sehingga jangan berkaca pada tren di negara lain.Bisa saja penerapan ESG ini justru tidak sesuai dengan kondisi Indonesia hanya untuk memenuhi ekspektasi investor global," jelas dia.
Pembicara ketiga dari ITS Amelia Wijaya menambahkan, ESG adalah kebijakan prematur dimana merugikan pekerja akibat perusahaan berpacu memenuhi ekspektasi investor. Pelaksanaan prinsip ESG dinilai dapat memicu kerentanan terhadap anggaran perusahaan lantaran pengeluaran yang disusun akan lebih besar sehingga Tim Kontra ITS beranggapan kebijakan ini tidak cocok untuk negara berkembang.
"Mengapa kita memaksa ESG kalau ada regulasi yang sudah lebih dulu kita gunakan seperti ISO dan CSR. Mengapa kita tidak mengoptimalkan yang sudah ada. ESG akan menambah anggaran yang tidak relevan dan prioritas. ESG juga berpotensi memunculkan data semu dan manipulatif sehingga tidak relevan dilakukan jika perusahaan itu sejak awal tidak terbuka," ujar dia.
3. Unesa dan ITS saling sanggah argumentasi

Tim Pro dari Unesa menegaskan, penerapan ESG tidak boleh dipandang sebagai utopia yang tak berdasar. Mereka mengacu pada keberadaan lembaga seperti Global Reporting Initiative (GRI) yang secara aktif melakukan audit dan penilaian terhadap praktik keberlanjutan perusahaan dan pemerintah.
"Greenwashing dan praktik korupsi justru menjadi alasan kuat mengapa ESG harus diterapkan. ESG bukan penghalang, melainkan solusi," jelas tim Unesa.
Mereka menyatakan, penerapan ESG dapat dilakukan secara bertahap melalui regulasi dan literasi kepada masyarakat, serta menyelaraskan pendekatan dengan dinamika Indonesia. Menurutnya ESG bukan semata-mata tugas pemerintah dan korporasi, namun juga membutuhkan keterlibatan publik.
Dalam argumennya, Tim Pro juga mempertanyakan kepercayaan terhadap perusahaan dalam menjaga lingkungan dan hak pekerja secara sukarela tanpa adanya ESG. Mereka menilai pendekatan ESG justru penting untuk mendorong pelaporan berkala dan akuntabilitas publik yang terjamin.
Menanggapi argumen tersebut, Tim Kontra dari ITS menekankan bahwa mereka tidak menolak prinsip ESG, namun mempertanyakan urgensi penerapannya secara wajib di Indonesia.
"Indonesia sudah memiliki standar seperti ISO 14001 dan program CSR. Jika ESG diterapkan secara wajib, bisa terjadi tumpang tindih dan pemborosan anggaran," ujar tim ITS.
Mereka menyoroti banyaknya regulasi yang belum diterapkan dengan baik dan menyarankan agar fokus diarahkan pada penegakan hukum yang lebih ketat dan transparan.
"Kita harus realistis. Regulasi sebelumnya saja masih lemah implementasinya. Tanggung jawab sosial harus ditegakkan, tapi tidak semata-mata bergantung pada skor ESG," tegas mereka.
4. Unesa berkeyakinan ESG bukan FOMO semata

Tim Pro Unesa berkeyakinan, prinsip ESG mampu menjawab persoalan mengenai citra perusahaan dalam menarik investor global. Mereka merujuk pada data tahun 2020 yang menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan ESG memiliki nilai pasar yang lebih tinggi.
"ESG bukan sekadar tren atau isu FOMO, tetapi bukti bagaimana perusahaan bertanggung jawab terhadap kelayakan pekerja, perlindungan lingkungan, dan tata kelola yang baik," jelas Unesa.
Tim Pro menambahkan, bahwa beberapa perusahaan di Indonesia yang menjalankan prinsip ESG mendapat insentif potongan pajak dari pemerintah. Regulasi ini dinilai penting untuk memaparkan hasil transparansi publik tentang pentingnya prinsip ini jika dilakukan.
"ESG adalah tanggung jawab bersama, tidak hanya PR perusahaan. SDM juga harus diberi literasi soal dampak ESG," jelas dia.
Menanggapi hal itu, Tim Kontra ITS menyatakan bahwa meskipun ESG menguntungkan dari sisi citra, tidak selamanya menjadi penentu utama keputusan investasi. Mereka menilai bahwa investor global mempertimbangkan banyak aspek, seperti kondisi makro ekonomi, stabilitas politik, dan tata kelola negara.
"ESG bukan satu-satunya alasan investor masuk ke Indonesia. Saat krisis kepercayaan publik terjadi, ESG yang hanya di atas kertas malah bisa membuat kita kehilangan investor," ungkap ITS.
Menurutnya penerapan ESG secara wajib di Indonesia dinilai prematur, terutama karena mayoritas perusahaan besar masih minim, dan pelaku UMKM bisa terdampak negatif. Tim Kontra ITS khawatir ESG justru menciptakan bias pasar, meminggirkan usaha kecil, serta menciptakan over valuasi dan investasi semu.
5. Unesa dan ITS pertahankan argumen masing-masing

Di sesi penutup kedua tim masing-masing mempertahankan argumen mereka. Tim Pro Unesa berkeyakinan bahwa prinsip ESG mampu menjawab kebutuhan investasi dari investor global.
Selain itu, ESG juga menjadi bentuk inovasi dan pertanggungjawaban perusahaan terhadap masyarakat sehingga mereka tidak lagi mengabaikan dampak lingkungan dan mengeksplotasi SDA secara semberono. Disisi lain regulasi ESG wajib diterapkan agar tercipta rasa aman bagi pekerja dan kepercayaan publik terhadap dunia usaha.
Sementara itu, Tim Kontra ITS menilai bahwa ESG bukanlah solusi ajaib yang bisa langsung diterapkan secara efektif. Mereka menekankan bahwa poin-poin ESG sebenarnya sudah diakomodasi dalam berbagai peraturan pemerintah yang ada.
Menurut Tim Kontra, tanggung jawab utama tetap berada di tangan korporasi untuk menjalankan bisnis secara etis. Meski diakui bahwa ESG dapat menarik investor global, namun hal itu tidak serta-merta menjadi jaminan stabilitas investasi.
6. Unesa keluar sebagai pemenang penyisihan Liga Debat 2025

Setelah beradu argumen masuklah pada sesi penilaian. Ada tiga panelis yang hadir yakni, Arie Rostika Utami, dari Yayasan Indonesia Cerah; Prigi Arisandi, pendiri ECOTON; dan Enda Grimonia selaku Policy Analyst Manager New Energy Nexus. Ketiga panelis yang ada lebih dulu berdiskusi terkait jalannya debat yang ada.
Menurut Endah Grimonia, secara umum penampilan debat yang dilakukan mahasiswa dari Unesa dan ITS sudah sangat baik dilakukan. Hanya saja beberapa poin dari debat tadi disampaikan kurang menampilkan data yang seharusnya dapat menambah dasar argumen dari sesi debat yang berlangsung.
"Dari penilaian kami, banyak argumen yang keluar namun minim data dari masing-masing tim. Dengan itu kami menyatakan poin 234 untuk tim Pro Unesa, untuk tim kontra ITS 229. Selamat buat Unesa," ungkap Endah.
Oleh karena itu, Tim Debat Unesa akan melaju ke babak Perempat Final Liga Debat Mahasiswa IDN Times 2025 menghadapi Universitas Hasanuddin (Unhas) yang sebelumnya mengalahkan Universitas Airlangga (Unair) pada sesi sebelumnya. Total ada delapan dari 16 tim yang melanut ke putaran final Liga Debat IDN Times 2025 yang digelar sampai 17 Juni 2025 mendatang.