TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dinas Perkebunan Sumsel Bantah Praktik Kartel Penentuan Harga Karet

Penentuan harga karet diklaim ciptakan pasar bersaing sehat

Seorang petani karet tengah melakukan penyadapan karet (IDN Times/Rangga Erfizal)

Palembang, IDN Times - Dinas Perkebunan (Disbun) Sumatra Selatan (Sumsel) membantah klaim Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kantor wilayah II Sumbagsel. Itu terkait dugaan monopoli harga karet.

KPPU beralasan harga ditentukan pemerintah rawan indikasi mekanisme kartel. Itu karena, melibatkan asosiasi dalam menentukan harga karet per harinya.

Karet petani selama ini dijual ke Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) dengan sistem lelang. Disbun mengklaim sistem lelang justru lebih baik lantaran meningkatkan harga jual karet petani.

"Justru sistem lelang yang dilakukan oleh para petani karet di Sumatra Selatan dapat meningkatkan pendapatan dan efeknya dapat memperbaiki tingkat perekonomian para petani karet," ungkap Analisis Prasarana dan Sarana Pertanian Disbun Sumsel, Rudi Arpian, Sabtu (2/7/2022).

1. Sistem lelang dianggap lebih menguntungkan petani

Ilustrasi buruh tani memanen getah karet. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Rudi membantah, jika Pergub Nomor 4 tahun 2019 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet Standard Indonesian Rubber yang di perdagangkan menimbulkan mekanisme kartel. Menurutnya, kebijakan pemprov justru untuk memperbaiki kualitas harga jual karet petani.

Pasar lelang karet, dinilai hadir untuk mengakomodir kepentingan petani lewat lembaga seperti UPPB. Hal ini dianggap sejalan dengan keinginan pusat lewat Permentan Nomor 38 tahun 2008.

"Harganya lebih tinggi, hasil timbangannya juga bagus, tidak banyak potongan untuk kadar air. Dibandingkan dijual ke agen atau tengkulak meskipun terkadang harganya bersaing, tapi potongan timbangannya banyak," ujar dia.

Baca Juga: Ada Indikasi Monopoli Penetapan Harga Karet di Sumsel!

2. Tanpa mekanisme lelang, petani akan ketergantungan dengan tengkulak

Analisis PSP Madya Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian (Dok: istimewa)

KPPU Sumbagsel menilai, penentuan harga karet hari ini berjalan tak semestinya. Mereka menilai, harusnya harga karet diserahkan ke mekanisme pasar. Hal ini juga dibantah oleh Disbun. Menurut Rudi, tanpa UPPB, para petani karet akan mengalami ketergantungan dengan agen atau tengkulak.

Kondisi ini menyebabkan, karet petani dapat dibeli dengan harga yang jauh lebih murah. Hal ini dikarenakan petani tidak memiliki posisi tawar yang tinggi, sebagaimana mereka hanya pasrah dengan penentuan harga dari tengkulak.

"Dengan adanya penentuan harga, tengkulak dapat mulai melakukan penawaran harga secara fair dan sehat. Agen atau tengkulak dapat melakukan penawaran harga tertinggi," jelas dia.

3. Disbun rilis harga setiap hari kerja

Buruh tani memanen getah karet. Buruh tersebut mendapatkan upah 50 persen dari hasil penjualan getah yang dipanen. (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Sistem lelang di UPPB diklaim merupakan cara untuk menciptakan pasar bersaing secara sehat agar terbentuk penawaran harga tertinggi secara transparan. Dalam sistem lelang karet, pemimpin lelang akan memasang harga dasar yang didapat dari rilis harga karet Disbun Sumsel dan diberitahukan kepada para tengkulak karet melalui aplikasi whatsapp. 

"Sebenarnya kondisi ini juga memberikan keuntungan bagi para agen atau tengkulak  dimana mereka bisa membeli karet dalam jumlah besar sekaligus dan hampir setiap hari ada pasar lelang, pada waktu dan tempat desa yang berbeda-beda," jelas dia.

Rudi menjelaskan, saat ini luas lahan karet rakyat di Sumsel sebesar 1.311.727 hektare (Ha) dengan produksi sebesar 1.215.233 ton. Adapun jumlah petani karet yang ada di Sumsel sebanyak 588.586 KK, dengan jumlah UPPB mencapai 320 unit di 14 kabupaten dan kota di Sumsel.

4. Tengkulak dapat karet berkualitas

Ilustrasi karet alam untuk membuat bahan ramah lingkungan (Michelin.com)

Hingga Jumat (1/7/2022), harga karet kering 100 persen sebesar Rp20.486 per kilogram. Karet kering 70 persen Rp14.340 per kilogram. Kering 60 persen Rp12.292 per kilogram. Kering 50 persen Rp10.243 per kilogram dan kering 40 persen Rp8,194 per kilogram.

Harga yang telah ditentukan Disbun tersebut jauh lebih tinggi dibanding harga karet ditingkat petani berkisar Rp8.194 per kilogram. Menurut Rudi, penentuan harga oleh Disbun juga berdampak ke tengkulak dimana mereka dapat membeli karet dengan kualitas lebih baik.

"karena sebagian besar petani non kelompok menghasilkan getah dengan kadar karet kering 40 persen bahkan harga bisa lebih rendah lagi dengan kebiasaan petani yang suka bermain curang dengan memasukkan batu, tanah, tatal (sisa sadapan karet),  dan benda-benda yang lain, atau di rendam yang bisa membuat karet bertambah berat," jelas dia.

Rudi mencontohkan, hasil pelelangan karet di UPPB Mantarmas Jaya Desa Talang Ipuh, Kecamatan Suak Tapeh, Kabupaten Banyuasin per 1 Juli 2022 telah melakukan lelang karet sebanyak 14.144 kilogram. Dalam lelang tersebut mengakomodir Bokar milik 282 petani, dengan melibatkan 10 tengkulak.

Dengan sistem tengkulak itu, didapatkan hasil lelang tertinggi diangka Rp11.325 per kilogram. Harga tersebut lebih besar jika dibandingkan petani non kelompok Rp8.194 per kilogram atau selisih Rp3.131 per kilogram.

Baca Juga: Produksi Karet Sumsel Menyusut karena Petani Beralih ke Sawit

Berita Terkini Lainnya