Pasal Penyiaran Direvisi, AJI Tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja
UU omor 32 tahun 2002
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menolak keras Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR dan pemerintah, Senin (5/10/2020). AJI Palembang memfokuskan penolakan pada revisi penyiaraan pers.
Ketua Umum AJI, Abdul Manan mengatakan, UU Ominibus Law Cipta Kerja merevisi UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Menurut Manan, ketentuan baru itu tidak sejalan dan tak sesuai terhadap semangat demokratisasi dunia penyiaran.
"Omnibus Law akan membolehkan dunia penyiaran secara nasional, ini melanggar oleh UU Penyiaran. Padahal larangan siaran nasional justru mendorong semangat demokratisasi penyiaran. yakni memberi ruang pada budaya dan ekonomi lokal bertumbuh," katanya melalui siaran pers yang diterima IDN Times, Kamis (8/10/2020).
Baca Juga: Satgas COVID-19 Ingatkan Pedemo Potensi Bahaya Klaster Baru
1. Peran komisi penyiaran dihilangkan dalam pasal 34
Manan menerangkan, UU Omninus Law Cipta Kerja memberi kewenangan besar kepada pemerintah untuk mengontrol penyiaran. Sebab pasal 34 yang mengatur peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait perizinan dalam penyiaran justru dihilangkan.
"Artinya menghilangkan ketentuan batasan waktu perizinan penyiaran yaitu 10 tahun untuk televisi, dan 5 tahun untuk radio. Serta larangan izin penyiaran dipindahkan ke pihak lain," terang dia.
Selain itu, ketentuan penting yang diubah Omnibus Law terkait penyiaran adalah pemberian wewenang migrasi digital kepada pemerintah. Padahal migrasi digital bukan hanya semata alih teknologi tetapi juga perubahan tata kelola penyiaran yang selayaknya diatur negara pada tingkat UU.
"Bukan di Peraturan Pemerintah," tegas dia.
Baca Juga: UU Cipta Kerja Juga Bisa Berdampak Buruk ke Iklim Usaha dan Investasi