Tradisi Taber Laut di Bangka Belitung, Ritual Tolak Bala

Masyarakat pesisir di Provinsi Bangka Belitung kerap melakukan upacara adat taber laut atau naber laut yang rutin dilakukan setiap tahun, biasanya pada Maret hingga Juni. Tradisi yang merupakan warisan dari nenek moyang turun temurun ini biasanya dilakukan oleh masyarakat pesisir di Desa Batu Beriga Bangka Tengah dan Desa Rambat Bangka Barat yang dipimpin oleh tokoh adat.
Tradisi naber laut ini mendapat dukungan dari pemerintah daerah yang ikut serta dalam pelaksanaan dan pelestariaannya. Tradisi adat ini menjadi daya tarik di bidang pariwisata karena para wisatawan bisa menyaksikan keunikan budaya masyarakat yang tinggal dekat laut ini.
1. Ritual tolak bala dari malapetaka

Tradisi taber laut dipercaya masyarakat pesisir sebagai ritual untuk menolak bala dari malapetaka. Mengutip dari repository.um-palembang.ac.id oleh Juira Mahardika, upacara naber laut bertujuan untuk selamatan laut dan tolak bala.
Menurut kepercayaan masyarakat pesisir di Desa Beriga Bangka Tengah, bila tidak dilakukan taber laut maka penunggu yang ada di laut tersebut akan murka dan akan memakan korban seperti manusia akan celaka atau hilang saat melaut.
Sehingga dengan digelarnya taber laut, masyarakat pesisir ini berharap akan terhindar dari bahaya saat para nelayan melaut untuk mencari ikan, apalagi sebagian besar masyarakat di kawasan itu bermata pencarian sebagai nelayan.
2. Ungkapan Rasa syukur

Taber laut selain bertujuan menolak bala, juga sebagai ritual mengungkapkan rasa syukur atas hasil laut yang melimpah dan meminta keberkahan untuk di masa yang akan datang.
Pada pelaksanaan tradisi budaya ini diawali dengan memanjatkan doa-doa kepada Tuhan sebagai bentuk rasa syukur para nelayan di kawasan pesisir itu. Walau perubahan zaman, upacara naber laut masih terus dilestarikan oleh masyarakat setempat.
3. Setelah naber laut, nelayan tak melaut selama tiga hari

Pelaksanaan ritual taber laut melibatkan berbagai ritual yang dipimpin oleh ketua adat. Katanya, naber laut akan dilakukan apabila ketua adat mendapatkan mimpi dari roh penunggu di laut yang mereka percayai sebagai nenek moyang.
Mengutip dari repository.um-palembang.ac.id oleh Juira Mahardika, sebelum pelaksanaannya ada beberapa hal yang harus disiapkan seperti daun Kranusadan, daun Ati-ati yang diiris menjadi satu, gaharu (kemenyan), dan air putih.
Air putih yang diberi doa itu disiram dipinggir laut dan daun-daun yang telah diberi doa oleh pemimpin upacara adat lalu ditaburkan di pinggir laut. Setelah masyarakat Batu Beriga melaksanakan tradisi adat Naber Laut, masyarakat tidak boleh menangkap ikan, membuang ikan di laut, dan mandi di laut selama tiga hari tiga malam.