Menggali Fakta Bioskop Elite Palembang dari Bung Zaim dan Layar Taman

- Bung Zaim menggali fakta sejarah Bioskop Elite Palembang yang terbakar pada 1951, menyimpan cerita perlawanan kultural dan semangat kesetaraan.
- Penelusuran Bung Zaim dan Layar Taman ingin menghidupkan kembali romansa masa lalu dan mencari jejak bioskop lama yang bisa direvitalisasi.
- Kolaborasi Palenbang Good Guide, Layar Taman, dan komunitas film lokal bertujuan membuka pasar baru bagi perfilman di Sumatra Selatan, khususnya Palembang.
Palembang, IDN Times - Suara lantang terdengar jelas lewat pesan suara yang diterima IDN Times saat menggali fakta Bioskop Elite Palembang. Bioskop zaman Belanda yang kini tinggal cerita tanpa sisa bangunan asli karena tragedi kebakaran.
"Saya awalnya menyusuri Jalan Kebumen di sekitar kawasan Pasar 16 Ilir untuk menemukan Bioskop Elite. Bisa sampai mencari, karena percaya gak percaya, saya seperti diberi petunjuk Mbah Kakung untuk ke sana lewat mimpi," kata Bung Zaim founder Palembang Good Guide kepada IDN Times, medio Juni 2025.
1. Bioskop Elite berada di Jalan Kebumen Kawasan Pasar 16 Ilir Palembang

Akrab disapa Bung Zaim, nama lengkap pria kelahiran Jakarta 1997 ini adalah Kholid Zaim Saifulloh. Bung Zaim memang tak besar di Bumi Sriwijaya, tetapi ia merupakan cucu seorang kakek yang besar di Palembang dan Tanjung Enim. Meski tidak memiliki garis keturunan dari Kota Pempek, dia sangat ulet menggali fakta sejarah yang ada di Ibu Kota Sumatra Selatan (Sumsel) ini.
Katanya, Palembang punya banyak kisah dan sejarah yang belum diketahui publik. Padahal, kota ini menyimpan segudang kisah dari zaman kolonial Belanda hingga Kerajaan Sriwijaya.
"Palembang ini sangat luar biasa, terutama tempat-tempat bersejarahnya," ujarnya.
Memulai cerita, kenapa memilih untuk menyusuri Jalan Kebumen? Jawaban Bung Zaim, "Ya karena di sana terkubur sejarah Bioskop Elite, yang kemungkinan hanya diketahui sebagian orang saja," ceritanya.
Jalan Kebumen Palembang adalah salah satu kawasan yang dikenal jadi salah satu bukti fisik peradaban Belanda di kota tertua Indonesia ini. Di sana masih ada beberapa bangunan asli desain khas Negara Tulip. Meski kini sejumlah gedung banyak dimanfaatkan sebagai ruko, tetapi sejarah tetap ada selama masih ada yang bisa mengenang dan tahu fakta kisahnya dan kemudian diceritakan ke publik.
"Dari mimpi bersama mbah, saya pun datang ke lokasi (Jalan Kebumen). Bertanya pada orang tua di sekitar sana, tentang lorong lokasi bioskop. Dan betul, di dalam lorong itu memang ada Bioskop Elite sejak zaman Belanda, dan di seberang lokasi itu, dahulu kala jadi tempat makan, restoran, setelah orang-orang menonton film," kata Bung Zaim.
2. Bioskop Elite Palembang kebakaran pada 12 Maret 1951

Hasil penelurusan Bung Zaim, di tanah berdirinya Bioskop Elite ternyata konstruksi asli sudah lenyap akibat peristiwa kebakaran. Padahal, dahulu kala tempat menonton film itu terbesar di Palembang. Berdasarkan fakta dari koran Belanda yang IDN Times kutip, Bioskop Elite kebakaran pada 12 Maret 1951.
Lewat berita yang disiarkan 20 Maret 1951 dari koran Belanda, api menyembur dari dari ruang proyeksi salah satu ruangan di gedung bioskop itu. Kala itu, film yang diputar adalah "My Foolish Heart". Kebakaran di sana terjadi sangat cepat hingga menghanguskan gedung hanya dalam waktu lima belas menit. Tak hanya Bioskop Elite, bioskop lain yakni Bioskop Chunghwa pun lenyap oleh si jago merah yang tak bisa dihentikan segera.
Meski saat kejadian kebakaran api berusaha dipadamkan oleh pemadam kebakaran dibantu polisi, tentara, pramuka, dan masyarakat lain hingga siraman air terakhir, gedung itu tidak bisa diselamatkan.
Kira-kira akibat tragedi yang terjadi, total kerugian sekitar 1 juta gulden. Kemudian kerugian lain akibat kebakaran gedung bioskop mencapai 100 ribu Euro. Namun yang menjadi istimewa dalam kebakaran itu, meski gedung hangus karena kobaran api. Semua penonton di sana bisa selamat. Tidak ada satupun penonton dan korban jiwa yang terluka.
3. Bung Zaim dan Among, Ketua Layar Taman bertemu dengan keturunan pendiri Bioskop Elite Palembang

Tersusun rapi dokumen tentang Bioskop Elite yang disimpan Bung Zaim, mendorong tercetusnya ide untuk menjadikan penelusuran khusus Bioskop Palembang bersama para wisatawan di Bumi Sriwijaya. Bung Zaim pun kolaborasi komunitas pembuat film di Kota Pempek. Dia bersama komunitas Layar Taman menghadirkan jelajah bioskop-bioskop Palembang khususnya Bioskop Elite.
Layar Taman, komunitas yang mewadahi film maker itu dinakhodai Among Krida Wicaksono. Tak hanya mewujudkan susur bioskop Palembang bersama wisatawan, Bung Zaim dan Among juga berkesempatan bertemu dengan cucu pendiri Bioskop Elite. Melalui foto yang diunggah Bung Zaim lewat instagram pribadinya, Bung Zaim bercerita bagaimana mereka berdiskusi dan mendapatkan fakta baru dari narasumber valid.
4. Bioskop Elite Palembang berdiri pada 1920

Selintas, perbincangan mereka yakni, Bung Zaim dan Among berkesempatan silaturahmi dan mewawancarai dua sosok penting yang menyimpan sejarah emas perfilman di Palembang. Yaitu, cucu dari pendiri Bioskop Elite, Yai Syukur, dan anak beliau, Pak Indra.
Bioskop Elite bukan sekadar gedung pemutar film. Bangunan itu adalah simbol perlawanan kultural yang lahir sekitar tahun 1920, didirikan oleh H Yunus, kakek dari Yai Syukur yang berada di deretan Jalan Kebumen Kawasan Pasar 16 Ilir Palembang.
Pada masa itu, bioskop hanya diperuntukkan bagi kalangan Eropa, sementara masyarakat pribumi disisihkan, bahkan harus duduk terpisah jika ingin menonton. Menjawab ketimpangan itu, H Yunus mendirikan Bioskop Elite, sebuah ruang tontonan dengan harga tiket yang terjangkau dan terbuka untuk masyarakat luas.
Nama "Elite" bukan untuk mengasingkan, tapi justru untuk mengangkat derajat warga pribumi, agar siapa pun yang masuk ke sana bisa merasa sebagai "Wong Elite", sejajar dan bermartabat. Namun, perjalanan Bioskop Elite terhenti pada tahun 1951 ketika bangunan tersebut dilalap si jago merah. Tragedi ini menjadi sorotan banyak surat kabar kala itu. Sejak saat itu, bioskop tidak pernah beroperasi kembali dan fungsinya berubah menjadi gudang.
Meski lenyap, jejak sejarah belum sepenuhnya hilang. Reruntuhan bangunan tua itu masih bisa ditemukan di Jalan Kebumen, berdiri sebagai saksi bisu semangat kesetaraan dan kecintaan terhadap film dari masa lalu.
5. Penelurusan jejak Bioskop Elite dikemas dalam program guide Bioskop Tempo Doeloe

Sementara dari obrolan IDN Times saat bertemu dengan Among, Ketua Layar Taman, dia dan Bung Zaim memang sudah merencanakan proyek penelusuran bioskop Tempo Doeloe sejak lama. Termasuk menyusuri jejak Bioskop Elite, bioskop terbesar di Palembang pada masanya.
Among bercerita, melacak bioskop bingen di Bumi Sriwijaya bersama wisatawan tercipta karena ingin menjelajah ekosistem perfilman zaman itu. Apalagi jelasnya, menonton film kini bersifat kebutuhan sekunder bahkan tersier bagi sejumlah kalangan khususnya lapisan masyarakat menengah ke atas.
"Ternyata orang dulu pun sangat menggemari menonton. Ini menandakan masyarakat Palembang cukup maju dan sejahtera mengingat bioskop cukup menjamur di bawah tahun 1950 ke bawah," katanya.
Menurut alumni Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya ini, dari program penelusuran bioskop Tempo Doeloe, ia dan Bung Zaim ingin menghidupkan kembali romansa masa lalu, saat menonton film menjadi pengalaman bersama yang hangat dan penuh makna.
Melalui Layar Taman kolaborasi Palembang Good Guide, Among dan Bung Zaim ingin mengajak publik membayangkan ruang yang bukan sekadar tempat menonton, tetapi juga menjadi wadah bagi komunitas dan penggiat film lokal untuk bertemu, berkarya, dan saling menginspirasi.
"Dalam perjalanan ini, kami juga berharap dapat menemukan kembali jejak-jejak bioskop lama yang mungkin masih bisa diselamatkan. Jika ada ruang yang bisa direvitalisasi, semoga bisa tumbuh menjadi layar alternatif, membuka pasar baru bagi perfilman di Sumatra Selatan, khususnya Palembang," kata dia.
Tentu, semua ini bisa terwujud jika dikerjakan bersama. Mereka sangat berharap dapat menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak. Terutama dari pemerintah daerah, pemilik bangunan, pelaku usaha, masyarakat, dan tentu saja para pelaku seni, khususnya sineas lokal.
"Saya percaya, film bukan hanya tontonan, dan bioskop bukan saja tempat. Tetapi ruang pertemuan, cermin kebudayaan, dan jendela harapan," jelas dia.