Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Intip 6 Tradisi Lebaran Wong Palembang, Paduan Budaya dan Kuliner

Ilustrasi kebaran (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Kebiasaan tradisional seperti ziarah kubur, takbiran keliling kampung, dan sanjo masih sangat kental di Palembang
  • Rumpak-rumpakan, munjung, dan kekayaan kuliner menjadikan momen lebaran semakin sarat akan makna kebudayaan dan sejarah
  • Akulturasi budaya terjadi dengan adanya tradisi rumpak-rumpakan yang menambahkan kesan Islami dari tabuhan rebana dan salawat

Peran tradisi dan budaya di Kota Palembang dalam perayaan hari raya lebaran masih terbilang sangat besar. Bahkan kebiasaan ini sulit untuk dilepaskan dari masyarakat Melayu ini. Segudang tradisi akan kamu temui saat berlebaran di Palembang, mulai dari sanjo sampai adat kuliner.

Hal ini menunjukkan tradisi lebaran di Palembang yang menyatu dengan kearifan lokal dari zaman dulu. Habit ini juga menjadi cerminan pentingnya memelihara nilai-nilai kebaikan, kekeluargaan, serta terjaganya karakter wong Palembang.

Keunikan tradisi Palembang inilah yang menjadi daya tarik pendatang, perantau, atau wisatawan yang merasakan sensasi berlebaran ala wong Palembang. Biar lebih tahu soal tradisi berlebaran di Palembang, kamu wajib banget simak artikel yang telah dihimpun IDN Times dari berbagai sumber berikut!

1. Ziarah kubur jelang lebaran

Ziarah Kubro Palembang (instagram/saldin.syarif)

Ziarah kubur memang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Tradisi yang biasanya dilakukan masyarakat di Palembang ini terjadi pada saat menjelang ramadan dan lebaran. Bukan hanya bertujuan untuk mendoakan dan menghormati seseorang yang telah meninggal, tapi tradisi ini sarat akan nilai religiusitas dan spriritual.

Masyarakat Palembang juga meyakini, hal ini akan mendorong mereka untuk meningkatkan keimanan kepada Allah SWT akan takdir kematian. Ziarah kubur tentunya menjadi momen refleksi diri.

2. Takbiran keliling kampung

Takbir Keliling (instagram/dymshoot)

Takbiran keliling kampung sudah menjadi tradisi kebanyakan masyarakat di Indonesia, salah satunya warga Palembang. Biasanya takbiran keliling kampung ini dilakukan oleh para remaja dan anak-anak. Sambutan lebaran ini turut dimeriahkan dengan tabuhan bedug dan cahaya obor.

Takbiran lebaran akan semakin semarak dengan tradisi buka bersama sebelum keliling ke kampung-kampung warga. Bahkan di era saat ini, takbiran akan berjalan dengan menggunakan mobil bak terbuka. Kalau kamu jadi orang Palembang, bakal ikut takbiran keliling gini juga gak?

3. Sanjo, istilah silaturahmi wong Palembang

Ilustrasi sanjo Palembang (freepik.com/freepik)

Bagi orang Palembang sebutan sanjo sudah pasti familiar. Tapi tahukah kamu? Ternyata ini adalah istilah lain dari berkunjung, silaturahmi, atau bertamu dalam bahasa Palembang. Artinya, penggunaan bahasa ini tidak hanya berlaku pada saat lebaran saja. Kamu juga bisa memakainya dalam aktivitas sehari-hari.

Tapi yang akan kita soroti bukanlah makna dari bahasanya. Tapi tradisi berkunjung yang biasanya dilakukan orang Palembang saat lebaran. Setelah salat id, masyarakat Palembang akan melakukan kunjungan ke rumah sanak saudara dan tetangga.

Sanjo biasanya akan dilakukan pada lebaran pertama hingga ketiga. Uniknya, selama bersanjo, tuan rumah akan menyiapkan beragam kudapan khas Palembang seperti pempek, tekwan, malbi, ketupat, dan kue basah lainnya.

4. Rumpak-rumpakan, sensasi keliling kampung dengan iringan musik rebana

Kampung Arab Al-Munawwar Palembang (isntagram/vaniaope)

Selain suku Melayu, Palembang juga dikenal dengan keberadaan etnis Tionghoa dan masyarakat Arab yang telah menetap sejak lama. Sehingga akulturasi budaya sangat mungkin terjadi, salah satunya yakni tradisi rumpak-rumpakan.

Rumpak-rumpakan berarti melakukan kunjungan ke rumah saudara dan tetangga selepas salat id, hampir mirip dengan sanjo. Akan tetapi rumpak-rumpakan menambahkan kesan Islami dari tabuhan rebana dan salawat.

Tidak banyak kawasan di Palembang yang menerapkan tradisi ini. Biasanya, hanya dilakukan pada perkampungan yang didominasi masyarakat keturunan Arab, salah satunya Kampung Arab di 14 Ulu Palembang.

Musik rebana yang dilantunkan tentunya akan menambah suasana kegembiraan umat Islam atas kemenangan yang mereka raih usai berpuasa dan menahan diri selama satu bulan penuh. Rumpak-rumpakan akan ditutup dengan kegiatan doa bersama. Bukan hanya sekedar tradisi, rumpak-rumpakan menjadi bukti atas tingginya nilai kekeluargaan dan keagamaan di Palembang.

5. Munjung, berbagi makanan antarkeluarga

Ilustrasi tradisi munjung (freepik.com/freepik)

Kalau kamu memilih untuk berlebaran di Palembang, kamu akan menemukan satu tradisi bernama munjung yang berarti berbagi makanan. Jenis makanan yang diberikan kepada keluarga tidak terbatas, kamu bisa memberikan pempek hingga makanan khas Palembang lainnya kepada keluarga.

Berdasarkan tradisi lamanya, biasanya munjung dilakukan satu hari sebelum lebaran. Di mana orang yang lebih muda akan memberikan makanan kepada keluarga yang lebih tua, seperti anak ke ibu, atau menantu ke mertua.

Hal ini bertujuan untuk mempererat silaturahmi keluarga, sebab akan ada momen saling memaafkan dan doa bersama usai munjung dilakukan. Namun, seiring perkembangan jaman, munjung bisa dilakukan oleh siapa pun, termasuk antar tetangga.

6. Menyajikan kuliner khas Palembang yang sarat makna

Pempek (instagram @unclerumi)

Kekayaan kuliner tidak hanya menjadikan masyarakat Palembang berbangga diri. Akan tetapi, kehadiran kuliner ini justru membuat momen lebaran di Palembang jadi semakin sarat akan makna kebudayaan, sejarah, dan kerukunan.

Beberapa makanan yang wajib ada saat lebaran di Palembang yaitu pempek, bolu delapan jam, maksuba, tekwan, malbi, dan beberapa kuliner lainnya. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan masyarakat Palembang akan kekayaan, keragaman, serta keseimbangan hidup antarmanusia untuk saling berbagi.

Kuliner Palembang ini juga menjadi identitas yang akan mengiringi warisan budaya yang berharga dan wajib untuk dijaga.

Tradisi lebaran di Palembang tak ubahnya seperti yang terjadi di wilayan lain di Indonesia. Tradisi ini ada untuk terus menjaga eksistensi perayaan dan kebahagiaan masyarakat dengan karakternya masing-masing, jadi sebagai anak muda kita wajib banget untuk meneruskan dan memeliharanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us