TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waspada! Angka Kematian Akibat COVID-19 di Palembang 4,4 Persen 

Banyak lansia yang meninggal akibat telat ditangani

ilustrasi pandemi COVID-19 (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

tPalembang, IDN Times - Angka kematian kasus COVID-19 di Kota Palembang tertinggi di Sumatra Selatan (Sumsel), yakni mencapai 4,4 persen. Sejak Maret 2020, Kota Palembang mencatat ada 628 pasien COVID-19 yang meninggal. 

Kasus kematian Palembang bahkan melebihi standar organisasi kesehatan dunia (WHO) sebesar 2,2 persen dan nasional 2,8 persen.

"Hal ini perlu diwaspadai. Kebanyakan yang meninggal akibat COVID-19 adalah lansia di atas 60 tahun yang memiliki komorbid," ungkap Kasi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Dinkes Kota Palembang Yudhi Setiawan, kepada IDN Times, Sabtu (19/6/2021).

Baca Juga: Jumlah BOR Palembang Menurun 41,74 Persen, Ini Alasannya

1. Banyak pasien yang terlambat memeriksakan diri

Ilustrasi seorang pasien COVID-19. (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

Yudhi menjelaskan ada beberapa sebab tingginya angka kematian Kota Palembang. Salah satunya penyebab utama adalah pasien terlambat datang ke fasilitas kesehatan.  Rata-rata penyakit penyerta pasien COVID-19 yang meninggal dunia adalah diabetes, hipertensi dan jantung sehingga memperparah penyakitnya.

Saat ini, Dinkes Palembang terus berupaya mencegah agar kasus kematian semakin meningkat. Salah satunya dengan melakukan proses tracing, testing dan treatment.

"Apapun penyakitnya, kalau ditangani lebih cepat akan cepat juga ditangani. Terutama mereka yang sudah mengalami gejala sesak napas, demam di atas 38 derajat, harus cepat ke fasilitas kesehatan," ungkap dia.

2. "Takut dicovidkan" jadi stigma di tengah masyarakat

Makam COVID-19 di Gandus Palembang. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Selama ini, pasien dengan komorbid di Palembang datang setelah kondisi tubuh drop. Hal ini yang membuat proses penanganan pasien semakin sulit. Masyarakat Palembang, memiliki kecenderungan takut memeriksakan diri ke faskes akibat anggapan yang salah.

"Banyak dari pasien takut kalau ke faskes, lalu 'dicovidkan'. Hoaks dan stigma inilah yang masih kuat," jelas dia.

Padahal, imbuhnya, penegakan diagnosa seseorang gak segampang itu. Ada proses pemeriksaan medis yang harus dilalui pasien sebelum dinyatakan positif COVID-19.  Salah satu tahapan yang harus dilalui pasien adalah pemeriksaan dengan polymerase chain reaction (PCR).

"Dan semua pembiayaan gratis, faskes tentu punya SOP yang jelas dalam menyatakan pasien tersebut benar-benar terpapar virus," kata dia. 

Baca Juga: Kasus Stunting Menyerang Ribuan Bayi di Palembang

Berita Terkini Lainnya