Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengapa Kita Sering Tidak Menyadari Sikap Buruk Diri Sendiri?

ilustrasi wanita (pexels.com/Samson Katt)
ilustrasi wanita (pexels.com/Samson Katt)
Intinya sih...
  • Bias kognitif membuat sulit melihat kesalahan diri sendiri dan lebih mudah menyalahkan faktor eksternal.
  • Pembenaran diri memengaruhi cara kita merespon kritik, membuat kita defensif dan sulit belajar dari kesalahan.
  • Kurangnya umpan balik jujur dan lingkungan yang tidak mendukung perubahan positif bisa menyulitkan kita menyadari dan memperbaiki sikap buruk.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernahkah kamu merasa kalau orang lain sering mengkritik sikapmu, sementara kamu sendiri merasa tidak ada yang salah? Terkadang, meski sudah berusaha yang terbaik, tetap ada yang menganggap sikap kita kurang baik. Hal ini bisa membuat bingung dan memunculkan pertanyaan, “Apa yang salah, ya?”

Rupanya, ada beberapa alasan kenapa kita sering tidak menyadari sikap buruk diri sendiri. Yuk, simak penjelasan di bawah ini untuk memahami lebih jauh!

1. Bias kognitif yang menutupi realita

ilustrasi pasangan (pexels.com/Timur Weber)
ilustrasi pasangan (pexels.com/Timur Weber)

Salah satu penyebab utama adalah bias kognitif. Ini adalah kecenderungan kita untuk memproses informasi dengan cara yang lebih menguntungkan diri sendiri. Misalnya, kita cenderung lebih mengingat kesuksesan daripada kegagalan. Hal ini membuat kita sulit untuk melihat kesalahan atau sikap buruk yang kita miliki. Selain itu, kita juga lebih mudah menyalahkan faktor eksternal ketimbang mengakui kesalahan sendiri.

Bias ini sering kali berlangsung tanpa kita sadari. Mungkin kita merasa sudah bersikap adil dan objektif, padahal sebenarnya kita sedang memanipulasi informasi demi melindungi ego. Ini adalah mekanisme pertahanan alami, tetapi bisa menghalangi kita untuk berkembang dan memperbaiki diri.

2. Kebiasaan pembenaran diri yang mengganggu

ilustrasi lelah (pexels.com/Kaboompics)
ilustrasi lelah (pexels.com/Kaboompics)

Pembenaran diri juga jadi faktor penting. Sering kali, kita mencari alasan untuk membenarkan tindakan kita, meskipun jelas salah. Contohnya, kita mungkin berpikir, “Aku marah karena dia yang mulai duluan,” padahal sebenarnya kita bereaksi berlebihan. Pembenaran ini membuat kita merasa lebih baik tentang tindakan kita, walau kita sebenarnya tahu itu salah.

Ketika mendapat kritik, kita sering defensif dan lebih suka mencari alasan untuk membela diri daripada mendengarkan perspektif orang lain. Akibatnya, hubungan kita dengan orang lain bisa terhambat, dan kita jadi kesulitan untuk belajar dari kesalahan.

3. Kurangnya umpan balik yang jujur dari sekitar

ilustrasi berbincang (pexels.com/Alexander Suhorucov)
ilustrasi berbincang (pexels.com/Alexander Suhorucov)

Tak jarang, orang-orang di sekitar kita enggan memberikan umpan balik yang jujur karena takut menyakiti perasaan kita. Alhasil, kita jadi tidak sadar jika ada sikap yang perlu diperbaiki. Tanpa umpan balik yang jujur, kita sulit melihat kekurangan diri dan memperbaikinya.

Kurangnya umpan balik yang jujur ini juga membuat kita merasa nyaman dengan sikap buruk kita. Kita mungkin berpikir tidak ada yang salah karena tidak ada kritik. Padahal, bisa jadi orang-orang di sekitar kita hanya ingin menghindari membuat kita merasa tidak nyaman.

4. Kebiasaan yang terlanjur mendarah daging

ilustrasi teman (pexels.com/Amina Filkins)
ilustrasi teman (pexels.com/Amina Filkins)

Sikap buruk yang sudah menjadi kebiasaan sulit untuk disadari. Kita bisa jadi sudah terlanjur nyaman dengan perilaku tertentu sehingga tidak lagi melihatnya sebagai masalah. Misalnya, kebiasaan berbicara kasar atau meremehkan orang lain yang mungkin terbentuk dari lingkungan atau pengalaman masa lalu.

Kebiasaan ini sering kali terjadi secara otomatis tanpa kita sadari. Mungkin kita tidak menyadari bahwa cara berbicara atau bertindak bisa menyakiti orang lain. Oleh karena itu, penting untuk selalu melakukan refleksi diri dan berusaha memperbaiki kebiasaan buruk yang sudah mendarah daging.

5. Pengaruh lingkungan yang tidak mendukung

ilustrasi pasangan (pexels.com/George Pak)
ilustrasi pasangan (pexels.com/George Pak)

Lingkungan sekitar kita berperan besar dalam membentuk sikap. Jika kita berada di lingkungan yang permisif terhadap sikap buruk, kita cenderung menganggapnya normal. Misalnya, jika di tempat kerja banyak yang suka bergosip, kita mungkin tidak sadar bahwa kita juga ikut-ikutan bergosip. Lingkungan yang tidak mendukung perubahan positif bisa menyulitkan kita untuk menyadari dan memperbaiki sikap buruk.

Lingkungan negatif juga bisa mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Kita bisa merasa bahwa sikap buruk kita adalah hal yang wajar karena semua orang di sekitar kita melakukannya. Oleh karena itu, penting untuk memilih lingkungan yang positif dan mendukung perkembangan diri.

Menyadari sikap buruk diri sendiri memang tidak mudah, tetapi dengan melakukan refleksi diri dan menerima umpan balik dari orang lain, kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Jadi, ayo mulai lebih peka terhadap sikap kita sehari-hari!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Yogie Fadila
EditorYogie Fadila
Follow Us