Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Studi Penting Ini Ungkap Bahaya Gadget untuk Anak di Bawah 2 Tahun

ilustrasi anak kecil main gadget (pexels.com/Harrison Haines)
ilustrasi anak kecil main gadget (pexels.com/Harrison Haines)

Hampir mustahil rasanya memisahkan anak dari gadget di zaman sekarang. Apalagi kalau kamu butuh “penyelamat darurat” biar si kecil anteng sebentar saat lagi sibuk masak, kerja, atau sekadar pengin istirahat. Tapi, ternyata penggunaan gadget pada anak di bawah usia 2 tahun bisa berdampak serius pada perkembangan otaknya, lho. Bahkan ada beberapa studi ilmiah yang menyarankan untuk benar-benar menghindari screen time pada usia ini.

Menurut rekomendasi dari American Academy of Pediatrics, anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya gak mendapatkan screen time sama sekali. Begitu juga dengan World Health Organization (WHO), yang tetap menyarankan screen time nol untuk anak usia dini. Lalu, kenapa sih gadget bisa berbahaya untuk anak usia di bawah 2 tahun? Berikut ini beberapa studi yang bisa jadi bahan pertimbangan kamu sebagai orang tua.

1. Screen time berlebihan bisa memicu keterlambatan bicara

ilustrasi anak kecil main gadget (pexels.com/Kaboompics.com)
ilustrasi anak kecil main gadget (pexels.com/Kaboompics.com)

Menurut penelitian dalam JAMA Pediatrics, anak berusia 18 bulan yang terbiasa menonton layar lebih dari 2 jam per hari menunjukkan risiko lebih tinggi mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman bahasa. Anak-anak ini kesulitan meniru kata-kata baru karena kurangnya interaksi verbal secara langsung dengan orang tua atau lingkungan sekitarnya.

Keterlambatan ini terjadi karena komunikasi dua arah yang dibutuhkan anak untuk belajar berbicara gak bisa didapatkan dari layar. Mereka mungkin bisa menirukan suara atau kata dari video, tapi tanpa tahu konteks atau artinya. Inilah kenapa screen time terlalu dini justru memperlambat proses belajar bahasa.

2. Belajar dari layar gak seefektif belajar dari interaksi langsung

ilustrasi anak kecil main gadget (pexels.com/Alex P)
ilustrasi anak kecil main gadget (pexels.com/Alex P)

Penelitian dari University of Washington tahun 2003 menunjukkan bahwa bayi usia 9 bulan bisa belajar bahasa Mandarin hanya dari interaksi langsung dengan penutur asli selama lima jam. Tapi, bayi lain yang mendapatkan pelajaran yang sama lewat DVD gak menunjukkan hasil belajar yang berarti.

Studi ini jadi bukti kuat bahwa anak butuh kontak manusia untuk benar-benar menyerap informasi. Interaksi langsung mengandung ekspresi wajah, intonasi suara, dan respons spontan yang gak bisa ditiru oleh media digital. Jadi, meskipun videonya edukatif, tanpa keterlibatan orangtua, manfaatnya tetap minim.

3. Anak butuh pengalaman nyata, bukan hanya visual

ilustrasi anak kecil main di taman (pexels.com/Emma Bauso)
ilustrasi anak kecil main di taman (pexels.com/Emma Bauso)

Dr. Joel Shulkin, seorang dokter spesialis tumbuh kembang anak, menjelaskan bahwa bayi bisa terlihat pintar karena lihai menggunakan layar sentuh. Tapi itu bukan berarti mereka benar-benar belajar. Mereka hanya mengulangi apa yang dilihat dan didengar, tanpa paham konsep di baliknya.

Menurut penjelasan beliau, anak-anak belajar paling baik lewat pengalaman nyata: menyentuh benda, melihat reaksi langsung, dan menggunakan semua indera. Misalnya, anak yang bermain pasir kinetik bukan cuma merasa teksturnya, tapi juga belajar konsep kering, lengket, berat, atau ringan.

4. Gadget bisa menghambat kemampuan memahami isyarat sosial

ilustrasi anak kecil main gadget (pexels.com/Helena Lopes)
ilustrasi anak kecil main gadget (pexels.com/Helena Lopes)

Anak-anak butuh waktu untuk belajar membaca ekspresi wajah, intonasi suara, dan bahasa tubuh. Sayangnya, layar gak bisa menggantikan hal-hal ini. Bahkan, untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti autisme, ketidakmampuan membaca isyarat sosial bisa makin memburuk kalau mereka terlalu sering berinteraksi dengan gadget ketimbang manusia.

Menurut Dr. Shulkin, gadget gak punya kemampuan memberi umpan balik emosional seperti senyuman, ekspresi heran, atau intonasi naik-turun yang penting banget dalam proses belajar sosial anak. Hal-hal seperti kontak mata, sentuhan hangat, atau tawa spontan hanya bisa didapat lewat interaksi langsung, bukan lewat layar.

5. Screen time bisa mengganggu bonding antara anak dan orang tua

ilustrasi baca buku bareng anak (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi baca buku bareng anak (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Salah satu efek yang sering luput disadari adalah berkurangnya waktu berkualitas antara anak dan orang tua. Saat anak sibuk menonton, orang tua jadi kehilangan momen-momen kecil yang berharga untuk membangun ikatan batin. Padahal, bonding ini penting banget untuk perkembangan emosional dan mental si kecil.

Dr. Shulkin menyarankan agar orang tua lebih sering mengganti screen time dengan kegiatan seperti bermain play-doh, baca buku bareng, atau main puzzle. Aktivitas sederhana ini bisa bantu tumbuh kembang otak anak dan memperkuat hubungan emosional dalam keluarga.

Memang gak mudah menjauhkan anak dari gadget, terutama di era digital seperti sekarang. Tapi kalau tahu risikonya, kamu jadi bisa lebih bijak dalam memberikan akses ke layar sejak dini. Bukan berarti kamu harus 100% anti teknologi, tapi lebih ke memilih waktu dan cara yang tepat saat anak bersentuhan dengan layar.

Untuk anak di bawah 2 tahun, sebaiknya batasi banget bahkan sebisa mungkin hindari screen time. Gantilah dengan aktivitas yang lebih interaktif dan menyenangkan seperti bermain, ngobrol, dan eksplorasi lingkungan sekitar. Karena di usia ini, stimulasi nyata dari orangtua jauh lebih penting daripada konten apa pun di layar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us