Berkunjung ke Monpera Palembang, Bangunan Sejarah Bagi Pejuang Sumsel

Peresmian dilakukan tanggal 23 Februari 1988

Palembang, IDN Times - Monumen Perjuangan Rakyat atau Monpera menjadi bangunan bersejarah di Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel). Bangunan ini berdiri di sekitar kawasan Jembatan Ampera dan Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) I Jayo Wikramo.

Berdiri kokoh dengan desain berbentuk menyerupai melati bermahkota lima, Monpera Palembang melambangkan filosofi melati putih yang bermakna kesucian hati para pejuang dalam membela proklamasi dan kemerdekaan. Sedangkan arti sisi lima menunjukkan lima daerah keresidenan yang tergabung dalam Sub Komandemen Sumsel (SUBKOSS).

"Yakni keresidenan Palembang, Lampung, Jambi, Bengkulu dan Kepulauan Bangka Belitung," ujar Jem, pengelola Monpera Palembang kepada IDN Times, Minggu (27/9/2020).

1. Tinggi dan luas bangunan mencirikan kemerdekaan Indonesia

Berkunjung ke Monpera Palembang, Bangunan Sejarah Bagi Pejuang SumselMonumen Perjuangan Rakyat (Monpera) di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Saat pertama kali melangkahkan kaki ke Monpera, wisatawan lokal maupun luar dapat melihat kemegahan bangunan setinggi 17 meter atau 8 lantai. Setiap lantai memiliki 45 bidang bangunan pada bagian depan, samping, dan belakang.

"Tinggi dan luasan bangunan mencirikan kemerdekaan Indonesia yakni 17 Agustus 1945," kata dia.

Setelah berjalan ke sisi sebelah kanan dari arah depan Monpera Palembang, pengunjung disuguhkan cerita perjuangan rakyat melalui relief pra kemerdekan. Dalam situasi itu, digambarkan rakyat Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun dan berlanjut dijajah Jepang selama 3,5 tahun saat perang Asia Ray.

"Menceritakan rakyat Indonesia dipaksa kerja untuk kepentingan Jepang pada Perang Dunia II," timpalnya.

Baca Juga: Riwayat Kawasan Cinde: Makam, Lokasi Perang dan Apartemen

2. Biaya pembangunan menghabiskan Rp1,182 miliar

Berkunjung ke Monpera Palembang, Bangunan Sejarah Bagi Pejuang SumselMonumen Perjuangan Rakyat (Monpera) di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Monpera selesai dibangun pada tahun 1988 pada masa Gubernur Sumsel, Sainan Sagiman. Peresmian Monpera Palembang dilakukan pada 23 Februari 1988, dan dihadiri langsung H. Alamsyah Ratu Prawiranegara yang menjabat Menko Kesra pada saat itu.

Pembangunan Monpera merupakan keinginan sesepuh pejuang kemerdekaan RI di Sumsel yang tergabung dalam legiun veteran. Keinginan disampaikan dalam rapat LVRI 2 pada Agustus 1970.

"Namun 17 Agustus 1945 baru dilaksanakan peletakan batu pertama. Biaya yang dihabiskan mencapai Rp1,182 miliar dengan sebagian bersumber dari APBD Sumsel," jelas Jem.

Pada halaman depan berdiri tugu gading gajah tunggal. Bangunan tersebut menunjukkan bahwa gajah merupakan hewan penghuni hutan belantara Sumsel, lalu bertuliskan 'gajah mati meninggalkan gading dan tak ada gading yang tak retak'.

Menuju pintu masuk gerbang Monpera, ada pemandangan bangunan enam cagak beton yang berdiri kokoh dengan masing-masing sisi bertautan, yakni tiga cagak kiri dan kanan yang melambangkan satu kesatuan wilayah pertahanan. Tepat di aas dua cagak beton utama terdapat bunga Seruni yang menjadi ciri khas Palembang dan wilayah sekitar.

3. Jadwal kunjungan setiap hari kecuali libur nasional

Berkunjung ke Monpera Palembang, Bangunan Sejarah Bagi Pejuang SumselMonumen Perjuangan Rakyat (Monpera) di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Bisa menjadi salah satu referensi tempat wisata di Palembang, bangunan bersejarah Monpera menyimpan ratusan peninggalan lukisan, buku, senjata dan beragam koleksi replika patung serta peralatan yang dipakai oleh para pejuang Sumsel merebut kemerdekaan bangsa termasuk kisah perang lima hari lima malam yang terjadi.

Masuk ke dalam gedung Monpera Palembang, cat oranye membuat terang mata memandang bentuk ruangan segi lima itu. Bila diperhatikan detail, bangunan bersejarah ini memiliki sembilan jalur dengan setiap sisi kiri, kanan dan belakang memiliki masing-masing tiga bagian jalur.

Menurut filosofi jumlah sembilan jalur Monpera Palembang bermakna kebersamaan. Yakni, kalau di Palembang merujuk ke cerita "Batang Hari Sembilan" sementara arti dari Jambi mengacu kisah "Pucuk Jambi Sembilan Lurah" dan kalau dari Lampung mengenai "Abung Siwou Migou".

Setelah sampai di lantai paling atas Monpera, pengunjung diperbolehkan naik ke atap bangunan dengan tetap terpantau oleh CCTV pengelola, dan dari sana wisatawan bisa menatap Kota Palembang dari ketinggian 17 meter. Publik dapat melihat menara Masjid Agung Palembang serta kokohnya Jembatan Ampera.

"Jadwal kunjungan setiap hari kecuali libur nasional dengan waktu kunjung pukul 08:00-16:00 WIB hari Senin-Kamis, Jumat ada jeda istirahat mulai 11:30-13:30 WIB, dan Sabtu-Minggu hanya sampai pukul 15:00 WIB," kata Jem.

4. Sejak Januari 2020, kepengurusan Monpera beralih dari Pemkot ke Pemprov

Berkunjung ke Monpera Palembang, Bangunan Sejarah Bagi Pejuang SumselMonumen Perjuangan Rakyat (Monpera) di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Namun sayang, kini, Monpera yang menyimpan berbagai macam bukti sejarah perjuangan itu tampak mulai terabaikan. Hal tersebut lantaran persoalan biaya perawatan koleksi termasuk dana untuk renovasi bangunan yang tak memadai.

Memurut Jem, kepengurusan Monpera telah beralih dari pemerintah kota (Pemkot) ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) sejak Januari 2020. Renovasi ataupun perbaikan koleksi juga belum dilakukan. Seperti fasilitas lift yang sebelumnya tersedia bagi pengunjung, saat ini sudah lama tidak berfungsi.

"Semenjak dikelola kota memang belum banyak renovasi ulang. Ada beberapa bagian di sini yang rusak, termasuk koleksi itu sendiri. Dulu memang ada lift untuk pengunjung, ada juga lift untuk barang. Tapi sudah lama rusak, jadi tidak bisa dipakai," tandas dia.

Berikut koleksi barang di Monpera Palembang:

1. Sekitar ada 178 buah poto-poto perjuangan meliputi peristiwa dan kenangan

2. Tersimpan replika senjata yang dipergunakan saat perang dirampas dari Jepang. Kendati sebagian Indonesia membuat sendiri, seperti pistol, juki kanju, fiat, teki danto, meriam sunan, meriam kecepek, sten, MK IV, doublekop, pedang sabil, anjau darat dan lain-lain.

3. Mata uang tiga zaman yaitu VOC, Jepang dan Republik (original)

4. Koleksi buku perpustakaan dengan materi perjuangan dan buku umum berbagai judul kurang lebih 568 buah.

5. Patung-patung pahlawan: dr A K Gani, drg M Isa, H Abdul Rozak, Bambang Utoyo (Jend. Purn), Hasan Kasim (Brigjen. Purn), Harun Sohar (Letjen. Purn) dan H Barlian (Kol. Purn)

6. Koleksi pakaian tentara yang digunakan saat masa perjuangan

7. Lukisan peristiwa peperangan ukuran besar sebanyak tiga buah.

Baca Juga: Tambah Ruang Terbuka, Pemprov Sumsel Ubah Wajah Monpera Palembang

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya