TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Melihat Rutinitas Cuci Patung Dewa di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang 

Ada makna kesucian di balik tradisi pembersihan rupang

Melihat Rutinitas Cuci Patung Dewa di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Imlek bagi masyarakat Tionghoa merupakan momen spesial yang ditandai dengan kunjungan umat ke sejumlah Klenteng. Salah satu tujuan masyarakat Tionghoa adalah Klenteng Candra Nadi Soei Goeat Kiong Palembang atau lebih dikenal dengan Klenteng Dewi Kwan Im.

Sebelum Imlek, Klenteng yang berada di kawasan 9 Ulu di bawah Jembatan Ampera itu memiliki tradisi untuk menghargai leluhur, yakni melakukan pembersihan patung dewa atau disebut cuci rupang (para patung dewa).

Tradisi yang dilakukan setahun sekali itu  bermakna kesucian dan bersih.

"Jadi dewa sudah naik ke atas, naik ke langit baru kita lakukan cuci rupang. Dewa sudah naik semalam (4/7/2021) jam 12 malam. Dewa diantar ke atas kami sembahyang, jam 2 dini hari dewa baru benar-benar naik, istilahnya kalau dewa sudah tidak ada lagi (dalam patung) dan Dewa akan pulang hari keempat setelah Imlek (perayaan Imlek 2021 berlangsung pada 12 Februari)," kata Harun, salah satu pengurus Klenteng Dewi Kwan Im, Jumat (5/1/2021).

Baca Juga: Hampir Setahun Pandemik, Dinkes Palembang Akui PCR Kurang Maksimal

1. Ada 12 meja sembahyang di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang

Melihat Rutinitas Cuci Patung Dewa di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Memasuki kawasan klenteng, empat patung naga langsung menarik perhatian IDN Times. Keempt patung itu ditempatkan sedemikian rupa di bagian atas atap klenteng.

Selain itu, ornamen dengan dominan warna merah pun semarak menghiasi klenteng. Tiang-tiang kokoh menopang setiap sudut bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 7 ribu meter persegi (m2). 

Klenteng Candra Nadi Soei Goeat Kiong Yayasan Dewi Pengasih Palembang, begitu tulisan merah yang tertera di atas papan nama warna dasar kuning itu. Ini menjadi penanda pintu masuk klenteng.

Menginjakkan kaki menuju ke dalam, IDN Times terlihat guci berisi abu diletakkan di atas meja dengan sudah ada garu ditancapkan. Di klenteng ini, ada 12 meja yang dijadkan sebagai tempat berdoa.

"Setiap meja beda dewa. Kalau yang pertama ini meja Tuhan Yang Maha Esa. Kalau kita ada tahapan sesuai urutan kasta dewa, tidak boleh melangkahi yang tinggi," jelasnya. Hal itu sudah menjadi etika yang berlaku di klenteng tersebut. 

2. Cuci rupang, tradisi setahun sekali yang sarat makna

Melihat Rutinitas Cuci Patung Dewa di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Di tengah hilir-mudik warga Tionghoa yang memanjatkan doa sambil memegang garu merah untuk memohon permintaan, petugas dari pengelola Klenteng Dewi Kwan Im seolah tak terganggu. Mereka tetap giat membersihkan rupang untuk menyambut perayaan Imlek. 

Tradisi itu sudah berlangsung sejak Klenteng berdiri pada tahun 1700 Masehi. "Ini (cuci rupang) dilakukan setahun sekali, biasanya satu seminggu sebelum Imlek atau di hari ulang tahun Klenteng. Tergantung kebijakan pengelola," kata Harun,

Ada makna mendalam di balik kegiatan tersebut. Cuci rupang dilaksanakan dengan harapan, tahun depan jadi lebih plong dan tidak ada lagi kotoran. "Dan batin kita lebih baik dan tenang," ungkap dia.

Menurut Harun, patung dewa memberikan makna berbeda sesuai tingkatan kasta, seperti yang tinggi dan agung ada Dewi Kwan Im, Dewa Sidarta Gautama, Dewa Milefo dan lain-lain.

Baca Juga: Hampir Setahun Pandemik, Dinkes Palembang Akui PCR Kurang Maksimal

Berita Terkini Lainnya