TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Fakta Klenteng Dewi Kwan Im di Palembang: Sudah Berdiri Sejak 1773

Klenteng di Seberang Ulu Palembang ini ramai saat Imlek

Persiapan menyambut tahun baru imlek di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Perayaan tahun baru Imlek bagi warga keturunan Tionghoa di Tanah Air menjadi momen istimewa. Sebagian dari mereka memilih berdoa dan memanjatkan rasa syukur saat beribadah di sejumlah klenteng.

Termasuk di Palembang, masyarakat etnis Tionghoa di Bumi Sriwijaya banyak berkunjung di salah satu klenteng tertua. Klenteng Candra Nadi Soei Goeat Kiong Palembang atau lebih dikenal dengan Klenteng Dewi Kwan Im.

Terletak tak jauh di bawah Jembatan Ampera, tepatnya di kawasan 9/10 Ulu Palembang, klenteng berdiri kokoh sejak 1773 pada masa Kesultanan Palembang Darussalam dan Kolonial Belanda. Salah satu lokasi bingen di Sumatra Selatan (Sumsel), berikut fakta-fakta Klenteng Dewi Kwan Im yang harus kalian ketahui.

Baca Juga: Palembang Bikin Akses Jalur Darat ke Pulau Kemaro

1. Klenteng tidak mengizinkan sesaji darah babi

Persiapan menyambut tahun baru imlek di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Biasanya di malam perayaan Imlek, warga keturunan Tionghoa memiliki tradisi menyiapkan sesajian bagi para leluhur. Namun di Klenteng Dewi Kwan Im ada hal berbeda yang dilakukan. Yakni, klenteng tidak menyajikan atau tidak mengizinkan sesaji darah babi dan anjing.

Hal tersebut dipengaruhi karena adanya kisah warga Tionghoa yang menikah dengan umat muslim berkaitan dengan sejarah Pulau Kemaro dan Kampung Kapitan. Selaras legenda putri Palembang, Siti Fatimah yang merupakan seorang muslim, menjadi istri seorang Pangeran Cina bernama Tan Bon An.

"Sehingga untuk menghormati leluhur mereka yang muslim tidak dibolehkan untuk memakai darah binatang yang diharamkan di agama Islam," ujar Tjik Harun, salah satu pengurus Klenteng Dewi Kwan Im Palembang.

2. Ada 12 meja tempat berdoa di Klenteng Kwan Im Palembang

Situasi di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Jika kalian berkunjung ke sana, aroma dupa (hio) langsung menusuk ke hidung. Dupa merupakan salah satu sarana yang dipercaya sebagai penghubung ke Thien. Secara harfiah, Thien disebut langit atau sebagai Tuhan.

Menginjakkan kaki menuju ke dalam, kalian bisa langsung melihat guci berisi abu yang tertancap garu di atas. Di klenteng ini, ada 12 meja yang dijadikan sebagai tempat berdoa.

"Setiap meja berbeda dewa. Kalau yang pertama meja Tuhan Yang Maha Esa. Kalau kita ada tahapan sesuai urutan kasta dewa, tidak boleh melangkahi yang tinggi karena sudah menjadi etika yang berlaku di sini," kata dia.

3. Terdapat makam panglima di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang

Melihat Rutinitas Cuci Patung Dewa di Klenteng Dewi Kwan Im Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Keseluruhan area Klenteng Dewi Kwan Im termasuk tempat parkir memiliki luas 7 ribu meter persegi (m2). Memasuki kawasan klenteng, empat patung naga menjadi daya tarik dan simbol perhatian siapa saja yang melihatnya. Keempat patung itu ditempatkan di bagian atas atap klenteng.

Klenteng Candra Nadi Soei Goeat Kiong Yayasan Dewi Pengasih Palembang, begitu tulisan merah yang tertera di atas papan nama warna dasar kuning, menjadi penanda pintu masuk. Ornamen dengan dominan warna merah semarak menghiasi klenteng. Tiang-tiang kokoh tampak kuat menopang tiap sudut bangunan.

Berkaitan dengan syarat ibadah tanpa sajian babi, ternyata di klenteng tertua ini terdapat makam seorang Panglima Palembang keturunan Tionghoa yang beragama Islam. Yakni Ju Sin Kong atau lebih dikenal dengan Apek Tulong.

"Menurut mitos, orang yang berziarah di sini akan mendapatkan keberkahan atau terbebas dari penyakit. Klenteng ini digunakan umat dari tiga agama dan kepercayaan untuk berdoa, agama Buddha, Tao, dan Konghucu," jelas Harun.

Baca Juga: Perayaan Imlek di Palembang Tanpa Hingar Bingar Barongsai dan Lampion

Berita Terkini Lainnya