Walhi Sumsel Kecam Rencana Pemda Melegitimasi Tambang Ilegal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Sumatra Selatan (Walhi Sumsel) mengkritik rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel dan Pemkab Musi Banyuasin (Muba), untuk melegitimasi tambang ilegal menjadi tambang rakyat. Kebijakan itu diambil oleh pemda setelah kecelakaan tambang ilegal di Sumsel selalu berulang hingga menimbulkan korban jiwa.
Ledakan tambang minyak ilegal di Muba misalnya, sudah berulang tiga kali dalam satu bulan terakhir. Tiga orang sudah meninggal dunia, dan dua orang korban mengalami luka bakar. Menurut Walhi, langkah melegalkan tambang rakyat tidak bisa menyelesaikan masalah.
"Menurut kami melegalkan tambang rakyat adalah keputusan yang keliru. Kebijakan itu tidak menjawab substansi kenapa selama ini timbul banyaknya tambang rakyat," ungkap Manager Kampanye Tambang dan Energi dari Walhi Sumsel, Febrian Putra Sopah kepada IDN Times, Jumat (15/10/2021).
1. Masyarakat gali tambang karena kehilangan wilayah kelola lahan
Febian menuturkan, tambang ilegal ini berawal dari ketidakadilan serta ketimpangan di wilayah kaya akan energi. Selama ini, masyarakat yang hidup dengan bertani mulai terpinggirkan oleh penguasaan lahan kepada perusahaan tambang atau perkebunan.
"Berdasarkan hasil investigasi mendalam Walhi Sumsel, permasalahan tambang rakyat terjadi akibat produksi lahan pertanian dan perkebunan yang dikuasai penguasaan lahan. Kondisi ini menimbulkan persoalan ekonomi, masyarakat lantas kehilangan mata pencarian," jelas dia.
Baca Juga: Minta Kelola Tambang Rakyat, Sumsel Desak Pusat Revisi Aturan
2. Korporasi paling banyak kelola lahan di Sumsel
Walhi juga melihat persoalan ketimpangan penguasaan lahan antara masyarakat dengan korporasi sudah berada dalam tahap puncak. Penguasaan ruang sumber penghidupan telah dikuasai sekitar 80 persen oleh Korporasi di Sumsel.
"Angka ini belum termasuk penghancuran wilayah kelola rakyat melalui pemutihan tata ruang untuk industri ekstraktif (Tambang, Perkebunan, dan HTI). Terlebih lagi pendekatan ekonomi melalui ekstraksi hanya memikirkan konsumsi industri," jelas dia.
3. Negara harus perluas wilayah pengelolaan tanah rakyat
Konflik penguasaan lahan di antara wilayah kelola rakyat dengan penguasaan izin industri ekstraktif, telah berdampak pada lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Kondisi ini juga sejalan pada ketimpangan yang ditimbulkan secara ekonomi, sosial, dan budaya.
"Salah satu dampak serius yang terjadi adalah perubahan terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar area pertambangan," jelas dia.
Menurut dia, negara seharusnya memperluas wilayah kelola rakyat agar negara mengembalikan nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat. Hal ini sejalan dengan langkah kesejahteraan rakyat.
"Mereka awalnya memiliki pengetahuan pengelolaan sumber daya alam di sektor pertanian dan perkebunan, beralih bekerja di sektor pertambangan menjadi buruh serta menciptakan tambang ilegal," tutup dia.
Baca Juga: Gubernur Sumsel Minta Tambang Minyak Rakyat Dilegalkan