Deforestasi di Sumsel Naik 33 Persen, Korporasi Kuasai Lahan 38 Persen

Sedangkan negara hanya menguasai 18,6 persen lahan di Sumsel

Palembang, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Sumatra Selatan (Walhi Sumsel) menyebut kondisi deforestasi atau penggundulan hutan mengalami peningkatan yang cepat. Penggundulan hutan di Sumsel naik sekitar 33,63 persen dalam delapan tahun terakhir.

Pada periode 2019 hingga 2013, upaya penggundulan hutan di Sumsel mencapai rata-rata 1,1 juta hektare (Ha) per tahun. Sedangkan pada 2013 hingga 2017 meningkat menjadi 1,47 ha per tahun.

"Ini tidak sesuai dengan pernyataan pemerintah. Padahal Indonesia sudah berkomitmen untuk menekan laju deforestasi," ungkap Kepala Divisi Kampanye Walhi Sumsel, Puspita Indah Sari, Jumat (15/4/2022).

1. Korporasi paling besar kuasai lahan di Sumsel

Deforestasi di Sumsel Naik 33 Persen, Korporasi Kuasai Lahan 38 PersenIlustrasi lubang bekas tambang (Dok.IDN Times/Istimewa)

Puspita menyebutkan, upaya penggundulan hutan berdampak langsung pada perubahan iklim. Wilayah Sumsel terdapat 9,159 ha lahan yang tersisa dengan total penduduk 8,47 juta jiwa.

Lahan-lahan tersebut sudah dibagi-bagi untuk kepentingan bisnis dan ekonomi. Walhi Sumsel mencatat, negara hanya menguasai 1,7 juta ha. Selebihnya korporasi menikmati 3,55 juta ha dan 3,9 ha lagi dikuasai masyarakat.

"Lahan di Sumsel sebagian besar sudah dikuasai korporasi. Dari total 3,55 juta hektare yang dikuasai korporasi itu adalah kebun kayu 1,5 hektare, perkebunan 1,3 juta hektare, dan 675 ribu hektare untuk sektor pertambangan. Industri ekstraktif sangat berdampak pada lingkungan," ujar Pita.

Baca Juga: 70 Hektare Lahan Terbakar, BPBD Sumsel Lakukan Ini Cegah Karhutla

2. Deforestasi sebabkan menimbulkan kabut asap terparah

Deforestasi di Sumsel Naik 33 Persen, Korporasi Kuasai Lahan 38 PersenPemaparan mengenai perubahan iklim akibat pengaruh deforestasi (IDN Times/AJI Palembang)

Upaya deforestasi yang dilakukan oleh masyarakat maupun korporasi sempat menyebabkan bencana bagi Sumsel. Selama kurun lima tahun pada 2015-2020, tercatat ada satu juta ha lahan terbakar.

Deforestasi tersebut mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) besar pada 2015 dan 2019 lalu. Hasilnya, kabut asap parah menyelimuti Sumsel bahkan hingga menimbulkan gangguan asap ke negara tetangga.

"Kebakaran mengakibatkan kabut asap. Justru deforestasi turut menyebabkan kelumpuhan ekonomi," jelas dia.

Baca Juga: 1.000 Titik Panas Terpantau di Sumsel Sejak Awal Tahun

3. Banyak gugatan yang tak transparan

Deforestasi di Sumsel Naik 33 Persen, Korporasi Kuasai Lahan 38 PersenProses pemadaman api karhutla (IDN Times/BPBD Sumsel)

Pakar Komunikasi Lingkungan UIN Raden Fatah Palembang, Yenrizal mengatakan, kecenderungan penyebab karhutla di Sumsel berasal dari dua pihak. Yakni beberapa masyarakat dan perusahaan.

Sejak 2015, pemerintah sudah menggugat 17 perusahaan secara perdata dengan denda dan ganti rugi hingga Rp3,9 triliun akibat lahan yang terbakar.

"Gugatan ini dilakukan baik disengaja maupun tidak disengaja, dengan 75 kasus pidana karhutla yang ditangani aparat. Hanya saja, transparansi proses penanganannya yang kurang," jelas dia.

4. Peran media krusial melakukan pengawasan

Deforestasi di Sumsel Naik 33 Persen, Korporasi Kuasai Lahan 38 PersenIlustrasi Karhutla (Doc. BNPB)

Namun dalam proses hukum yang berjalan, tidak ada transparansi yang harusnya dilakukan. Hal ini juga timbul karena peran media yang kerap memberitakan peristiwa secara insidentil.

"Banyak pekerja media yang yang tidak terlalu memahami istilah karhutla dan tidak pernah datang ke lokasi kebakaran, sehingga berita yang diproduksi tidak komprehensif," kata dia.

Baca Juga: Tata Kelola Gambut: Izin Korporasi dan Ketegasan Pemerintah 

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya