5 Cara Membedakan Maskulinitas Sehat dan Toxic Masculinity, Sikap!

Istilah toxic masculinity telah menjadi topik hangat dalam diskusi sosial belakangan ini. Istilah ini merujuk pada serangkaian sikap dan perilaku yang dianggap merugikan, baik bagi pria maupun masyarakat di sekitarnya.
Sebaliknya, maskulinitas sehat adalah bentuk ekspresi yang mendukung pertumbuhan, kesejahteraan, dan hubungan positif. Bagaimana kita membedakan keduanya? Berikut lima cara mengenali perbedaan antara maskulinitas sehat dan toxic masculinity.
1. Pemahaman tentang kekuasaan

Maskulinitas Sehat: Menggunakan kekuasaan untuk mendukung dan memberdayakan orang lain. Seorang pria dengan maskulinitas sehat memahami bahwa kepemimpinan yang baik melibatkan kerendahan hati, empati, dan kolaborasi.
Toxic Masculinity: Menggunakan kekuasaan untuk mendominasi, mengontrol, atau menakut-nakuti. Perilaku seperti ini sering kali muncul dalam bentuk intimidasi atau pelecehan untuk menegaskan "kekuatan" mereka.
2. Sikap terhadap emosi

Maskulinitas Sehat: Pria dengan maskulinitas sehat tidak takut menunjukkan emosi, termasuk kesedihan, kerentanan, atau cinta. Mereka memahami bahwa emosi adalah bagian penting dari kehidupan manusia dan ekspresi emosional tidak mengurangi kejantanan mereka.
Toxic Masculinity: Berpikir bahwa menunjukkan emosi adalah tanda kelemahan. Pria dengan sikap ini sering kali menekan emosi mereka, yang dapat menyebabkan stres, kemarahan yang terpendam, atau bahkan gangguan kesehatan mental.
3. Interaksi dengan orang lain

Maskulinitas Sehat: Menciptakan hubungan yang didasarkan pada rasa hormat dan kesetaraan. Mereka mendukung pasangan, teman, dan rekan kerja tanpa memandang gender, serta menghormati batasan dalam hubungan interpersonal.
Toxic Masculinity: Berinteraksi dengan cara yang mengobjektifikasi, merendahkan, atau meremehkan orang lain, terutama wanita. Ini sering tercermin dalam perilaku seksis atau penggunaan kekerasan verbal maupun fisik untuk memanipulasi situasi.
4. Sikap terhadap kompetisi

Maskulinitas Sehat: Memahami bahwa kompetisi adalah cara untuk berkembang, bukan untuk menjatuhkan orang lain. Mereka bisa merayakan kesuksesan orang lain dan tetap termotivasi untuk mencapai tujuan mereka sendiri.
Toxic Masculinity: Memandang kompetisi sebagai medan perang di mana harus selalu menang, bahkan jika itu berarti merugikan orang lain. Sikap ini dapat memicu permusuhan, iri hati, dan ketidakmampuan bekerja dalam tim.
5. Pemahaman tentang peran gender

Maskulinitas Sehat: Menghormati pilihan setiap individu, termasuk yang melanggar stereotip gender tradisional. Pria dengan maskulinitas sehat tidak merasa terancam jika mereka atau orang lain menjalani peran yang "tidak biasa".
Toxic Masculinity: Berpegang teguh pada stereotip kuno, seperti anggapan bahwa pria harus menjadi pencari nafkah utama, tidak boleh mengurus rumah tangga, atau harus selalu tampil kuat. Membedakan antara maskulinitas sehat dan toxic masculinity adalah langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi semua orang.
Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat mendukung para pria untuk tumbuh menjadi versi terbaik dari diri mereka tanpa harus merasa terbelenggu oleh ekspektasi budaya yang kaku. Pelajari dan pahami perbedaan keduanya agar tidak terjebak dengan pemaknaan yang sebenarnya berbeda.