Pengabdian Pendamping Perhutanan Sosial Raih Hak Warga Kelola Hutan

- Menik Setyowati, aktivis peduli hutan di Sumsel, mendampingi masyarakat dalam program Perhutanan Sosial.
- Menik berperan aktif dalam pendampingan masyarakat di objek wisata alam Bukit Cogong, Desa Sukakarya dan Desa Sukerjo.
- Hasratnya untuk belajar bersama masyarakat, menggerakkan hati Menik untuk terus aktif di isu lingkungan.
Palembang, IDN Times - "Halo salam kenal, nama saya Menik Setyowati dan saat ini bekerja di NGO Hutan Kita Institute," Kata aktivis peduli hutan di Sumatra Selatan (Sumsel) melalui catatan suara (voice note) WhatsApp, saat menyapa IDN Times, Rabu (8/1/2024).
Suara Menik yang lembut, menjadi ciri khas perempuan keturunan Jawa tersebut. Menik memang lahir di Jawa Tengah, Kabupaten Kendal, 24 Januari 1994. Lebih dari lima tahun Menik aktif sebagai community organizer (CO) atau pendamping masyarakat. Kini, Menik bertanggung jawab mendampingi masyarakat yang ikut dalam program Perhutanan Sosial.
Perhutanan Sosial merupakan program pemerintah yang memberikan izin kelola legal lahan hutan, tanpa memiliki lahan di kawasan tersebut.
"Program ini diberikan pemerintah kepada masyarakat yang sudah terlanjur mengelola lahan di dalam kawasan hutan," jelas Menik.
1. Keresahan pada isu sampah memotivasi Menik aktif dan peduli lingkungan

Pelaksanaan program Perhutanan Sosial fokus terhadap lima skema. Yakni hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kawasan hutan. Bercerita panjang soal mekanisme menjadi pendamping masyakarat, Menik sejak remaja memang gemar sosialisasi terutama berbicara tentang isu lingkungan.
Kesukaannya terhadap lingkungan pun tak terlepas dari keresahan dia melihat sampah yang berserakan, berantakan dan tidak pada tempatnya. Bahkan, Menik selalu menyimpan sampah yang ia temukan di jalan dan sengaja menahan membuang sembarangan, hingga menemukan kotak sampah. Menik berujar, dia sangat anti terhadap orang yang serampangan terutama soal sampah.
"Kenapa saya peduli lingkungan? Karena saya sangat anti sama orang buang sampah sembarangan. Sebisa mungkin kalau ada sampah dan di tempat itu tidak kotak sampah, biasanya sampah saya simpan sampai bisa dibuang dengan benar," kata dia.
2. Dampingi masyarakat kelola objek wisata alam Bukit Cogong

Alumnus Sarjana Kimia Universitas Sriwijaya (Unsri) ini mengaku, bisa terjun langsungĀ menangani isu lingkungan dan sosial di pedesaan jadi momen yang paling mengesankan. Karena kata Menik, dia merasa lebih hidup dan berharga. Lewat perannya sebagai pendamping perhutanan sosial, dirinya bersyukur karena bisa bermanfaat bagi orang banyak.
"Ada rasa senang ketika kita bisa bermanfaat untuk orang lain," cerita Menik.
Selama menjadi pendamping perhutanan sosial, pengalaman baru program pendampingan yang sekarang ditekuni Menik adalah menjalani tanggung jawab untuk mendampingi masyarakat di objek wisata alam Bukit Cogong, Desa Sukakarya dan Desa Sukerjo, Kecamatan STL Ulu Terawas, Musi Rawas, yang dikelola oleh masyarakat.
3. Terjun sejak mengurus legalitas hingga pengembangan komunitas masyarakat

Pendampingan yang Menik lakukan di sana adalah mengedukasi penduduk sekitar soal bagaimana mereka harus merawat hutan dengan baik. Apalagi, masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan terbiasa mencari sumber penghidupan dalam hutan. Oleh karena itu, sambung Menik, tim HAKI bersama masyarakat mengusulkan izin perhutanan sosial dengan skema hutan kemasyarakatan.
Setelah Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Lingkungam Hidup dan Kehutanan (KLHK) terbit, masyarakat dapat mengelola hutan sesuai Permen LHK nomor 8/3 tahun 2016 tentang perhutanan sosial. Sekarang aturan tersebut berganti menjadi Permen LHK nomor 9 tahun 2021.
"Setelah masyarakat mendapatkan izin perhutanan sosial, masyarakat akan mendapatkan pendampingan untuk mengelola hutan," jelas dia.
Secara pelestarian lanjut Menik, dia berperan mendampingi untuk legalitas pengelolaan hutan.
"Pasca ada izin, saya sebagai CO berperan aktif pada peningkatan kapasitas kelembagaan dan tata kelola di sana (kawasan hutan)," ujarnya.
4. Menik sangat menyukai alam hingga terjun menjadi aktivis hutan

Menik amat dekat dengan lingkungan dan hutan sedari dia berkuliah. Menik waktu di perguruan tinggi aktif dalam organisasi Rimba Kami (SABAK). Memiliki kemampuan berpikir kreatif dan punya komunikasi lancar, Menik pernah jadi mahasiswa pecinta alam saat menuntut ilmu di kampus.
"Memang dari dulu suka alam, dan desa. Sampai akhirnya terjun di sini," kata Menik.
Pengalaman Menik mengedukasi warga desa bukan saja di Musi Rawas, Menik pernah sosialiasi soal hutan dan perlindungan kawasan di Muara Enim hingga kawasan di sana mendapatkan izin pemanfaatan lahan hutan.
Selain itu, Menik berperan peting dalam pembentikan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang mengembangkan produk unggulan potensi desa untuk meningkatkan kesejahteraan.
5. Hasrat belajar bersama masyarakat, menggerakkan hati Menik untuk terus aktif

Tak sekedar mencintai lingkungan, komitmen Menik di Hutan Kita Institute (HaKI) dibuktikan lewat pengabdian edukasi sosial kehutanan Musi Rawas. Menik di sana, fokus mengatasi resolusi konflik, perubahan iklim, dan pemberdayaan masyarakat.
"Bekerja di HaKI sudah memberikan banyak pengalaman. Mulai dari organisir masyarakat dengan karakter berbeda-beda hingga beradaptasi terhadap dinamika sosial yang terjadi di masing-masing desa," jelasnya.
Pengalaman paling menarik selama menjadi CO bagi Menik, yakni dia bisa berbahasa daerah. Walau sulit dan jadi tantangan, Menik berpuas diri bisa mengerti, memahami, sekaligus berkomunikasi dengan warga asli di Musi Rawas, tempat dirinya melakukan pendampingan.
"Saya belajar berbagai macam bahasa seperti Bahasa Semende, Bahasa Rawas dari suku Rawas di wilayah Kabupaten Musi Rawas," kata dia.
Bukan hanya menguasai bahasa daerah, dari pekerjaannya sebagai pendamping di Hutan Kita, Menik bisa ikut serta di setiap perayaan adat Musi Rawas. Dia pun jadi tahu, bagaimana budaya dan kearifan lokal di sana.
"Di hutan adat, saya belajar penyandingan kearifan lokal dan mengenal lebih dalam bersama masyarakatnya hingga adat istiadat," jelasnya.