Aesan Gede dan Aesan Paksangko, Baju Adat Wajib Pengantin Palembang

Identik dengan warna merah, lho

Pernikahan merupakan momen sakral sepasang insan berbahagia. Begitu juga dengan rangkaian tradisinya, termasuk mengenakan pakaian adat. Bagi pengantin asal Palembang, warna merah dibalut corak emas menjadi identitas daerah Bumi Sriwijaya.

Menariknya, pakaian pernikahan Palembang memiliki ragam aksesori dengan makna dan filosofi. Susunan baju pengantin pria dan mempelai wanita pun berbeda-beda. Apa saja pernik baju adat Palembang? Berikut IDN Times rangkum.

1. Baju adat pengantin Palembang dominan warna merah dan kuning emas

Aesan Gede dan Aesan Paksangko, Baju Adat Wajib Pengantin PalembangAksesori Aesan Paksangko dan Aesan Gede pakaian adat Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sebagian orang mengira baju pengantin Palembang adalah Aesan Gede. Tetapi sebenarnya memiliki macam kelengkapan aksesori dari atas kepala hingga ujung kaki. Seperti mahkota, kalung, gelang, rompi, songket, celana, saputangan dan sandal pengantin.

Budayawan Palembang, Vebri Al lintani mengatakan, baju adat Palembang yang biasa dipakai pengantin ada dua jenis, yakni Aesan Gede dan Aesan Paksangko. Kedua gaya pakaian tersebut melambangkan kebesaran dan keanggunan.

Zaman dahulu, dua busana tradisonal ini sering dijumpai dalam acara Munggah atau pernikahan, yang merupakan baju adat peninggalan kerajaan Sriwijaya. Seiring perkembangan waktu, modernisasi pakaian mengalami inovasi warna.

"Dominasi warnanya merah dilengkapi benang emas serta jubah bermotif bunga dan bintang emas. Tapi, sekarang baju pengantin tidak hanya merah dan banyak pilihan warna lain untuk mengikuti tren," kata dia.

Baju adat Palembang berbeda bagi pria dan wanita. Kelengkapan Aesan Gede khusus pria terdiri dari kopiah, kalung, bunga melati, teratai, selempang sawit, carkalimah, pending, gelang kano, gelang gepeng, baju, rompi, celana, songket dada, kain songket dan saputangan wangsit (berbentuk segitiga dikaitkan di jari tangan).

Sedangkan pengantin wanita memakai karusuhun (mahkota) kalung kebo munggah, teratai, selempang sawit, carkalimah, pending (ikat pinggang), gelang kano, gelang gepeng, sapu tangan wangsit, songket dada atau dodot, kain songket kembang setandan, kembang melati dan kembang goyang.

Baca Juga: Gaun Mewah Dinda Hauw dari Tunangan hingga Akad, Pakai Adat Palembang!

2. Pakaian pernikahan adat Palembang melambangkan kebesaran dan keanggunan

Aesan Gede dan Aesan Paksangko, Baju Adat Wajib Pengantin PalembangAesan Gede pakaian adat Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Secara harfiah Aesan berarti hiasan, sedangkan Gede adalah kebesaran. Sehingga Aesan Gede bermakna pakaian kebesaran yang menggambarkan keagungan dan kemewahan. Berbeda dengan Aesan Gede, Aesan Paksangko melambangkan keanggunan.

Gaya busana Aesan Paksangko untuk pria biasanya menggunakan songket Lepus sulam emas, selempang songket, seluar atau celana, serta sebuah songkok emas yang digunakan di kepala. Sementara Aesan Paksangko bagi wanita memakai baju kurung merah dengan motif bintang emas.

"Dengan mahkota sebagai penutup kepala, teratai penutup dada, serta kain songket bersulam emas," ujarnya.

Teratai bermakna bahwa laki-laki maupun perempuan mesti memiliki rasa kesabaran dan ketabahan hati dalam hal apapun. Sedangkan songket bermotif geometris abstrak murni berarti keramahan, ketertiban, dan saling menghormati sesama masyarakat Palembang.

"Hampir sama dengan songket, kalau dodot bermotif tumpal dengan garis zig-zag yang menyimbolkan kedua pengantin adalah makhluk sosial," terang Vebri.

Baca Juga: Tampil Memukau, 6 Artis Ini Mengusung Adat Palembang Saat Menikah 

3. Setiap aksesori baju adat Palembang memiliki filosofi berbeda

Aesan Gede dan Aesan Paksangko, Baju Adat Wajib Pengantin PalembangAksesori Aesan Paksangko dan Aesan Gede pakaian adat Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Tidak saja mahkota di atas kepala dan aksesori baju yang memiliki filosofi. Sendal pengantin pun mempunyai makna penting. Bernama Cenela, Selop atau Cerpu ini digunakan sebagai penutup jari kaki yang diberi perhiasan bersulam dan bermotif.

Cenela, adalah sejenis sandal yang dipakai oleh kedua mempelai pengantin. Biasanya berwarna senada dengan atasan. Selop mempunyai simbol bahwa melangkah dalam kehidupan harus mempunyai pelindung diri yaitu agama.

Bila penutup pijakan berarti arah langkah ke depan, aksesori kalung seperti kebo munggah yang bermotif kerbau, disimbolkan sebagai arti kesuburan dan dipandang sebagai penolak sesuatu hal yang jahat- jahat.

Biasanya kalung tersebut terbuat dari emas 24 karat, berbentuk lempengan bersusun tiga. Sedangkan selempang sawit yang dipakai pengantin menyilang dari bahu kiri ke pinggang sebelah kanan, dan dari bahu kanan kepinggang kiri bermakna laki-laki dan perempuan harus sejajar.

"Tidak ada yang merasa di bawah (kekuasaan). Selempang sawit aslinya terbuat dari emas 22 karat dengan ragam hias sulur dan ada aksen intan di tengah," jelas dia.

Baca Juga: 5 Makanan Bersantan Favorit Wong Palembang, Maknyus jadi Menu Berbuka 

4. Aksesori ikat pinggang menyimbolkan pengantin siap jalani kehidupan rumah tangga

Aesan Gede dan Aesan Paksangko, Baju Adat Wajib Pengantin PalembangAksesori Aesan Paksangko dan Aesan Gede pakaian adat Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Kemudian untuk simbol gelang gepeng memiliki makna nilai sosial berupa rasa persatuan, saling menguatkan, serta menjaga kerukunan. Aksesori ikat pinggang atau disebut dengan pending, menyimbolkan bahwa keduanya (pengantin) siap menjalani kehidupan rumah tangga.

"Ukuran pending sekitar 6x9 sentimeter terbuat dari emas 20 karat dan berbentuk lempengan. Namun saat ini, semua aksesori baju adat Palembang sudah replika emas," ungkap Vebri.

Sedangkan mahkota pada pengantin perempuan berarti sebagai jalan kelahiran, asal kehidupan, dan dianggap sebagai penghormatan serta penghargaan kepada wanita sebagai pusat kehidupan. Kalau bagi pria menandakan bahwa seorang laki laki harus mempunyai sifat berani dalam keluarga dan masyarakat.

"Mahkota untuk wanita juga menandakan sifat keibuan, kelembutan dan mempunyai
rasa kekeluargaan," kata dia.

Kalau hiasan saputangan segitiga yang terbuat dari beludru dan berwarna merah dengan sisinya bertabur kelopak bunga melati dari emas, bermakna ketegaran dan ketenangan hidup yang disimbolkan dari rantai dan juntaian bandul ditambah lempengan logam berbantuk wajik.

"Dipakai mempelai pria di jari tengah sebelah kanan (Aesan Gede), atau dipakai mempelai pria di telunjuk sebelah kiri (Aesan Paksangko), sedangkan wanita di kelingking sebelah kanan (Aesan Gede dan Aesan Paksangko)," timpalnya.

5. Warna merah pakaian adat Palembang berasal dari warna buah manggis

Aesan Gede dan Aesan Paksangko, Baju Adat Wajib Pengantin PalembangSongket di Aesan Paksangko dan Aesan Gede pakaian adat Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Pengamat Sejarah Universitas Islam Negeri Raden Fatah (UIN RF) Kemas Ari Panji menambahkan, warna merah atau sering disebut abang oleh masyarakat Palembang, menjadi warna identik baju adat karena filosofi buah manggis yang berkembang di masa Kesultanan Palembang Darussalam.

"Buah manggis melambangkan kejujuran, karena jumlah kelopak yang ada di bagian bawah sama dengan jumlah daging buah di dalamnya. Sehingga ajaran akhlak pada masa kesultanan sangat ditekankan," tambah dia.

Menurutnya walaupun buah manggis kulitnya gelap atau agak kehitaman, namun buah manggis yang sudah masak buahnya berwarna putih dan sangat manis. Artinya, jika rumah 'Wong Pelembang' bercat merah manggis di dinding luar, maka penghuninya adalah orang baik, suci perawakan, ataupun tutur katanya.

"Warna merah Manggis akan sangat indah jika dipadu dengan warna kuning emas yang melambangkan keanggunan, kemakmuran dan kemegahan," tandas dia.

Baca Juga: Yuk Bikin Maksuba, Kue 15 Lapis Khas Palembang yang Melegenda

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya