Suasana lokasi hiburan malam di Kuta Januari 2022. (IDN Times / Ayu Afria)
Bali menjadi wajah pariwisata Indonesia. Ketenarannya pun hingga mancanegara. Jalan Legian Kuta di Kabupaten Badung misalnya, hampir 24 jam tidak pernah tidur. Selain ramai lalu lalang kendaraan, pada siang hari juga penuh deretan ruko di sepanjang jalan yang menjajakan dagangan untuk para wisatawan asing.
Apabila malam tiba, bangunan-bangunan berubah cantik karena kelap-kelip lampu. Jedag-jedug musik Electronic Dance Music (EDM) terdengar hingga sudut-sudut sepanjang jalan itu.
Begitulah suasana pusat hiburan malam di Kuta dua tahun lalu, sebelum pandemik COVID-19 melanda.Bangunan klub-klub besar tersebut kini sepi dan tak terawat. Ketika kamu menyusurinya pada malam hari, akan semakin terasa bahwa pandemik benar-benar telah mengubah perekonomian masyarakat.
Warga setempat, Kadek Novi (28), yang tinggal di Kelurahan Legian mengatakan, selama bertahun-tahun kehidupannya dipenuhi dengan kebisingan hiburan malam. Sedangkan pada siang hari, penuh keramaian wisatawan yang berbelanja di artshop dan lalu lalang sepanjang Jalan Legian tersebut.
“Semua berubah mendadak menjadi sepi. Bahkan malam hari, pukul 18.00 Wita pun juga sepi. Jalan lowong. Di Monumen Bom Bali yang biasanya ramai dan padat berubah menjadi sepi. Lorong-lorong (Jalan) Poppies juga sunyi. Seperti itu dan sangat berubah drastis,” ungkapnya pada Jumat (7/1/2022).
Seorang pelaku seni, pasangan impersonator Michael Jackson, Damian dan Casia mengungkapkan, lokasi hiburan malam tempat ia bekerja sangat ramai dan dipenuhi dengan wisatawan dari mancanegara. Saat itu ia tidak kesulitan untuk mencari penghasilan. Namun kondisi berubah saat pandemik melanda, jalan-jalan kosong dan sangat sepi.
“Kami mudah mendapatkan penghasilan (saat itu). Saat pandemik, jalan-jalannya kosong. Sangat sepi dan kami kesulitan mendapatkan penghasilan,” ungkapnya.
Pendemik COVID-19 telah melumpuhkan industri pariwisata di Bali, tidak terkecuali di Kabupaten Klungkung. Beberapa objek wisata, terasa mati suri. Destinasi yang paling tampak sepi adalah Kertha Gosa yang berada di jantung Kota Semarapura.
Destinasi yang merupakan peninggalan Kerajaan Klungkung ini, sebelum pandemik selalu ramai dikunjungi wisatawan, khususnya wisatawan asing. Namun saat ini, setiap harinya destinasi ini sepi dan sunyi.
Destinasi wisata di Klungkung sebenarnya telah dibuka sejak bulan Oktober 2021 lalu. Namun kunjungan wisatawan ke destiansi wisata di Kota Semarapura masih sangat sepi. Seperti yang terlihat di Destinasi Kertha Gosa di Kota Semarapura.
"Pasca dibukanya objek wisata, kunjungan ke Kertha Gosa memang belum maksimal. Mengingat biasanya Kertha Gosa itu target pasarnya wisatawan asing. Sementara kunjungan wisatawan asing memang belum maksimal karena masih pandemik," ujar Kepala Dinas Pariwisata Klungkung, Anak Agung Gede Putra Wedana.
Sebelumnya, Kertha Gosa menjadi lokasi favorit bagi warga untuk melakukan pemotretan prewedding. Dalam sehari, selalu ada saja yang melakukan sesi foto di destinasi tersebut.
Namun saat ini kegiatan itu sudah sangat jarang terlihat. Padahal destinasi dengan bangunan berornamen Bali itu sudah dibuka. Begitu juga yang terjadi dengan Museum Semarajaya yang berada di satu area dengan Kertha Gosa. Museum tersebut sepi, jarang dikunjungi wisatawan.
Sama halnya dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang ramai dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara, kini mulai ditinggalkan. Sebut saja wisata Pasar Seni Sayang-Sayang di Kota Mataram, destinasi wisata Lembah Hijau di Lombok Timur dan destinasi wisata Senggigi Lombok Barat. Banyak toko, restoran, hotel, club yang menawarkan jasa hiburan hingga kuliner di Pantai Senggigi perlahan tutup. Hal ini bahkan terjadi sejak sebelum pandemik- COVID-19.
Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Barat Lalu Rifhandani mengatakan selama pandemik COVID-19 merebak di Provinsi NTB, khususnya di Kabupaten Lombok Barat diakui bahwa wisata pantai Senggigi yang dulunya sebagai lokasi Jazz Festival kini perlahan mati suri. Sebelum pandemik, NTB juga diguncang gempa pada 2018 lalu. Sejak saat itu kunjungan wisatawan ke Senggigi sudah berkurang.
Pemilik Artshop Pasar Seni Sayang-Sayang Kota Mataram, Sahidin saat ditemui IDN Times, Jumat (7/1/2022) mengatakan, bencana gempa bumi yang melanda NTB pada 2018 lalu membuat kunjungan wisatawan ke Pasar Seni Sayang-Sayang hampir tidak ada. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit.
Pada saat pandemik COVID-19 melanda dunia, pelaku wisata yang bergerak dalam ekonomi kreatif ini sangat terpukul. Pasar Seni Sayang-Sayang ditutup selama satu tahun dua bulan.
"Sekarang ini ada 11 artshop yang buka dari 24 artshop yang ada. Sisanya tutup karena kurangnya tamu," tutur Sahidin.
Terpisah, Salah satu pengusaha tenun asal Desa Sukarara, Kecamatan Puyung, Kabupaten Lombok Tengah, Suriani (40) mengaku jumlah penjualan selama pandemik COVID-19 menurun drastis. Hal itu disebabkan karena kurangnya jumlah kunjungan wisatawan ke Desa Sukarara.
"Dulu bisa sampai Rp1 juta hingga Rp4 juta dalam sehari. Sekarang mah boro-boro. Dapat Rp400 ribu saja Alhamdulillah. Karena penjulan kain tenun kan tergantung jumlah tamu yang datang," kata Suriani kepada IDN Times.
Suarni mengatakan, kunjungan tamu selama kurun 2021 kemarin, masih terpusat di Kawasan Ekonomi Khusus Kuta Mandalika. Beruntungnya, banyak pelaku travel agent membuat paket wisata yang mengharuskan tamu untuk dibawa berkunjung ke Desa Sukarara.
“Sejak WSBK kemarin, mulai agak ramailah. Tapi belum normal seperti sebelum pandemi. Kita juga ada kerja sama dengan pihak travel agent untuk membawa tam uke Sukarara,” katanya.