Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menulusuri Peninggalan Belanda di Palembang, Kota Venesia dari Timur (IDN Times/Dok. Feny Maulia Agustin)

Palembang mendapat julukan "Venesia dari Timur" karena didominasi kawasan sungai dan perairan. Palembang juga menjadi salah satu daerah yang ditinggali koloni Belanda selama kurang lebih 124 tahun, atau sejak Kesultanan Palembang Darussalam dihapuskan pada tahun 1825.

Bermula dari sistem perdagangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), akhirnya Belanda menjadikan Palembang sebagai tanah air kedua setelah negeri mereka, Negara Kincir Angin. Ketika Palembang dikuasai Belanda, pemerintah kolonial perlahan mengubah dari kota air menjadi kota daratan.

1. Jalan Jenderal Sudirman di kawasan Pasar 16 Ilir dan Masjid Agung merupakan daratan perdana hasil pembangunan Belanda

Potret dahulu dan sekarang Jalan Jenderal Sudirman di Palembang (IDN Times/Dok. Budaya Palembang Darussalam)

Puncak perubahan terjadi pada awal abad ke-20, sewaktu Belanda menjadikan Palembang sebagai kota atau Gemeente (pembagian administratif) untuk masterplan kota tahun 1929. Belanda mulai menimbun sungai serta rawa untuk membangun infrastruktur daratan, juga bangunan-bangunan tempat mereka bertinggal.

Kepala Seksi Permuseuman dan Bangunan bersejarah Dinas Kebudayaan Palembang, Nyimas Ulfah mengatakan, pembangunan daratan perdana yakni pengerukan anak Sungai Musi dan Sungai Tengkuruk di zaman kolonial pada tahun 1929-1930.

"Kawasan ini dijadikan Boulevard (jalan raya) kota yang saat ini menjadi Jalan Jenderal Sudirman, di area sekitar Pasar 16 Ilir Palembang dan Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo," ujarnya.

Kini seiring waktu, bangunan peninggalan Belanda beralih fungsi dengan tetap mempertahankan desain dan gaya arsitektur asli. Salah satunya Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, yang dahulu merupakan bangunan rumah Regeering Commissaris (Komisaris Pemerintah) atas perintah Van Savenhoven.

2. Museum SMB II Palembang bukti nyata kehadiran kolonialisme di Sumsel

Editorial Team

Tonton lebih seru di