Mengulas Sembahyang Rebut di Bangka Belitung, Tradisi Kembalinya Arwah

Provinsi Bangka Belitung memiliki banyak tradisi yang menarik untuk diulas. Salah satunya ketika tanggal 15 bulan ketujuh kalender Imlek yang biasa disebut Bulan Hantu, akan digelar Sembahyang Rebut.
Tradisi Sembahyang Rebut atau disebut Chit Ngiat Pan dikenal juga dengan nama sembahyang arwah ini digelar di sejumlah klenteng.
Ada berbagai rangkaian acara dalam pelaksanaan sembahyang arwah dan tentunya memiliki makna. IDN Times mengulas tentang tradisi masyarakat Tionghoa yang turun temurun digelar ini.
1. Tradisi warisan masyarakat Tionghoa

Mengutip dari portal.beltim.go.id, Sembahyang Rebut merupakan warisan masyarakat Tionghoa yang penuh dengan nilai luhur.
Chit Ngiat Pan ini juga dikenal dengan sembahyang untuk arwah-arwah. Pada momentum itu juga biasanya mereka memanjatkan doa kepada Tuhan agar diberikan kebaikan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Pada waktu digelar perayaan ini, diyakini bahwa pintu alam baka akan terbuka dan arwah yang di dalamnya akan turun ke dunia manusia dan pulang keluarga masing-masing.
Mengutip dari jadesta.kemenparekraf.go.id, Sembahyang ini dimaksudkan untuk menghormati leluhur yang dikenali atau arwah leluhur yang tidak dikenali.
Mereka juga memercayai bulan ketujuh itu adalah bulan yang harus dijaga keseimbangannya. Sebab diyakini ada saatnya memberi dan menerima maka Yin dan Yang itu seimbang.
2. Ada Replika patung Tai Se Ja

Ada yang menarik saat perayaan tradisi Sembahyang Rebut, kamu bakal melihat ada replika patung besar yang dikenal dengan patung Tai Se Ja.
Patung besar ini biasanya memiliki tinggi 13 meter yang dibuat gotong royong dengan biaya kisaran puluhan juta. Patung Dewa Tai Se Ja disebut juga dewa akhirat yang dipercayai sebagai dewa yang mengatur kehidupan akhirat dan membawa arwah kembali ke dunia baka.
Pada akhir ritual patung ini akan dibakar yang tentu saja ada maknanya, artinya tugas patung itu sudah selesai untuk membawa arwah kembali.
3. Rangkaian Sembahyang Rebut

Dalam pelaksanaan Sembahyang Rebut, ada berbagai rangkaian yang digelar, mengutip jadesta.kemenparekraf.go.id, dimulai dengan doa-doa bagi umat Tionghoa.
Tersedia persembahan makanan hasil pertanian yang disi di altar bersama patung raja hantu. Lalu, masyarakat dapat merebut makanan itu di altar sesajen.
Sementar replika patung raja hantu itu pada acara puncaknya yaitu dibakar yang memberikan nuansa hangat di malam hari dengan kobaran api.















