Kurang Perhatian, Palembang Butuh Penyelamat Cagar Budaya

Lebih dari 300 cagar budaya terdaftar di Dinas Kebudayaan

Palembang, IDN Times -Banyaknya aset cagar budaya di Sumatra Selatan (Sumsel) khususnya Palembang, sangat tidak seiring dengan kepengurusan, perawatan dan perhatian. Padahal jika dikembangkan, cagar budaya di Bumi Sriwijaya ini bisa menjadi salah satu yang bisa menghasilkan.

Baca Juga: 5 Fakta Sejarah Pempek, Kuliner Khas Palembang yang Nikmat Banget

1. Cagar budaya Palembang harus diselematkan

Kurang Perhatian, Palembang Butuh Penyelamat Cagar BudayaInstagram/farida_r_wargadalem

Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Sriwijaya (Unsri), Farida R Wargadalem menilai, sebenarnya Sumsel memiliki kekuatan dari pemerintah daerah melalui aturan dan kebijakan. hanya saja, semua itu harus berbicara tentang dana.

"Palembang adalah kota dengan budaya luar biasa. Sangat disayangkan kalau pengurusannya amat kurang perhatian. Untuk itu, dibutuhkan penyelamatan cagar budaya," kata Farida via sambungan seluler, Selasa (18/6).

"Penyelamatan aset daerah ini mesti didukung oleh pemerintah daerah yang memiliki mindset sejarah dan upaya pemberdayaan budaya," jelas Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia ini.

2. Menghilangnya aset sejarah Palembang

Menurut Farida, kehilangan cagar budaya dan artefak sejarah di Sumsel dan Palembang, sama artinya dengan menghilangkan jati diri bangsa.

Farida mengatakan, Palembang merupakan kota tua dengan sejarah panjang dari jaman Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Palembang, Kesultanan Palembang Darussalam, hingga masa kemerdekaan, yang harus menjadi prioritas utama pembangunan di Palembang.

"Intinya harus ada kerjasama semua unsur untuk membangun kebudayaan dan kesadaran sejarah, sejarah adalah cermin, sejarah membuat kita bijak, ya history make man wise,” kata dia.

3. Cagar budaya merupakan ilmu awal untuk anak-anak

Melihat pemerintah yang kurang peduli dengan cagar budaya, terang Farida, seharusnya Palembang bisa mencontoh Jakarta, Surabaya yang masih memiliki peninggalan bangunan lama.

"Talang Semut itu perumahan Belanda dan rumahnya banyak berubah arsiteknya itu Menteng-nya Palembang," terangnya.

Bagi Farida, cagar budaya merupakan ilmu awal untuk anak-anak. "Bagaimana anak-anak sekarang bisa mengenal nilai-nilai budaya dan sejarah yang ada pada masyarakat itu. Seharusnya diberikan di jenjang pendidikan, sayangnya kurikulum tidak memuat itu," katanya.

Baca Juga: 7 Tempat Wisata di Palembang yang Wajib Masuk Bucket List Kamu

4. Perlunya diterbitkan buku pedoman pengenalan sejarah untuk tenaga pendidik

Jadi, tegas Farida, kalau anak-anak ditanya soal adat atau tentang sejarah dan tidak tahu, itu karena guru-guru sekarang selalu terpaku pada buku teks yang tidak memuat unsur-unsur lokal.

"Sehingga anak –anak kita tidak mengenal sejarah dan budaya yang ada, perlu ada kerja sama dengan dinas untuk menerbitkan buku yang bagi pedoman guru-guru,” tandasnya.

Topik:

  • Sidratul Muntaha

Berita Terkini Lainnya