Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

3 Fakta Perahu Bidar Palembang, Festival Tahun Ini 15-17 Agustus

Perahu bidar di Palembang
Perahu bidar di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Intinya sih...
  • Festival perahu bidar di Palembang mulai 15-17 Agustus 2025, sebagai seremonial HUT RI ke-80 dan menargetkan 60 ribu penonton.
  • Perahu bidar berasal dari tradisi masa Kesultanan Palembang, bertransformasi menjadi ikon upacara dan transportasi dalam perlombaan.
  • Tradisi lomba bidar dihiasi cerita rakyat, ritual magis, dan dilestarikan Pemkot Palembang sebagai warisan budaya meski antusias masyarakat rendah.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Palembang, IDN Times - Perahu Biduk Selancar (Bidar) merupakan salah satu warisan budaya khas Bumi Sriwijaya. Selain jadi transportasi air legendaris, perahu bidar memiliki beragam fakta menarik yang belum banyak diketahui publik.

Tahun ini untuk melestarikan perahu bidar, Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang bakal menggelar festival di Pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) tepian Sungai Musi. Sesuai jadwal yang ditetapkan, rencana Festival Perahu Bidar pada 15-17 Agustus 2025.

1. Asal usul perahu bidar berakar dari tradisi Kesultanan Palembang

Kepala Dinas Pariwisata Palembang, Sulaiman Amin
Kepala Dinas Pariwisata Palembang, Sulaiman Amin (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Festival Bidar tahun ini tak hanya untuk melestarikan warisan budaya Kota Pempek, melainkan juga sebagai seremonial perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-80. Pada 2025, Festival Bidar ditarget mendatangkan wisatawan lokal maupun mancanegara hingga 60 ribu penonton.

"Festival bidar sudah dikenal hingga luar negeri dan memang masuk dalam kalender event nasional juga internasional," kata Kepala Dinas Pariwisata Sulaiman Amin.

Perahu bidar zaman dahulu kala merupakan alat transportasi untuk berkeliling atau berpatroli mengitari Sungai Musi. Tujuannya, supaya kawasan perairan di Palembang aman dan nyaman. Perahu bidar atau perahu patroli ini disebut dengan pancalang.

Asal usul perahu bidar berakar pada tradisi masa Kesultanan Palembang. Perahu bidar memiliki kecepatan untuk menjaga wilayah perairan Sungai Musi oleh askar (tentara). Secara struktural, pancalang memiliki panjang sekitar 10–20 meter, lebar 1,5–3 meter, dan kapasitas hingga 50 orang.

"Bentuknya tanpa lunas, atapnya seperti kajang, dan penggeraknya menggunakan dayung atau galah," jelasnya.

2. Perahu bidar terbagi dua jenis, standar dan tradisional

Perahu bidar di Palembang
Perahu bidar di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Perahu bidar atau pancalang saat ini bertransformasi sebagai ikon upacara dan wujud transportasi yang dihadirkan ketika perayaan hari lahir Palembang tiap Juni. Kemudian, seiring perjalanan waktu, pancalang berkembang jadi perahu besar yang dipakai dalam tradisi perlombaan. Kini, perahu bidar terbagi menjadi dua jenis ukuran.

Pertama, bidar berprestasi dengan panjang sekitar 12,7 meter, lebar 1,2 meter dan tinggi sekitar 60 sentimeter. Perahu bidar prestasi ini, kerap digunakan untuk perlombaan. Bidar ukuran standar biasanya ada 24 pendayung termasuk juragan dan tukang timba air.

Lalu jenis perahu bidar tradisional dengan ukuran besar, memiliki ukuran panjang 29 meter, lalu lebar sekitar 1,5 meter dan tinggi perahu dari permukaan air 80 sentimeter. Jumlah pendayung jenis ini sampai 57 orang (55 pendayung+juragan+tukang timba air).

3. Perahu bidar dilestarikan sesuai era modernisasi di Palembang

Pengrajin Bidar di Palembang saat mempersiapkan kapal jelang perlombaan Bidar
Pengrajin Bidar di Palembang saat mempersiapkan kapal jelang perlombaan Bidar (IDN Times/Rangga Erfizal)

Sementara berdasarkan legenda, tradisi lomba bidar juga dihiasi cerita rakyat. Kisahnya, dahulu kala ada Putri Dayang Merindu dan dua pemuda saling berlomba bidar untuk memenangkan hatinya. Mereka sama kuat dan akhirnya tewas saat lomba, sementara sang putri bunuh diri, kemudian putri itu dihormati lewat penyelenggaraan lomba bidar sebagai bentuk peringatan cerita tersebut.

Selain itu, masyarakat bingen juga melekatkan ritual magis dalam lomba bidar, seperti melakukan ritual di Prasasti Kedukan Bukit dan meminta bantuan Raden Tokak, sosok gaib berupa siluman buaya, agar menang. Sedangkan di era kolonial atau masa Pemerintahan Belanda, saat dipimpin Ratu Wilhelmina, bidar mulai tampil dalam event resmi seperti kedatangan tokoh Belanda, dan akhirnya menjadi ciri khas perayaan Hari Jadi Kota Palembang (17 Juni) maupun Kemerdekaan RI (17 Agustus) .

Zaman bergerak, perahu bidar kini dilestarikan menyesuaikan era modern tanpa meninggalkan tradisi. Sekarang lomba perahu bidar dipertahankan Pemkot Palembang sebagai warisan budaya. Namun, menurut beberapa pengamat budaya, antusias masyarakat kini lebih rendah dibandingkan masa lalu, karena banyak event disponsori perusahaan dan kurang menyentuh akar tradisi masyarakat umum.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hafidz Trijatnika
EditorHafidz Trijatnika
Follow Us