Pengamat Klaim Harga LPG Subsidi Sudah Tidak Masuk Akal

Pemerintah dianggap gagal dalam pemerataan harga

Palembang, IDN Times - Pakar kebijakan publik Bambang Haryo Soekartono menilai harga gas elpiji kian tidak realistis. Harga gas kian melambung tinggi. Dalam kurun waktu sembilan tahun terjadi kenaikan harga jual gas elpiji mencapai 85 persen.

Tahun 2014 tercatat Harga Eceran Tertinggi (HET) gas elpiji subsidi 3 kilogram dijual di harga Rp13.500. Sedangkan 2023 mencapai Rp25.000.

"Kurang dari 10 tahun tetapi lonjakan harganya sudah tidak masuk akal," ujar Bambang, Sabtu (12/8/2023).

Baca Juga: Sumsel Optimalkan Modifikasi Cuaca Selama 10 Hari Pancing Awan Hujan

1. Harga gas di luar Jawa dapat melambung tinggi

Pengamat Klaim Harga LPG Subsidi Sudah Tidak Masuk AkalIlustrasi stok tabung gas 3kg (Dok. Pertamina)

Bambang menilai, carut marut tata kelola gas yang membuat penjualan Elpiji kian mahal. HET ditetapkan pun merata dimana, harga jual di luar pulau Jawa dapat menyentuh angka Rp40.000 per tabung.

Di wilayah Sidrap Sulawesi Selatan misalnya harga elpiji melebihi harga HET mencapai Rp40.000. Sedangkan di Kutai Timur Kalimantan Timur mencapai Rp50.000.

"Pertamina sebagai penyuplai gas elpiji dan bahan bakar secara monopoli mendapatkan subsidi pemerintah berupa PNM dari APBN sebesar 82,3 triliun di tahun 2023. Seharusnya suplai elpiji ke seluruh Indonesia tidak boleh terkendala dari sisi biaya, apalagi saat ini juga ada Tol Laut yang bisa digunakan untuk pengiriman elpiji menjadi jauh lebih murah. Seharusnya tidak boleh ada disparitas harga di Jawa dan luar Jawa," jelas dia.

2. Malaysia bisa lakukan pemerataan harga gas

Pengamat Klaim Harga LPG Subsidi Sudah Tidak Masuk AkalIlustrasi tabung gas (LPG) 3 kilogram subsidi Pertamina. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Bambang menambahkan, elpiji 3 kilogram tersebut selama ini digunakan oleh 25 juta usaha mikro dan dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah yang berjumlah sekitar 110 juta di Indonesia (data BPS). Kenaikan harga tersebut juga terjadi ditabung gas elpiji nonsubsidi untuk isi ulang 5,5 kg seharga Rp110.000 hinggaRp240.000.

"Berbeda dengan di Malaysia harga elpiji isi ulang 16kg sebesar 25,8 ringgit atau setara dengan Rp90.300. Maka jika ada elpiji 3 kg di Malaysia harganya sebesar Rp16.900 rupiah, padahal harga tersebut bukan harga subsidi di Malaysia," jelas dia.

Menurutnya, di Malaysia pemerataan harga bisa terjadi hingga ke wilayah Kinabalu dan Serawak yang berada di Kalimantan. Padahal Malaysia mengimpor gas elpiji dari negara yang sama dengan Indonesia yaitu dari USA, Arab, Qatar, Anggola, Kuwait dan Singapura.

"Sampai ke pelosok-pelosok harganya berbeda tidak lebih dari 1 ringgit. Sehingga hampir dikatakan harga adalah sama di seluruh wilayah Malaysia sampai ke pedalaman" beber dia.

3. Pemerataan gas di Indonesia baru 1 persen

Pengamat Klaim Harga LPG Subsidi Sudah Tidak Masuk AkalIlustrasi tabung gas elpiji (LGP) 3 Kg. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

Kondisi ini tambah memprihatinkan karena cadangan gas terbesar di dunia berada di Indonesia. China, Jepang, Korea Selatan hingga Singapura mengimpor gas dari Indonesia, dan pengelolaan gas dimonopoli oleh negara lewat Pertamina dan PGN.

"Sungguh ironis harga tabung gas subsidi sudah serasa bukan subsidi. Lalu pemerataan jaringan gas saat ini di Indonesia baru menjangkau tidak lebih dari 1 persen jumlah rumah penduduk di Indonesia," ujar dia.

Baca Juga: Jual Tak Sesuai HET, Pertamina Sanksi Pangkalan Gas LPG Pasbar

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya