Enam Korporasi di Sumsel Diperiksa Terkait Penyebab Karhutla
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times - Polda Sumatra Selatan (Sumsel) melakukan penyelidikan terhadap enam korporasi yang diduga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Keenam perusahaan itu beroperasi di Kabupatem Ogan Komering Ilir (OKI), Kabupaten Ogan Ilir (OI), dan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).
"Sejauh ini kita masih lakukan penyelidikan terlebih dahulu," ungkap Kasubdit Tipidter Polda Sumsel, AKBP Tito Dani, Sabtu (7/10/2023).
Baca Juga: Sumsel Biang Kerok Kabut Asap 3 Provinsi, Gubernur: Cek Sendiri
1. Api diklaim berasal dari luar perusahaan
Keenam perusahaan yang diperiksa adalah PT RAJ, PT TS, PT MBJ, PT BKI, PT SA, dan PT WAJ. Pihak kepolisian masih mendalami terkait titik api yang membakar wilayah HGU perusahaan.
"Api diketahui berasal dari luar areal perusahaan," jelas dia.
Baca Juga: Sempat Ditegur Jokowi, Korporasi Pemegang HGU Kembali Picu Karhutla
2. Perusahaan tak memadamkan api akan disanksi
Menurut Tito, perusahan diwajibkan memenuhi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam penanganan karhutla. Hal tersebut mencakup sarana dan prasarana serta petugas pemadaman.
"Meski api dari luar, tapi jika mereka tidak bertanggung jawab akan dikenakan sanksi," jelas dia.
3. Ancaman pidana dan denda menanti korporasi
Tito menyebut pihaknya masih berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutana (KLHK) untuk mendapat data real jumlah luasan lahan yang terbakar di wilayah konsesi. Pihak kepolisian terus menambah personel untuk membantu proses penangan karhutla di Sumsel.
"Mengingat saat ini karhutla semakin meluas, kita terus menambah personel. Sudah 300-400 personel yang dikerahkan, dan kemungkinan jumlahnya akan terus bertambah," katanya.
Tito meminta kepada pelaku agar tidak melakukan aktivitas pembakaran sebab akan diproses secara hukum dengan pasal 187 KUHP ancaman paling lama 15 tahun penjara. Kalau berada di kawasan hutan, dikenakan UU nomor 41 tahun 1999 dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun dan denda Rp7,5 Miliar.
"Kemudian UU 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup. Kita kenakan ancaman pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda Rp3 hingga Rp10 miliar. Ada juga pasal 108 UU perkebunan dengan pidana 10 tahun dan denda Rp10 Miliar," tutup dia.
Baca Juga: Gakkum KLHK Segel PT Sampoerna Agro Dampak Karhutla