6.009 ODGJ Sumsel Punya Hak Mencoblos di Pemilu 2024, Kok Bisa?

KPU nilai asas luber judil dapat terlaksana meski didampingi

Palembang, IDN Times - Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) atau disabilitas mental mendapat hak yang sama sebagai warga negara untuk memilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi dasar KPU mengakomodir suara pemilih, sepanjang gangguan mental tidak permanen menurut profesional di bidang kesehatan jiwa.

KPU Sumsel mengklaim suara pemilih disabilitas mental dijamin dan dilindungi dalam konstitusi, selagi mereka yang terdaftar di dalam DPT dalam kondisi sadar secara kejiwaan.

"Dari hasil pencocokan dan penelitian (Coklit) ada sekitar 6.009 Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam kriteria disabilitas mental. Jumlah DPT (disabilitas mental) terbesar berada di wilayah Kota Palembang dengan angka 1.047 pemilih," ungkap Ketua KPU Sumsel, Andika Pranata Jaya, Sabtu (25/11/2023).

Baca Juga: Hak Pasien ODGJ Palembang Mencoblos, RSJ Siap Buka TPS

1. Jenis-jenis disabilitas mental menurut KPU

6.009 ODGJ Sumsel Punya Hak Mencoblos di Pemilu 2024, Kok Bisa?ilustrasi sedang depresi (pexels.com/Andrew Neel)

Andika menerangkan, disabilitas mental yang dimaksud terdiri dalam beberapa jenis permasalahan kejiwaan. Mulai dari mereka yang terganggu fungsi pikir, perilaku, emosi, termasuk mereka yang terkena gangguan psikososial, bipolar atau depresi.

KPU tak membedakan mereka dengan masyarakat pada umumnya yang memiliki kehidupan normal. Selama mereka dinilai sehat dan dapat memberikan hak suaranya saat pemilihan, mereka akan diberikan perlidungan dan haknya.

"Semua disabilitas kita akomodir di DPT termasuk yang mengalami disabilitas perkembangan yang mempengaruhi interaksi sosial seperti autis dan hiper aktif," jelas dia.

Menurutnya, tak ada perbedaan mengenai pelaksanaan pemilu di 2024 dan 2019 bagi mereka yang mengalami disabilitas. Dari segi teknis pemilihan kali ini akan lebih banyak menggunakan kotak suara, lantaran pileg dan pilpres dilakukan dalam waktu bersamaan.

"Untuk mereka yang tunanetra kami sediakan alat bantu. Kemudian kalau memang terganggu fisik bisa mendapat pendampingan petugas KPPS," ungkap dia.

Baca Juga: RSJ Ernaldi Bahar Palembang Siap Tampung Caleg yang Depresi

2. Penyandang disabilitas diberikan hak suara jika bisa ke TPS

6.009 ODGJ Sumsel Punya Hak Mencoblos di Pemilu 2024, Kok Bisa?Proses pelaksanaan pilkada serentak 2020 di TPS 04 Desa Ibul Besar, Kecamatan Pumulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Pelaksanaan pilkada dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan sesuai arahan dari KPUD OI. (IDN Times/Rangga Erfizal)

Andika menambahkan jika KPU tak memiliki TPS khusus untuk di Rumah Sakit. Hal ini terjadi karena mereka yang mengalami disabilitas tak selamanya menetap di sana. Dalam pendataan para disabilitas, pihaknya turut mendata alamat mereka dan berkoordinasi dengan keluarga agar para disabilitas dapat dibantu ke TPS saat pemilihan.

"Kemarin kita putuskan untuk sosialisasi di tempat yang menaungi mereka. Terutama bagaimana teknis mereka datang ke TPS," jelas dia.

Tim KPPS akan dilibatkan dalam mendampingi mereka yang mengalami disabilitas. Pihaknya menjamin petugas KPPS yang bertugas akan menjaga kerahasian demi terciptanya asas penyelenggaraan pemilu yang Luber Jurdil.

"Petugas sudah disumpah untuk merahasiakan pilihan sepanjang mereka (disabilitas) bisa hadir dan mampu datang ke TPS. Mereka akan dibantu menyalurkan pilihannya," ungkap dia.

3. Bawaslu lakukan pengawasan hak suara disabilitas dapat tersalurkan

6.009 ODGJ Sumsel Punya Hak Mencoblos di Pemilu 2024, Kok Bisa?Pojok Pengawasan Bawaslu Sumsel tetap buka untuk menerima laporan yang masuk (IDN Times/Rangga Erfizal)

Senada dikatakan Komisioner Bawaslu Sumsel Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi, Ahmad Nafi. Mereka yang mengalami disabilitas mental akan mendapat perhatian lebih. Perhatian itu akan diberikan lewat petugas KPPS yang bertugas saat hari pemilihan.

"Secara teknis di lapangan Bawaslu akan menjaga hak pilih mereka untuk dapat disalurkan sama seperti masyarakat lain. Selain menjaga hak pilihnya, ada juga pencermatan surat suara yang diberikan serta pendampingan dari pihak yang ditunjuk KPPS," jelas dia.

Pihaknya akan melakukan pengawasan sejak H-21 pemilihan dengan melibatkan orang di bawah struktur Bawaslu dalam mengawasi persiapan pemungutan hingga perhitungan suara.

"Pengawasan dilakukan oleh penwas TPS yang akan dibentuk 21 hari menjelang pemungutan suara," jelas dia.

4. Bawaslu jamin suara disabilitas mental tidak dicurangi

6.009 ODGJ Sumsel Punya Hak Mencoblos di Pemilu 2024, Kok Bisa?Proses pelaksanaan pilkada serentak 2020 di TPS 04 Desa Ibul Besar, Kecamatan Pumulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Pelaksanaan pilkada dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan sesuai arahan dari KPUD OI. (IDN Times/Rangga Erfizal)

Nafi menambahkan, tidak semua orang yang mengalami disabilitas mental dapat memilih. Mereka yang dinilai layak sesuai keterangan praktisi kejiwaan lah yang berhak memberikan suaranya.

"Tentu kita mencermati apakah ODGJ ini masih cakap dalam memberikan suaranya sesuai keterangan dokter," jelas dia.

Bawaslu Sumsel pun menjamin suara dari pemilih disabilitas mental tak dicurangi. Sehingga penyalahgunaan hak suara dapat dicegah.

"Penyalahgunaan hak memilih tentu dapat dipidana, pengawas TPS akan cermat mengawasinya," jelas dia.

5. Disabilitas mental tak seharusnya dipaksa memilih

6.009 ODGJ Sumsel Punya Hak Mencoblos di Pemilu 2024, Kok Bisa?ilustrasi sakit jiwa(pexels.com/Marko Garic)

Pengamat Politik Universitas Sriwijaya (Unsri), Ardiyan Saptawan, mengatakan pemberian hak suara kepada penyandang disabilitas mental memiliki polemik tersendiri.

Dari sudut pandang warga negara mereka mendapatkan hak yang sama. Namun dari segi hukum masih dapat diperdebatkan mengingat kewarasan penyandang disabilitas mental hanya bisa ditentukan oleh praktisi kesehatan mental.

"Kalau dia tidak waras maka dia dalam perlindungan hukum. Dari sudut pandang demokrasi, suara pemilih di Indonesia adalah hak bukan kewajiban. Sehingga digunakan atau tidak digunakan adalah wewenang dia dan sifatnya bebas," ungkap dia.

Penggunaan hak pilih tidak boleh dipaksakan melainkan kesadaran dari pemilik suara. Penggunaan petugas KPPS tak menjamin pemilihan itu berlangsung bebas sesuai asas Luber dan Jurdil.

"KPPS justru yang harus waspada karena orang dengan disabilitas mental tidak boleh dipaksa memilih karena dia tidak berpikir waras dan tak punya tanggung jawab hukum. Yang bijak adalah tidak memaksa orang gila memilih," tutup dia.

Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Lembaga Survei Pengaruhi Pemilih Tradisional

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya