Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
TMC oleh tim lapangan (Dok. KLHK)

Palembang, IDN Times - Menghadapi perubahan ke kemarau, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan mitigasi awal kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Mitigasi awal karhutla dilakukan dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) demi menjaga agar hujan masih dapat turun.

"Dari hasil survei, TMC bisa menambah intensitas hujan berkisar 15-35 persen dari intensitas normal," kata Koordinator Lapangan Kegiatan TMC Wilayah Sumsel-Jambi dari BRIN, Tukiyat, Senin (23/5/2022).

1. TMC akan dilakukan hingga 15 hari ke depan

Awan jenis kumulonimbus (Dok.IDN TImes/ilmupengetahuan.ord)

Tukiyat menjelaskan, TMC akan difokuskan ke langit di wilayah Jambi dan Sumsel selama 15 hari ke depan. Tujuan utama TMC menurutnya untuk memancing awan kumulonimbus yang membawa potensi hujan.

Pihaknya akan memonitor potensi awan hujan. Dengan bantuan pesawat Cassa, sebanyak 800 kilogram garam (NaCl) akan ditabur ke udara.

"Harapannya awan kumulonimbus akan terus membesar dan terjadi penggabungan dengan awan lain, dan berlanjut dengan kondensasi sehingga dapat menghasilkan hujan," jelas dia.

2. Wilayah gambut kering akan mudah terbakar

Proses pemadaman api karhutla (IDN Times/BPBD Sumsel)

Tukiyat mengatakan, pola TMC diharapkan bisa membasahi wilayah gambut di provinsi Jambi dan Sumsel. Kedua wilayah ini sama-sama memiliki wilayah gambut yang mudah terpicu karhutla jika tak diantisipasi.

"Kita mengharapkan potensi kebakaran dapat ditekan, dan TMC dapat membasahi daerah rawan karhutla," jelas dia. 

3. Hujan diprediksi tak ada lagi di akhir Juni

Proses TMC di Langit Sumsel tahun 2020 (IDN Times/Rangga Erfizal)

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Desindra Deddy Kurniawan menjelaskan, saat ini merupakan waktu yang tepat untuk TMC.

"Memasuki akhir Juni 2022, seluruh wilayah Sumsel akan memasuki musim kemarau dan akan mencapai puncaknya pada Juli-September," jelas dia.

4. Fenomena yang membuat hujan masih tetap ada

Ilustrasi kemarau. Tanah tambak mengering di Kecamatan Mangara Bombang, Takalar, Sulawesi Selatan, Senin (2/9/2019) (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Potensi awan hujan yang ada di wilayah Sumsel saat ini dipengaruhi fenomena La Nina lemah sampai akhir 2022. Fenomena ini terbentuk dari uap air dari Samudera Pasifik di ekuator bagian tengah yang mendingin, kemudian terbawa angin hingga ke Indonesia.

"Saat musim kemarau rata-rata intensitas hujan di Sumsel di bawah 50 mm. Bahkan ada daerah yang intensitas hujannya hanya 6 mm-10 mm," tutup dia.

Editorial Team