Ngobeng-Ngidang, Tradisi Kesultanan Darussalam Jadi Budaya Palembang

Tradisi menghidangkan makanan di hadapan delapan orang

Palembang, IDN Times - Sejarah dan budaya yang melekat pada Kota Palembang memang sangat kental dengan tradisi Kesultanan Darussalam. Salah satu budaya tersebut adalah ngobeng-ngidang.

Nah, Wong Palembang sendiri masih banyak yang belum mengetahui, bahwa budaya ngobeng-ngidang ini merupakan peninggalan leluhur untuk menghormati dan memuliakan tamu.

Secara umum, budaya ngobeng-ngidang adalah aktivitas tata cara penyajian makanan di acara sedekahan (kendurian) dan pernikahan. Dilakukan dengan duduk lesehan, lalu membagi setiap hidangan hanya untuk delapan orang.

1. Budaya ngobeng-ngidang dapat diartikan sebagai proses gotong royong

Ngobeng-Ngidang, Tradisi Kesultanan Darussalam Jadi Budaya PalembangBudaya Ngobeng-Ngidang yang Ternyata adat istiadat asli Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Kepala Dinas Kebudayaan Palembang, Zanariah mengatakan, tradisi atau budaya ngobeng-ngidang ini bisa memberikan arti dari sebuah proses gotong - royong. Karena, dalam satu kelompok yang terdiri dari delapan orang untuk satu hidangan, bisa saling berkomunikasi dan memperlihatkan tolong menolong.

"Kalau makan seperti ini kita punya kesempatan untuk mengobrol satu sama lain, dan mengambil makanannya pun tak perlu antre, namun secara bergantian saling ambil piringnya. Ini kan satu bentuk saling bantu, yang jadi bagian bersikap gotong-royong," jelasnya pada peringatan hari ulang tahun Sultan Mahmud Badaruddin II ke 167, di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, Selasa (26/11).

Zanariah melanjutkan, sebaiknya budaya ngobeng-ngidang harus tetap dilestarikan dan jangan sampai punah. "Makanya saya merencanakan agar budaya ngobeng-ngidang bisa terdaftar sebagai tradisi asli Palembang di WBTB (Warisan Budaya Tak Benda)," ujar dia.

2. Budaya ngobeng-ngidang menyajikan makanan khas asli Palembang

Ngobeng-Ngidang, Tradisi Kesultanan Darussalam Jadi Budaya PalembangBudaya Ngobeng-Ngidang yang Ternyata adat istiadat asli Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Kota Palembang sebagai leluhur dari budaya Melayu, masih berkaitan erat dengan tradisi menyajikan makanan dengan menggelar selembar kain di bawah sajian menu makanan yang di hidangkan, seperti tempat nasi berupa nampan ditempatkan pada bagian tengah.

Dalam budaya ngobeng-ngidang, menu yang disajikan adalah makanan khas asli Palembang, seperti daging malbi, nasi kuning, sambal nanas, ayam kecap, sayur dan beberapa makanan lainnya. Selain itu beberapa lauk pauk yakni opor ayam, kemudian "pulur”, yang terdiri dari buah-buahan dan acar.

3. Ngobeng diartikan sebagai petugas khusus untuk membantu tamu

Ngobeng-Ngidang, Tradisi Kesultanan Darussalam Jadi Budaya PalembangBudaya Ngobeng-Ngidang yang Ternyata adat istiadat asli Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Bila ngidang merupakan menyajikan makanan di atas kain, ngobeng adalah petugas khusus untuk membantu tamu, seperti menolong membawa ceret air dengan wadah sisa air bilasan setelah tamu selesai mencuci tangan.

Menariknya lagi, dalam budaya ngobeng-ngidang ini ada syarat penataan makanan yang dilakukan secara silang, yakni lauk pauk harus berdampingan dengan pulur. Agar ada tata kerama para tamu saat bersantap terjaga.

"Dengan syarat itu, artinya tamu tidak perlu menggerakkan tangan terlalu jauh untuk menjangkau piring lauk pauk. Ini juga sesuai syariat Islam. Uniknya, ya budaya ini juga mengajarkan tamu untuk menjaga perilakunya," jelas Zanariah.

Sebab, dalam satu kelompok, bila mengambil makanan terlalu banyak atau secara berlebihan, secara otomatis akan tampak secara langsung karena berhadapan. Budaya ini mengajarkan untuk tidak mubazir.

Baca Juga: Ini Tempat Kongkow Remaja Palembang Era 90-an, Pernah ke Pempek Unyil?

4. Eksistensi budaya ngobeng-ngidang tenar pada tahun 80-90 an

Ngobeng-Ngidang, Tradisi Kesultanan Darussalam Jadi Budaya PalembangBudaya Ngobeng-Ngidang yang Ternyata adat istiadat asli Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Pada era millineal saat ini, budaya ngobeng-ngidang biasa hanya dilakukan saat mengenang wafatnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada 26 November 1852 yang meninggal saat pengasingan Ternate. Warga Palembang pun sudah tidak banyak lagi yang melestarikan tradisi tersebut. Makanya, budaya ngobeng-ngidang menjadi acara rutin yang diselenggarakan setiap tahunnya.

Sekaligus mengenang wafatnya Sultan Mahmud Badaruddin II, acara ngobeng-ngidang selalu diperingati dengan mengajak seluruh kalangan.Menurut Rachmad Kurniawan, tamu undangan, menuturkan, peringatan budaya ngobeng-ngidang ini diketahuinya dari sejarawan.

"Pernah denger cerita dari sejarah, budaya ngobeng-ngidang dulu eksis di era tahun 80-90-an. Sekarang sepertinya luntur oleh perkembangan zaman. Mungkin tradisi sekarang beralih ke cara praktis ala prancisan. Padahal makan bersama dengan budaya ngobeng-ngidang bisa jadi berkah, karena hidangan yang dibagi dalam piring-piring kecil dan saling toleransi. Terus lebih kekeluargaan juga" tandas dia.

Topik:

  • Sidratul Muntaha

Berita Terkini Lainnya