Kampung Kapitan Palembang. (Wikipedia)
Kampung Kapitan berada di Jalan KH Azhari, Kelurahan 7 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang. Awal munculnya Kampung Kapitan adalah saat runtuhnya Kerajaan Sriwijaya pada abad XI dan munculnya Dinasti Ming (Cina) pada abad XIV. Saat itu, Kolonial Belanda mengangkat Perwira keturunan Tionghoa berpangkat Mayor untuk mengatur wilayah 7 Ulu, yang dikenal sebagai Mayor Tumenggung dan Mayor Putih.
Setelah itu, jabatan itu diwariskan secara turun temurun kepada pewarisnya yakni Tjoa Kie Tjuan yang merupakan pimpinan masyarakat Cina Palembang yang pertama dan memiliki pangkat mayor. Masa kepemimpinannya adalah dari tahun 1830-1855 di kawasan 7 Ulu.
Setelah itu diteruskan oleh putranya yaitu Tjoa Ham dengan pangkat kapiten atau kapten menggantikan ayahnya, dan diberikan wewenang dan kebebasan untuk mengatur wilayahnya sendiri. Seiring berjalannya waktu, masyarakat dari keturunan Tionghoa kemudian menjadi perantara perdagangan dan mendapatkan posisi istimewa oleh Kolonial Belanda.
Di Kampung Kapitan, terdapat tiga rumah yang masih berdiri kokoh. Bangunan selama 300 tahun tersebut memiliki panjang 59 meter dengan lebar sekitar 25 meter. Tiap rumah memiliki empat kamar besar dan dua kamar kecil. Warna merah khas Tionghoa pun sangat lekat mendominasi interior dalam rumah yang dipercaya sebagai lambang keberuntungan.
Dulunya, rumah ini dijadikan sebagai markas dan tempat peristirahatan oleh para pelayar asal Tiongkok, yang melakukan bisnis perdagangan dengan kerajaan Sriwijaya. Rumah tersebut pertama kali dibangun oleh seorang Mayor bernama Tjoa Kie Tjuan, dan diteruskan oleh keturunannya.
Secara cepat, lokasi itu dikenal sebagai Kampung Kapitan, di mana orang-orang yang berdagang datang dari wilayah lain untuk singgah dan mayoritasnya dari orang daratan China.
Kampung Kapitan dulu juga menjadi tempat orang-orang Tionghoa yang datang dari Dinasti Ming. Mereka mendirikan kongsi dagang di wilayah Palembang sebagai pusat perdagangan di wilayah selatan, sehingga para saudagar dari Tiongkok berbondong-bondong datang.
Orang-orang Tionghoa dari Dinasti Ming lalu dilanjutkan Dinasti Qing memiliki hubungan dagang yang erat di Palembang. Keluarga Kapitan menjaga jalur Sungai Musi di Palembang hingga tahun 1920-an, ketika keturunan terakhirnya menjadi kapten jalur pelayaran Palembang.
Hingga kini, turunan Kapitan tetap melestarikan rumah sebagai peninggalan nenek moyang mereka. Bahkan, saat ini keturunan dari pendiri Kampung Kapitan sudah mencapai 13 generasi. Bangunan rumah kayu yang megah tersebut pun hingga kini masih bisa dijumpai setiap saat. Untuk pengunjung yang ingin melihat sejarah bangunan Kampung Kapitan, bisa langsung datang ke lokasi.