Stori Sriwijaya FC: Dulu Berjaya Kini Terancam Degradasi dari Liga 2

Intinya sih...
- Sriwijaya FC mengalami krisis finansial dan ancaman degradasi ke Liga Nusantara Liga 3.
- Klub berusaha mengatasi masalah dengan membuka investasi saham terbuka di publik dan memohon dukungan dari pemerintah daerah Sumsel.
- Sriwijaya FC berharap tetap bertahan di Liga 2, bangkit dari keterpurukan, dan mendapatkan dukungan dari suporter dan masyarakat.
Palembang, IDN Times - Perjalanan panjang Sriwijaya FC (SFC) di dunia sepakbola Indonesia dari awal kelahiran, melewati masa gemilang hingga harus berada dalam ancaman degradasi masih menjadi stori menarik bagi pecinta bola Tanah Air.
Sriwijaya FC yang bermarkas di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring (GSJ) Palembang, kini harus menjalani masa krisis menyambut Laga Play Off Degradasi Liga 2 musim 2024/2025, pasca tak mampu menambah poin selama babak penyisihan di Grup 1 berlangsung.
1. Sriwijaya FC berada di puncak kejayaan saat dipimpin Rahmad Darmawan
Padahal Skuad Laskar Wong Kito, julukan Sriwijaya FC, mengemban nama besar legendaris double winner pada masa kejayaan. Lahir 23 Oktober 2004 silam, Sriwijaya FC bertumbuh di Palembang, Sumatra Selatan (Sumsel).
Nama besar Sriwijaya FC dimulai saat Gubernur Sumsel dipimpin Syahrial Oesman. Sriwijaya FC terwujud karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) mengakusisi Persijatim Solo FC di tahun itu.
Sriwijaya FC sejak awal, dibentuk untuk berkompetisi di level tertinggi sepak bola Indonesia. Pencapaian prestasi SFC pada 2005-2006 merupakan tahun gemilang membangun fondasi kuat.
Kala itu, Sriwijaya FC kokoh berdiri dari segi sisi manajerial maupun tim. Meski belum langsung mencetak hasil besar, tetapi SFC menunjukkan potensi menjanjikan. Tahun 2007, kejayaan Sriwijaya FC makin tampak. Laskar Wong Kito menyabet gelar double winner.
Sriwijaya FC berada di puncak kejayaan ketika pelatih tim dipimpin Rahmad Darmawan. Sriwijaya FC mendapatkan Double Winner dari juara Divisi Utama Liga Indonesia dan Copa Indonesia dalam satu musim. Prestasi ini membuat SFC disegani klub lain Tanah Air.
2. Tahun 2019 jadi masa kelam Sriwijaya FC terjun bebas ke Liga 2
Prestasi Sriwijaya FC makin konsisten dan mendominasi dunia si kulit bundar. Setelah mengukir gelar double winner, SFC menunjukkan keterampilan tim selalu di papan atas. Klub bersaing di level tertinggi dan selalu menjadi kandidat kuat untuk berbagai gelar domestik.
Komitmen Sriwijaya FC pada 2008-2011 di sepak bola makin kuat hasil partisipasi tim mengikuti turnamen internasional AFC Cup, yang menjadi pilar reputasi prestasi klub di Asia. Tahun 2012 Sriwijaya FC kembali menyabet juara lewat Indonesia Super League (ISL), kasta tertinggi sepak bola Indonesia saat itu.
Pemain Sriwijaya FC yang membawa tim juara di ISL adalah pemain bintang dan andalan klub seperti Keith Jerome 'Kayamba' Gumbs, Firman Utina, dan Ferry Rotinsulu. Masa-masa itu merupakan momen paling bercahaya bagi tim kebanggaan masyarakat Sumsel.
Namun pada 2013-2018, Sriwijaya FC mulai menghadapi tantangan dan degradasi. Kejayaan SFC mengalami kemunduran, terutama masalah finansial dan manajerial. Pergantian pelatih dan pemain cukup sering dilakukan kala itu, berakibat stabilitas tim terganggu.
Tiba di tahun kelam bagi Sriwjaya FC, pada 2019 klub asal Sumsel ini degradasi ke Liga 2. Fase kejayaan tim hilang. Tahun kejayaan Sriwijaya FC terputus. Degradasi menjadi pukulan berat bagi klub yang dikenal dengan prestasi dan kejayaan.
Sejak 2019, Sriwijaya FC terus berjuang untuk kembali ke Liga 1. Namun berbagai upaya dan usaha belum membuahkan hasil baik. Kini Sriwijaya FC berharap tetap bertahan di Liga 2 sudah menjadi keinginan paling realistis melihat kondisi finansial dan manajerial klub.
3. Sriwijaya FC sudah lima tahun bertahan di Liga 2 Indonesia
Lima tahun tak mampu kembali ke kasta tertinggi, akhir 2024 bagi Sriwijaya FC merupakan ancaman terberat. Tim yang saat ini diasuh Hendri Susilo makin dekat dengan teror degradasi ke kasta paling rendah, Liga Nusantara Liga 3.
Sriwijaya FC realistis menatap Play Off degradasi musim 2024/2025 pasca menambah rekor buruk sepanjang kompetisi Liga 2 tahun ini. Sriwijaya FC tak mampu menambah poin di musim 2024/2025 karena tidak mampu menang di laga tuan rumah.
Bahkan Sriwijaya FC mempertahankan predikat belum pernah menang di putaran kedua Liga 2 musim 2024/2025. Sriwijaya FC pun makin terbenam di bawah klasemen dan tak bergerak dari posisi 8 yang baru mengantongi 7 poin.
Kini posisi paling nyata bagi Sriwijaya FC adalah bagaimana tetap bertahan di Liga 2 dan tidak terpental ke Liga Nusantara. Manajemen dan pelatih saat ini masih berupaya agar tim tetap aman di kasta kedua dan bisa melanjutkan laga sisa.
4. Sriwijaya FC krisis finansial hingga membuka investasi terbuka kepemilikan saham
Tidak hanya ancaman degradasi, Sriwijaya FC kini dalam krisis finansial dan membutuhkan dukungan keuangan dari semua elemen termasuk masyarakat dan pemerintah daerah Sumsel. Usaha manajemen SFC mengatasi persoalan itu telah dilakukan lewat pertemuan Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan membuka investasi saham terbuka di publik.
Sriwijaya FC pada November 2024, mengumumkan melalui akun instagram resmi @sriwijayafc.id bahwa manajemen menjalin kerjasama dengan @danamartid dan mengajak masyarakat terutama suporter menjadi pemilik klub sebagai bentuk dukungan terhadap skuad Laskar Wong Kito.
Tak saja membuka kepemilikan saham Sriwijaya FC, manajemen juga menemui Pemprov Sumsel untuk memohon dukungan dari segi fasilitas serta kebutuhan untuk tim agar tetap bisa berkompetisi di Liga 2 dan terhindar dari zona ancaman play off.
Harapan paling sederhana Sriwijaya FC kini adalah bisa bangkit dari keterpurukan. Apalagi tim ini sudah menjalani liku kehidupan klub dari puncak kejayaan dengan berbagai trofi bergengsi hingga masa sulit di Liga 2.
Sriwijaya FC adalah bukti bahwa semangat dan komitmen dari para pendukung serta tokoh-tokoh daerah dapat menjadi kekuatan besar dalam mengembalikan kejayaan tim sepak bola. Masa depan Sriwijaya FC berada di tangan mereka yang tidak pernah berhenti bermimpi dan berjuang demi kebanggaan Sumsel.