Komunikasi Suporter dan Klub Cegah Konflik di Dunia Sepak Bola

Palembang, IDN Times - Sepak bola Tanah Air berduka akibat tragedi Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) lalu. Insiden yang menewaskan ratusan suporter itu merupakan tragedi berdarah terbesar kedua di dunia lapangan hijau, hingga membuat pendukung klub lain berempati.
Menurut Qusoi, Ketua Ultras Palembang sebagai pendukung Sriwijaya FC (SFC), tragedi Kanjuruhan menjadi bukti betapa emosionalnya pendukung klub saat tim kebanggaan mereka mengalami kekalahan. Namun tragedi Kanjuruhan tak serta merta membuat suporter menjadi biang masalah.
"Mereka hanya menyampaikan emosi karena tidak bisa menyaksikan tim menang saat berlaga. Tidak ada yang bisa disalahkan, semua membawa tanggung jawab masing-masing atas tragedi yang terjadi," ujarnya, Sabtu (8/10/2022).
1. Militansi suporter bentuk ikrar sebagai kelompok pendukung
Qusoi menyampaikan, pola pikir yang tertanam ketika menjadi seorang suporter tim adalah rela melakukan apa saja demi kemenangan klub. Mencintai sepenuh hati adalah bagian penting saat berikrar dan menyatakan siap mendukung klub.
"Semangat menggebu-gebu yang kadang membuat logika kalah dengan emosi. Mungkin itulah yang mereka (suporter) rasakan saat kejadian Kanjuruhan," timpalnya.
Sama seperti suporter Sriwijaya FC, semua kelompok pendukung katanya pasti rela melakukan apa pun untuk melihat klub kesayangan berjaya. Qusoi mencontohkan Ultras Palembang yang kompak mendukung Sriwijaya FC saat menggelar laga tandang di Bandung.
"Sikap militan terhadap klub itu rela berkorban. Contohnya rela dalam hal materi, dengan mendanai sendiri keberangkatan ke Bandung saat Sriwijaya FC melawan PSKC Cimahi tanpa meminta apa pun dari manajemen," kata dia.