Anak Korban Perceraian Kerap Tak Memercayai Pernikahan di Masa Depan

Angka perceraian Palembang naik 30 persen sepanjang 2020

Perceraian hingga masih menjadi ancaman utama dalam hidup berumah tangga. Sejumlah pasangan yang tak dapat menahan emosi kerap memicu perpisahan, dan anak-anak menjadi korban.

Tak sedikit orangtua kurang memahami dampak perpisahan bagi anak-anak, atau justru tak menyadari jika perceraian membuat putra maupun putri mereka kehilangan sosok yang membahagiakan. Kondisi psikologis anak-anak pun dipengaruhi karena hubungan terpecah tersebut.

"Dalam beberapa kasus, korban perceraian bisa kehilangan kepercayaan akan pernikahan. Beberapa negara bahkan, perpisahan orangtua memicu ketakutan bagi mereka untuk menikah," ujar Psikolog Rumah Sakit Siloam Sriwijaya Palembang, Renny Permataria kepada IDN Times, Jumat (19/11/2021).

1. Korban perceraian menjadi sulit mengontrol emosi

Anak Korban Perceraian Kerap Tak Memercayai Pernikahan di Masa DepanIlustrasi Perceraian, IDN Times/ istimewa

Dampak dari perceraian yang paling sering terjadi di Palembang adalah hubungan menjadi tidak harmonis dengan sang anak. Kemudian, pribadi anak tersebut menjadi mudah marah karena tak bisa menghadapi keputusan orangtua mereka.

"Ketika anak merasa kewalahan dan tidak tahu bagaimana menanggapi dampak yang mereka rasakan selama perceraian, mereka mungkin menjadi mudah marah," kata dia.

Kemarahan itu terkadang diarahkan pada berbagai hal. Misalnya pada orangtua mereka, diri sendiri, teman-teman, dan orang lain. Namun pada kasus di beberapa anak, kemarahan ini akan hilang setelah beberapa saat.

"Tapi banyak dari kasus ini di beberapa anak lainnya, mungkin perasaan marah lebih lama dan berpengaruh terhadap mental dan kejiwaan," timpalnya.

Baca Juga: Fakta Baru Kasus Pemerkosaan Bocah oleh 1 Keluarga di Padang

2. Dampak perceraian dapat direspon berbeda bagi beberapa anak

Anak Korban Perceraian Kerap Tak Memercayai Pernikahan di Masa DepanIlustrasi Menikah Muda (IDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar)

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak yang menjadi korban perceraian, ikut berpotensi melakukan hal sama ketika menjalani pernikahan. Bahkan kemungkinan hal itu terjadi lebih tinggi dua hingga tiga kali lipat dari anak-anak yang bukan berasal dari keluarga bercerai.

"Tapi yang perlu dicatat adalah efek perceraian dapat direspon oleh setiap anak dengan cara berbeda. Baiknya, konsultasikan pada psikolog bila korban perceraian mengalami perubahan sifat dan kebiasaan yang tidak wajar," jelas dia.

Agar hubungan anak tetap harmonis meski berpisah, orangtua harus peka atas perasaan dan kesakitan yang dihadapi anak. Seperti mengurangi drama perebutan hak asuh, dan biarkan mereka menentukan pilihan.

"Sebaiknya orangtua mengizinkan dan jangan lupa tersenyum ketika anak akan menginap atau pergi bermain dengan ayah atau sang ibu. Beri kebebasan anak sembari perhatian dan peduli keinginan serta kebutuhannya. Ini akan meningkatkan kepercayaan diri anak," tambahnya.

3. Orangtua harus peka jika psikologis anak berubah

Anak Korban Perceraian Kerap Tak Memercayai Pernikahan di Masa DepanIlustrasi Perceraian (IDN Times/Mardya Shakti)

Upaya lain agar anak korban perceraian tidak takut untuk menikah, orangtua sepatutnya selalu meyakinkan bahwa perpisahan yang terjadi tidak ada kaitan atau disebabkan karena mereka. Ungkap permasalahan yang menyebabkan perceraian.

"Dalam studi kasus psikolog dari California State University, Edward Teyber, banyak anak yang tidak percaya pernikahan," kata dia.

Menurut Renny, orangtua mesti memahami emosi apa yang sedang dirasakan anak; sedih, marah, atau hilang kepercayaan pada dirinya. Sebab bagaiamana pun kondisi anak, mereka masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orangtua.

"Aturlah waktu agar anak tetap bisa bertemu ayah atau ibunya. Alangkah baiknya jika bisa berkumpul bersama walau status telah bercerai. Orangtua harus meredam ego. Misal, jika anak sehari-hari tinggal dengan ibu, berikan kesempatan anak mengunjungi ayah tanpa hambatan," terang dia.

Baca Juga: Korban Pemerkosaan 1 Keluarga di Padang Mendapat Pendampingan Psikolog

4. Kasus perceraian di Palembang terjadi pada 250-300 pasangan dalam sebulan

Anak Korban Perceraian Kerap Tak Memercayai Pernikahan di Masa DepanIlustrasi perceraian (iamexpat.nl)

Kasus perceraian di Palembang mengalami kenaikan dari 2019 hingga 2020. Perceraian dominan terjadi akibat masalah perekonomian, dan kebanyakan dari rumah tangga mereka terdapat kekerasan atau KDRT.

Data Kantor Pengadilan Agama Kota Palembang, tercatat peningkatan gugatan perceraian selama setahun belakang terutama pada masa pandemik COVID-19. Kasus perceraian meningkat hingga 250-300 pasangan, dengan rata-rata 10 persen kasus perceraian dilaporkan karena persoalan ekonomi.

Sedangkan untuk persentase kenaikan kasus perceraian sejak 2019 hingga 2020 mencapai 30 persen peningkatan dalam setahun. Jumlah ini tentu memengaruhi psikologis anak-anak di masa depan, terlebih jika mereka memutuskan berumah tangga.

Baca Juga: Dalam Sebulan, Gugatan Perceraian di Palembang Mencapai 250 Kasus

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya