[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih 

Warga sebagai garda terdepan & tenaga medis yang terakhir

Palembang, IDN Times - Palembang dan Prabumulih merupakan dua kota pertama di Sumatera Selatan (Sumsel) yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Dimulai dengan sosialisasi pada 20 Mei, namun sanksi bagi pelanggar PSBB di Palembang dan Prabumulih akan dilakukan pada 26 Mei, atau H+2 lebaran.

Bagi Yusri, satu dari empat orang yang mengisi jabatan sebagai juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Sumsel, tidak ada kata terlambat dalam menangani COVID-19. Kendati banyak pihak menyebut pemerintah lamban dan kurang tegas.

Pria kelahiran Musi Banyuasin pada 44 tahun silam tersebut mengatakan, saat ini kendali penyebaran virus corona berada di tangan masyarakat. Jika warga konsisten mematuhi imbauan atau aturan yang dikeluarkan pemerintah, maka positif di Sumsel dipastikan akan menurun. Jumlah positif pun berhenti di angka 725 kasus seperti data kemarin (24/5).

"Sebenarnya tidak adalah istilah terlambat. Banyak yang tidak tahu kalau PSBB harus dipersiapkan sedetail mungkin. Sebab pada praktiknya cukup sulit, butuh payung hukum dan butuh tenaga ahli. Hal semacam ini harus dirapatkan. Ada aturan dan punishment sebelum PSBB dilakukan," katanya.

Yusri tampak paham betul tentang penyakit menular. Maklum, selain menjadi Jubir dirinya menjadi Kasi Surveilans yang melakukan analisis dan rekomendasi dari masalah penyakit. Ia sudah sering berhubungan dengan bermacam analisis penyakit. Ia cukup malang melintang di bagian surveilans terkait wabah, bencana, KLB, karantina, serta imunisasi di wilayah Sumsel. 

Berawal dari kasus konfirmasi positif COVID-19 pertama di Sumsel pada 24 Maret 2020, Herman Deru sebagai Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) menunjuk empat orang Jubir. Yakni Profesor Yuwono sebagai ahli virus, dokter Zen Ahmad ahli penyakit dalam, Nur Purwoko dari Kepala Kantor Pelabuhan, lalu terakhir Yusri.

Setiap harinya, Yusri memberi pembaruan data perkembangan kasus COVID-19. Dirinya menjadi tempat bagi awak media di Sumsel yang membutuhkan informasi secara cepat mengenai perkembangan pandemik di bumi Sriwijaya. 

Sebagai jubir, Yusri memerlukan bahasa yang lugas dan mudah dipahami masyarakat. Sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Jika informasi dapat tersampaikan, maka harapan perkembangan virus COVID-19 dapat diminimalisir bisa tercapai.

"Kita menyampaikan sesuatu harus jelas. Kalau bisa ringkas, dan orang lain bisa memahami. Tidak menggunakan bahasa medis tapi menggunakan bahasa umum dan harian," jelas dia.

Bahasa semacam itu ia gunakan kepada media yang menunggu perkembangan COVID-19 setiap sore, sejak temuan kasus pertama hingga nanti PSBB di Palembang dan Prabumulih.

Kini Gugus Tugas masih terus berupaya mengedukasi masyarakat Sumsel agar sebaran COVID-19 dapat ditekan, dan ruang sebarannya dapat dipersempit. Berikut hasil wawancara khusus (wansus) IDN Times bersama dengan Yusri mengenai tugasnya dan kondisi penanganan COVID-19 di Sumsel.

1. Apa yang Anda lakukan selama dua bulan terakhir menjadi jubir?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Jubir gugus tugas Sumsel (IDN Times/Humas Pemprov Sumsel)

Pengalaman menjadi jubir selama dua bulan terakhir ini banyak berhubungan dengan awak media, tim medis, dan masyarakat. Handphone saya selalu standby jika dibutuhkan untuk konfirmasi perubahan kasus. Tugas saya menyangkut kesehatan masyarakat di wilayah, jadi pasti menyangkut kontak tracing dan penelusuran terhadap orang-orang.

Saya senang bisa memberikan informasi kepada orang lain sehingga mereka mengerti atau paham. Jika mereka paham yang sedang dihadapi, mereka pasti mau melakukan sesuatu perubahan. Jika tidak, bagaimana mereka tahu mau berbuat apa.

Sejak menjadi jubir juga saya terbiasa melayani telepon hingga larut malam. Selama ini enjoy saja, jika informasi yang saya bagikan bisa membuat orang lain tenang. Toh, menjadi nilai ibadah. Saya ambil positif saja.

Saya tidak masalah dengan hal itu karena menyangkut tugas. Risih pun tidak, sebab tugas ini saya emban dan harus saya kerjakan dengan baik. Saya merasa puas dengan memberikan informasi kepada awak media, mereka bisa meneruskannya karena memiliki akses ke pembaca lebih banyak. Makanya saya tetap memantau pemberitaan setiap hari.

Baca Juga: Cerita Wong Palembang di Melbourne, Lebaran di Rantau & Saat Pandemik

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih (Gambar protokol pulang ke rumah usai bepergian) IDN Times/Arief Rahmat

2. Apa yang Anda rasakan saat harus mengumumkan kabar buruk kepada masyarakat setiap hari? Bagaimana pula Anda melakukannya di bulan puasa, apalagi membagi waktu jelang berbuka?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Proses live report perkembangan COVID-19 di Sumsel (IDN Times/Humas Pemprov Sumsel)

Saya sudah sering berhubungan dengan bermacam analisis penyakit. Kalau dikatakan bosan, beberapa kali ketika belum ada progres perbaikan. Kadang kami sendiri berpikir, kapan selesainya pandemik ini? Jawabannya, tidak bisa diramal.

Saya harus menyampaikan data perbaruan setiap sore, jelang petang. Saya masih menyempatkan pulang ke rumah. Meski terlambat, saya berusaha untuk berbuka di rumah.

Keluarga saya sudah makan dan minum lebih dulu, sedangkan saya cukup berbuka dengan air putih di jalan. Saya tidak terpikir sama sekali untuk makan di luar saat masa pandemik COVID-19 sekarang ini. Terlalu rawan untuk bertemu orang lain, apalagi kita tidak tahu seberapa higienis peralatan makan di luar.

Baca Juga: 800 Anak Positif COVID-19, Sekolah Berpotensi Besar Jadi Klaster Baru

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Profil Yusri, Jubir Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Sumsel. (IDN Times/ Shakti Mardya)

3. Pengamat mengingatkan semuanya harus waspada dengan ledakan kasus COVID-19 pasca lebaran. Bagaimana pendapat Anda sebagai surveilans?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Jubir gugus tugas percepatan penanggulangan COVID-19 Sumsel, Yusri (IDN Times/Rangga Erfizal)

Semuanya tergantung dari masyarakat. Kalau mobilisasi tidak tinggi saat hari raya, seperti berkunjung ke sana kemari, maka tidak akan terjadi ledakan. Sebab kalau dilakukan hanya dengan keluarga terdekat, saya rasa tidak terlalu. Relatif aman asal tidak bersalaman dan menggunakan masker, dan datang hanya makan atau berbicara seperlunya.

Meskipun ada penambahan kasus COVID-19 nantinya, jumlahnya diyakini tidak akan terlalu banyak seperti yang diprediksi pengamat.

4. Masyarakat Sumsel sempat kesulitan memahami ODP dan PDP, serta bagaimana mengidentifikasinya. Apa yang Anda lakukan sebagai jubir kala itu?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Ilustrasi Cara Menangani Wabah Virus Corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Saya sering menjelaskan melalui media dengan jelas singkatan itu, agar jelas pula sampai ke masyarakat. Seperti ODP adalah seseorang yang mengalami keluhan pernapasan seperti demam batuk, pilek, sakit tenggorokan, atau orang yang berada di wilayah transmisi lokal maupun baru saja berpergian dari wilayah transmisi lokal.

ODP harus dipantau kesehatannya selama 14 hari agar tidak kondisi kesehatannya tidak memburuk. Jika virusnya tidak terdeteksi selama 14 hari itu, artinya dia hanya mengalami virus biasa atau negatif. Sedangkan PDP memiliki gejala yang sama dengan ODP, hanya saja mengalami keluhan pernapasan akut yang diikuti oleh peradangan paru-paru atau pneumonia. 

Gejalanya COVID-19 sama seperti influenza biasa, maka sulit membedakan pilek dengan COVID-19. Perlu perlakuan berbeda bagi orang dalam wilayah transmisi lokal. Seperti ODP dan PDP yang wajib menjalani karantina di rumah atau fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah.

Baca Juga: ODP dan OTG Semakin Banyak, Gugus Tugas Sarankan Isolasi Mandiri

5. PSBB sudah berjalan dan dimulai dengan sosialisasi selama dua hari terakhir. Tetapi banyak masyarakat masih berada di luar rumah, contohnya saja di pasar. Seberapa besar potensi bahayanya?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Jubir gugus tugas Sumsel (IDN Times/Humas Pemprov Sumsel)

Pasar menjadi lokasi yang sangat efektif sebagai tempat sebaran COVID-19, kondisi di sana selalu ada penjual dan pembeli. Lalu yang paling berisiko terpapar COVID-19 adalah penjual, karena mereka didatangi oleh banyak orang dari berbagai macam wilayah.

Jika terjangkit virus corona, pedagang juga berpotensi menyebarkan COVID-19. Jika lima orang saja yang ditularkan pedagang, maka akan ada kasus baru yang sulit dilacak.Saya lebih setuju jika pasar lebih diperketat. Sangat diperlukan Satgas Pasar agar lebih efektif mengawasi orang-orang mematuhi protokol kesehatan.

Baca Juga: Sudah 15 Pasien COVID-19 Sumsel Meninggal, Jubir: Masih Angka Wajar

6. Seberapa besar kesempatan PSBB menurunkan atau menghilangkan penyebaran positif COVID-19?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Ilustrasi virus corona. (IDN Times/Mia Amalia)

Kita harus optimis pada PSBB. Banyak imbauan sosialisasi yang sudah diberikan, makanya kami berharap petugas bisa melakukan pembinaan di pasar, dan tempat keramaian. Jangan biarkan masyarakat terkonsentrasi di tempat keramaian seperti pasar.

Apalagi sejauh ini banyak pedagang dan pembeli tidak menggunakan masker. Padahal masker cukup membantu mencegah penularan. Jika masker awalnya hanya digunakan untuk tenaga medis, tapi ada masker jenis kain yang bisa digunakan masyarakat. Awalnya memang risih, tapi jika dilakukan setiap hari maka akan terbiasa. Demi mencegah penularan.

Kalau masyarakat sepakat mengikuti anjuran pemerintah saat PSBB, dalam waktu serentak penyakit akan berhenti. Paling tidak menurun dan dipersempit ruang penyebarannya. Jika ruang sebarnya mengecil, kita tinggal mengunci wilayah. Garda terdepan itu masyarakat, tenaga kesehatan itu benteng terakhir. Jika pertahanan garda terdepan sudah hancur, tenaga kesehatan baru turun.

Konsep penyakit ini pencegahan jangan sampai terjadi kasus baru. Makanya sejauh kita bisa melakukan penelusuran kontak, kita dapat melewati PSBB dengan sukses.

7. Satgas Sumsel menyebut persentase kasus COVID-19 masih normal, padahal selalu bertambah pasien baru bahkan beberapa hari terakhir terdapat pasien meninggal. Butuh berapa kasus lagi agar Sumsel disebut tidak normal?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Ilustrasi virus corona (IDN Times/Rochmanudin)

Jika di atas empat persen. Kalau sudah di atas itu tidak normal lagi dan kalau sudah tinggi baru kita evaluasi. Saat ini kasus kematian Sumsel di angka 3,4 persen dengan OTG dengan gejala ringan. Sebaran positif Sumsel mencapai 725 kasus. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mencapai 8,5 juta jiwa, maka kasus sebaran COVID-19 di Sumsel masih sedikit.

Agar kasus tidak semakin meningkat, sebenarnya kita sudah melaksanakan PSBB dengan meliburkan sekolah, pembatasan acara keagamaan, atau bekerja di rumah. Tidak ada yang terlambat kalau masyarakat mau menggunakan masker dan berdisiplin. 

Sekarang kita perlu mengantisipasi jika kasus positif terjadi pada mereka yang memiliki gejala. Jika ada masyarakat yang memiliki gejala, diharapkan segera melapor agar lebih mudah diantisipasi.

Baca Juga: Terungkap, Kasus Corona yang Diumumkan Berasal dari Data 6 Hari Lalu  

8. Seberapa besar kekuatan Sumsel menghadapi peningkatan kasus? Seperti tenaga medis, obat, dan ruangan di rumah sakit

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Kepala Seksi Surveilans Imunisasi Dinas Kesehatan Sumsel, Yusri (IDN Times/Rangga Erfizal)

Sebenarnya kalau PSBB berjalan dengan baik, harusnya kita tidak perlu takut jika pasien positif membludaknya di rumah sakit. Kita harapkan PSBB bisa meringankan beban rumah sakit dengan menekan laju masyarakat yang terinfeksi, karena tujuannya untuk menurunkan jumlah kasus.

Tidak masalah soal kapasitas rumah sakit. Jumlah petugas kesehatan kita juga cukup. Obat-obatan dan APD kita aman. Saat ini kita hanya membutuhkan penegakkan hukum dan jumlah personel harus dilipatgandakan. Saya rasa jumlah anggota TNI dan Polri sudah cukup, jika diperlukan maka akan ditambah.

9. Kenapa Sumsel belum melakukan tes massal? Bukan kah semakin cepat diketahui maka penyebaran bisa dicegah, dan yang terinfeksi bisa segera diobati?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Ilustrasi rapid test. IDN Times/Mia Amalia

Pertama, kapasitas laboratorium kita terbatas. Dalam satu hari masuk 300 sampel lekbih dari lima provinsi yakni Sumsel, Lampung, Bangka Belitung, Jambi dan Bengkulu. Sedangkan BBLK Palembang hanya memiliki kapasitas 400 sampel. Karena pembagian itu, Sumsel hanya bisa memeriksa 100 sampel per hari.

Kami berharap Gugus Tugas bidang kesehatan dapat memperluas jaringan kesehatan dan laboratorium. Kalau berkaca di Jerman dan Korsel, laboratorium mereka bisa memeriksa sampai ratusan ribu sampel tiap hari. Kalau bisa begitu, kita bisa melakukan penelusuran kontak dengan cepat. Mendata, melakukan karantina, ambil swab dan selesai, sehingga virus tidak menyebar.

Kedua, sejauh ini kontak tracing kita anggap cukup. Kita memiliki tim hingga tingkat kabupaten yang melakukan tracing. Biasanya tim puskesmas turut bergerak. Hingga saat ini kita sudah melakukan tracing ke 1.600 orang.

Baca Juga: 16 Potret Hari Kedua Sosialisasi PSBB Palembang, Ramai dan Padat  

10. Sumsel sudah mendapat alat PCR baru dari Kementerian BUMN, dan akan dioperasikan di Rumah Sakit Pusri. Kapan alat itu bisa digunakan?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Ilustrasi swab test (IDN Times/Debbie Sutrisno)

PCR di RS Pusri mungkin bisa digunakan di awal Juni. Kapasitasnya cukup besar, sekitar 360 spesimen per hari dengan waktu 7 jam periksa.

Saat ini juga kita telah dibantu alat Tes Cepat Molekuler (TCM) milik Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang dengan hasil lebih cepat. RS Siti Fatimah juga ada, lalu RSUD Siti Aisyah di Lubuk Linggau juga punya PCR meski kapasitasnya terbatas dan masih harus kirim ke Palembang.

11. Pengumuman data antara Sumsel dengan pusat sudah dua kali berbeda, apa yang terjadi?

[WANSUS] Warga Pegang Kendali Kesuksesan PSBB Palembang & Prabumulih Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Tidak hanya dua kali tapi sering, apalagi dalam hal kasus sembuh dan meninggal. Kita update data pada pagi hari ke pusat, alurnya saat pagi kita menyerahkan data lalu menjelang sore diumumkan oleh Gugus Tugas Nasional. Sedangkan kita mengumunkan data terbaru ke publik Sumsel jelang petang.

Kita menggunakan data real. Kebanyakan kasus meninggal dan sembuh terjadi di atas jam 10.00 WIB. JIka melewati waktu tersebut, maka kita akan update di hari berikutnya.

Baca Juga: [LINIMASA] Perkembangan COVID-19 di Sumsel yang Kian Meresahkan

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya