Walhi Beri Masker, Herman Deru: Saya Tak Happy dengan Kejadian Ini    

Karhutla tidak bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah saja

Palembang, IDN Times - Pengurus Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel menyerahkan secara simbolik masker N95, saat bertemu dengan Gubernur Sumsel, Herman Deru, Jumat (20/9).

Penyerahan masker N95 tersebut sebagai pesan simbolis dari Walhi sebagai tanda kondisi asap sudah tidak baik.

"Hari ini kami datang untuk menyerahkan masker secara simbolis. Sengaja juga kami memakai masker sebagai simbol Sumsel masih darurat asap. Karena kondisi sudah tidak sehat. Yang harus dipakai masker yang standar yakni N95, jika kondisi berbahaya harus gunakan oksigen. Nah hal semacam ini harus ditanggapi dengan memberikan masker yang sesuai standar World Health Oganization (WHO)," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Hairul Sobri, Jumat (20/9).

1. Ada tata kelola gambut yang salah hingga terus terjadi karhutla

Walhi Beri Masker, Herman Deru: Saya Tak Happy dengan Kejadian Ini    IDN Times/Rangga Erfizal

Hairul Sobri mengungkapkan, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan munculnya kabut asap saat ini sudah terjadi berulang kali setiap tahun. Dampaknya sangat terasa bagi kesehatan masyarakat. Walhi menilai, ada tata kelola gambut yang salah dan menjadi persoalan hingga membuat bencana karhutla.

"Saat ini asap sangat parah bukan main-main lagi, karena ada tata kelola gambut yang salah. Dari total lahan gambut yang ada di Sumsel, sekitar 1,4 Juta hektare lahan diberikan kepada konsesi sebanyak 700.000 hektare," ungkap dia.

Bila kondisi gambut tersebut baik, maka api akan segera padam jika terbakar. Sedangkan permasalahan di Sumsel ini, banyak gambut yang sudah rusak sehingga saat terjadi kebakaran lahan gambut mudah meluas.

"Gambut itu mengandung air, jika terbakar dia akan padam karena kandungan air di bawahnya banyak. Kalau gambut rusak, dia akan mudah terbakar. Api akan bertahan di bawah," sambung dia.

2. Pemberian IUP tidak sejalan dengan harapan pengelolaan gambut lebih baik

Walhi Beri Masker, Herman Deru: Saya Tak Happy dengan Kejadian Ini    IDN Times/Rangga Erfizal

Sobri menerangkan, pemberian Izin Usaha Perkebunan (IUP) kepada perusahaan sawit, justru membuat lahan gambut menjadi rusak. Perusahaan yang diberikan izin mengelola kerap membuat kanal. Nah, kanal tersebut membuat air di bawah gambut jadi mengering sehingga mudah dibakar.

"Pemberian IUP sering terjadi, bahkan perusahaan-perusahaan di OKI dapat IUP baru dan yang mengeluarkannya adalah bupati. Seharusnya pemerintah dalam hal ini gubernur melakukan intervensi jangan sampai izin-izin baru keluar, jika perusahaan tidak bisa menjaga lahan gambut," terang dia.

Bagi perusahaan yang tidak bisa melakukan monitoring dan menjaga gambut, pemerintah berhak mencabut izin pengelolaannya. Walhi sudah memetakan lahan gambut dalam yang seharusnya dilindungi oleh pemerintah tidak boleh digunakan untuk konsesi.

"Seharusnya tata kelola gambut itu dipetakan. Gambut yang memiliki kedalaman di atas 3 meter harus dilindungi dengan tanaman endemik. Di sekitar lahan tidak boleh dilakukan kanal. Karena selama ini kanal dibuat oleh perusahaan, setelah itu perusahaan tidak bertanggung jawab," ujar dia.

3. Lahan Gambut produktif diubah perusahaan menjadi lahan Industri

Walhi Beri Masker, Herman Deru: Saya Tak Happy dengan Kejadian Ini    Dok.IDN Times/Istimewa

Lebih jauh Sobri menjelaskan, kebanyakan lahan gambut itu digunakan perusahaan untuk perkebunan sawit. Lahan gambut yang merupakan lahan produktif diubah menjadi lahan industri. Di sini pemerintah tidak melakukan proses monitoring yang sebenarnya, sehingga seharusnya izin tersebut dicabut.

"Setop izin, karena mereka tidak sanggup melakukan monitoring. Tahun 2015 presiden meminta perusahaan pembakar gambut dihentikan. Namun sampai sekarang masih tetap beroperasi. Kita ingin gambut itu dipulihkan, pemerintah harus cepat, karena perusahaan selalu membuat kanal sehingga gambut menjadi kering tidak produktif, sehingga diubah fungsinya menjadi lahan industri," jelas dia.

Baik pemerintah daerah maupun kepolisian, paparnya, harus tegas dalam melihat permasalahan karhutla dan kabut asap. Walhi Sumsel menilai, proses penegakan hukum harus tetap jalan, jangan sampai polisi hanya memberikan plang-plang sementara, harus ada langkah konkret.

"Hasil pertemuan dengan gubernur tadi, kami sudah beberkan fakta tentang karhutla dan proses akibat karhutla, sehingga gubernur tadi mengeluarkan regulasi dengan meminta Kadinkes memberi surat edaran ke kabupaten/kota, untuk menggratiskan pengobatan bagi masyarakat yang terkena Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)," beber dia.

Baca Juga: Polda Sumsel Tetapkan 23 Tersangka Karhutla, Termasuk dari Korporasi 

4. Herman Deru berani tegaskan selama menjabat Gubernur Sumsel belum mengeluarkan izin baru

Walhi Beri Masker, Herman Deru: Saya Tak Happy dengan Kejadian Ini    IDN/Istimewa

Terkait izin keluar pembukaan lahan yang dipersoalkan Walhi, Gubernur Sumsel, Herman Deru menyampaikan, sejak menjabat Gubernur Sumsel 1 Oktober 2018 lalu, belum satu kali pun mengeluarkan izin baru. 

"Izin tersebut dikeluarkan oleh bupati dan wali kota setempat. Belum ada satu pun izin perkebunan yang saya keluar kan," tegas dia.

Herman Deru melanjutkan, permasalahan karhutla harus diatasi oleh seluruh elemen masyarakat. Tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah saja. Gubernur mengajak Walhi Sumsel untuk menggelar Focus Group Discussion (FGD) secepatnya.

"Setiap tahun selalu itu-itu saja, karhutla tetap terjadi di Muba, OKI dan OI. Saya pikir kita perlu menggelar FGD secepatnya. Bila perlu kita undang Menteri KLHK. Karena jujur saya tidak happy dengan kejadian ini," tandas dia.

Topik:

  • Sidratul Muntaha

Berita Terkini Lainnya