Romantisme Era Radio; Menjadi Gaul, Cari Jodoh, dan Disrupsi Digital

Tak banyak radio Palembang yang bertahan tanpa platform lain

Palembang, IDN Times - Industri Radio sempat menjadi primadona di era 1980-an hingga dekade 2000. Penikmatnya didominasi anak muda yang mencari hiburan dari siaran frekuensi. Nostalgia radio dirasakan oleh masyarakat Palembang, mereka mengingat zaman kejayaan radio sebagai tempat mengulik informasi berkaitan dengan fashion, otomotif, olahraga, hingga masalah jodoh.

Interaksi antara penyiar dan pendengar sangat dirindukan oleh mereka sebagai penikmat radio. Namun perubahan zaman ikut memengaruhi eksistensinya saat ini.

"Mungkin zaman sudah berubah, jadi sekarang kurang mendengar radio. Lebih ke platform media sosial jika sekadar ingin mendengarkan lagu," ungkap Roni (33) warga Palembang kepada IDN Times, Jumat (20/8/2021).

1. Radio sebagai sumber informasi dan ajang kirim salam

Romantisme Era Radio; Menjadi Gaul, Cari Jodoh, dan Disrupsi DigitalPixabay.com/fancycrave1

Roni menjelaskan, radio di awal 2000-an digunakan untuk media komunikasi anak muda zaman itu. Mereka sering bertukar informasi hingga berkenalan dengan lawan jenis melalui radio.

"Pada awal 2000-an, handphone kan jarang. Kalau pun ada untuk telepon mahal, jadi saya memang kirim salam ke teman dan pacar lewat radio, agar praktis," ujar dia.

Menurutnya, anak-anak muda kala itu menjadikan radio sebagai syarat gaul. Mereka yang mendengarkan radio, sudah bisa menasbihkan dirinya menjadi anak muda melek informasi. Dari sana, mereka dapat mendiskusikan informasi aktual tentang kehidupan kekinian.

"Terutama kan soal pengetahuan musik-musik baru, pasti radio lebih terdepan dalam memberikan pengetahuan tentang band yang lagi hits, lagu paling baru," ujar dia.

Baca Juga: Palembang Zona Oranye, PPKM Level 4 Tetap Tanpa Kelonggaran

2. Pernah kopi darat dari radio

Romantisme Era Radio; Menjadi Gaul, Cari Jodoh, dan Disrupsi DigitalANTARA FOTO/Septianda Perdana

Senada, Salahudin Rizal (35) mengaku sering menggunakan radio untuk berkenalan dengan perempuan. Pada zaman itu, ada nama program Blind Date (Kencan Buta) di sebuah radio. Dirinya menjadi pendengar setia untuk mencatat nomor telepon seseorang yang dipublikasi.

"Saya catat nomornya, dulu masih nomor telepon rumah. Jadi saya sering menelepon dari Wartel (Warung Telepon)," ujar dia.

Dari saling telepon, akhirnya Rizal sepakat untuk bertemu. Keterbatasan akses komunikasi membuat dirinya merasa hubungan di era 1990-an punya banyak kenangan yang patut dikenang.

"Dari sana saya kenalan bahkan sempat kopi darat dari radio," ungkap dia. Rizal mengenang dari dekade era 90 ke 2000-an, ada tiga radio yang paling banyak disukai anak muda Palembang, seperti Momea FM, Elita FM, dan Suara Pesona Indah (SPI).

3. Radio berubah dari analog ke digital

Romantisme Era Radio; Menjadi Gaul, Cari Jodoh, dan Disrupsi DigitalIlustrasi Radio (IDN Times/Rangga Erfizal)

CEO Momea 104,2 FM, Asrul Indrawan mengakui, radionya memiliki banyak pendengar setia terutama anak-anak muda. Menurutnya, generasi muda adalah pasar pendengar paling potensial bagi radio.

Asrul bercerita sejak awal Februari 2020, atau satu bulan sebelum pandemik COVID-19 terjadi, pihaknya resmi mengumumkan jika Momea FM vakum. Saat itu, mereka  memutuskan vakum karena izin siaran radio habis. Barulah pada 26 April 2021, mereka kembali mengudara untuk menyapa pendengar setianya.

"Radio ini cukup besar dengan pendengar anak muda. Banyak tantangan industri radio terutama di tengah pandemik. Kita harus menyesuaikan dengan kemajuan zaman dengan memaksimalkan medsos seperti Instagram dan YouTube hingga podcast. Rata-rata follower media sosial kita adalah penggemar," ujar dia.

Menurut Asrul, tantangan industri media saat ini berada dalam gempuran medsos. Namun hal itu tidak menyurutkan mereka tetap bertahan. Radio pun bertransformasi ke era digital, sehingga pihaknya menampung animo penggemar yang berbeda dari 20 tahun silam.

"Dulu analog sekarang digital, kita harus berubah. Bagaimana kita memahami era ini, tetap anak muda adalah pasar pendengar. Kita harus mengimbangi dengan medsos. Kalau tidak, kita akan hilang dan kalah. Dengan adanya medsos kita akan didengar," jelas dia.

Baca Juga: Mata Herman Deru Berkaca-kaca Usai Pemakaman; Percha, Kami Sayang Kamu

4. Radio bisa merambah medsos untuk bertahan

Romantisme Era Radio; Menjadi Gaul, Cari Jodoh, dan Disrupsi DigitalIlustrasi Radio merambah medsos (IDN Times/Rangga Erfizal)

Pada masa-masa awal vakum, banyak pendengar yang bertanya mengenai kondisi Radio Momea. Tak sedikit pendengar setia mereka mendatangi studio di Jalan Sumpah Pemuda, Palembang, untuk menanyakan statusnya. Vakum lebih dari setahun memengaruhi traffic penggemar di awal aktif kembali.

Namun tak lama, traffic yang tadinya turun langsung melesat dan menjadi radio dengan traffic tertinggi di Palembang saat ini. Momea yang kini aktif disambut masyarakat terutama penggemar setianya.

"Kita coba kembangkan Podcast dan YouTube, dan saat ini sudah membentuk tim. Ini membuat kita terhubung dengan pendengar setia. Saat ini kita tertinggi secara traffic, bersaing dengan Trax FM," jelas dia.

Asrul juga menjelaskan, usia Momea 104,2 FM ke-28 tahun kini berbenah. Jika sebelumnya manajemen radio dikelola keluarga, maka saat ini lebih profesional. Dirinya mendapat kepercayaan untuk mengelola radio agar bisa bekerja lebih optimal.

"Kita bahkan bisa didengar melalui handphone lewat aplikasi Radio Box. Jadi radio kita bisa didengar oleh pengguna IOS maupun Android dari handphone. Tidak hanya berkendara, saat bekerja pun saat ini lebih praktis," ujar dia.

5. Pertahankan ciri khas radio kawula muda

Romantisme Era Radio; Menjadi Gaul, Cari Jodoh, dan Disrupsi DigitalUnsplash.com/Alexey Ruban

Momea FM tetap mempertahankan ciri khasnya sebagai radio kawula muda Palembang. Jika sebelum pandemik pihaknya rutin melakukan off air, maka saat ini pihaknya tetap menjaga hubungan dengan melakukan talk show mengundang pembicara.

Mereka yang dihadirkan rata-rata orang berpengaruh terhadap hobi anak muda seperti tokoh olahraga, otomotif, dan sosial. Perombakan Sumber Daya Manusia (SDM) pun dilakukan untuk menghadirkan penyiar-penyiar baru bertalenta.

"Ke depan saya pikir radio tetap akan eksis. Sebab para pekerja dan pelajar, akan keluar rumah dan masih mencari lagu. Pilihannya tetap radio. Eksistensi radio masih bertahan jika berkolaborasi dengan medsos," tutup dia.

Baca Juga: Gambo Khas Musi Banyuasin Dipakai Jihane Almira Ajang Miss Supranational 

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya