Puluhan Pekerja PT BPR Demo Tuntut Selisih Upah dan Lembur 

Para pekerja mengaku dipecat sepihak usai mendirikan serikat

Palembang, IDN Times - Puluhan pekerja PT Belitang Panen Raya (BPR) melakukan demonstrasi di kantor Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sumatra Selatan (Disnakertrans Sumsel), Senin (14/6/2021). Dalam aksi tersebut, para pekerja datang dari Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur demi menuntut hak mereka yang selama ini dilanggar oleh perusahaan.

Beberapa kali mediasi antara perusahaan dengan pekerja tidak berjalan mulus. Pasalnya, upaya mediasi oleh Disnaker hingga DPRD OKU Timur, sama sekali tidak membuahkan kesepakatan.

"Semua bentuk mediasi telah dilakukan tetapi mentah. BPR merasa tidak melanggar hak pekerja, padahal dari Disnakertrans sudah menyatakan bahwa ada pelanggaran yang dilakukan perusahaan," ungkap kuasa hukum para pekerja, Didi Epriadi, Senin (14/6/2021).

1. Pekerja dibayar lebih murah dari UMK

Puluhan Pekerja PT BPR Demo Tuntut Selisih Upah dan Lembur Para pekerja perusahaan pertanian di Sumsel berdemonstrasi di depan Dinaskertrans Sumsel (IDN Times/istimewa)

Dari 300 pegawai BPR, sekitar 100 pekerja terdampak PHK sejak tahun 2020 lalu. Dari sejumlah pekerja tersebut, sedikitnya 20 orang yang mengadu ke Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di bawah Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan (FSPPP) PT Belitang Panen Raya, hingga kasusnya diadvokasi dan berperkara di Polda Sumsel.

"Rata-rata pegawai yang di-PHK adalah mereka yang tergabung di SPSI. Mereka umumnya dikontrak bulanan dan harian, padahal mereka sudah bekerja sejak lima hingga tujuh tahun atau di atas satu tahun kerja sesuai UU," ungkap dia.

Menurut Didi, BPR melakukan PHK secara sepihak. Beberapa pekerja bahkan tidak mendapat surat pemberhentian secara lisan, hingga akhirnya mereka tidak boleh lagi bekerja. Hal ini sontak membuat pekerja melapor dan menuntut keadilan.

"Selama bekerja saja banyak hak yang dilanggar, mulai dari gaji di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK). Rata-rata mereka mendapat setengah UMK senilai Rp3.114.000 pada tahun 2020. Lalu, uang lembur bahkan dibayar lebih murah dibanding ketentuan UU," ujar dia.

Baca Juga: Sumsel Punya Tanggung Jawab Besar Sebagai Lumbung Pangan

2. Perjuangkan selisih gaji pekerja yang tidak dibayarkan

Puluhan Pekerja PT BPR Demo Tuntut Selisih Upah dan Lembur Para pekerja melakukan konferensi pers menuntut haknya (IDN Times/Rangga Erfizal)

Nasib pegawai perusahaan yang bergerak di bidang pertanian semakin miris di tengah kondisi Sumsel sebagai wilayah lumbung pangan nasional. Dari hasil mediasi dengan Disnakertrans Sumsel, perusahaan dianggap telah melanggar ketentuan aturan UU. Perusahaan diminta mempekerjakan kembali para karyawan yang dipecat tanpa melalui mekanisme tepat.

"Banyak PHK dilakukan tanpa aturan dan tanpa pesangon, sudah ada anjuran dari Disnaker Sumsel agar karyawan ini dikembalikan bekerja, tak jarang pekerja yang dianggap tidak sesuai dengan visi perusahaan dimutasi ke daerah lain," ujar dia.

Menurutnya, kasus ini bahkan sudah sampai ke Pengadilan Hukum industrial (PHI), di mana dikeluarkan nota pertama yang mengharuskan perusahaan membayar selisih gaji sesuai UMK. Selisih tersebut bahkan dihitung per kelompok kerja mencapai Rp6 miliar.

"Saat ini kita tengah memperjuangkan selisih gaji dan lembur yang tidak dibayarkan. Bahkan Disnakertrans Sumsel mengeluarkan nota kedua, di mana perusahaan juga diminta membayar selisih. Karena tidak ada jawaban dari perusahaan, maka kasus ini dibawa ke Polda Sumsel untuk ditangani," ujar dia.

3. Hubungan perusahaan dan pekerja renggang setelah membentuk SPSI

Puluhan Pekerja PT BPR Demo Tuntut Selisih Upah dan Lembur Para pekerja perusahaan pertanian di Sumsel berdemonstrasi di depan Dinaskertrans Sumsel (IDN Times/istimewa)

Renggangnya hubungan pekerja dan perusahaan diakui Ketua SPSI FSPPP PT BPR, Cecep Wahyuni. Ia mengatakan, peristiwa itu terjadi sejak para pekerja perusahaan membentuk FSPPP di bawah SPSI awal tahun 2020.

Perusahaan beralasan tidak mengakui kegiatan para pekerja, lantaran mereka yang tergabung dalam serikat menuntut kenaikan upah dan meminta kejelasan status kontrak yang berjalan bertahun-tahun.

"Akibatnya, perusahaan berusaha menghalang-halangi karyawan dengan meminta mereka mundur dari Serikat Buruh. Jika tidak, para buruh akan dipaksa untuk mundur dan di-PHK," jelas dia.

4. Menjadi serabutan usai di-PHK

Puluhan Pekerja PT BPR Demo Tuntut Selisih Upah dan Lembur Para pekerja perusahaan pertanian di Sumsel berdemonstrasi di depan Dinaskertrans Sumsel (IDN Times/istimewa)

Sementara itu, seorang pekerja yang melakukan aksi demontrasi bernama Sahir Cahyono (28) mengatakan, dirinya bekerja di perusahaan BPR sejak Agustus 2014 lalu. Kala itu, status kerjanya hanya sebagai pekerja kontrak bulanan. Namun sejak menjadi Wakil Ketua SPSI PT BPR, Sahir justru diberhentikan secara sepihak pasca meminta kejelasan gaji dan status kerja.

Perusahaan beralasan dirinya bersama sembilan orang yang lain di Divisi Pengeringan Padi telah melakukan kesalahan. Hasilnya, mereka dianggap merusak padi yang menimbulkan perusahaan merugi puluhan miliaran rupiah.

"Saya diminta mengundurkan diri. Jika tidak maka kasus kerugian ini akan dibawa ke ranah hukum. Karena saya dan teman-teman merasa kami tidak salah dan bekerja atas perintah atasan, maka kami bertahan," ujar dia.

Sahir menjelaskan, dirinya bersama rekan-rekan di-PHK secara sepihak. Sejak pertengahan tahun 2020, dirinya sudah tidak boleh masuk bekerja.

"Sejak saat itu saya akhirnya bekerja serabutan. Ada pekerjaan, saya kerjakan untuk menghidupi keluarga. Saya mau ada keadilan," ujar dia.

5. Disnakertrans Sumsel serahkan kasus ini ke Polda Sumsel

Puluhan Pekerja PT BPR Demo Tuntut Selisih Upah dan Lembur Pixabay/41330

Kepala Disnakertrans Sumsel, Koimudin saat dikonfirmasi membenarkan perkara yang terjadi antara perusahaan BPR dengan pekerjanya. Menurut Koimudin, pihaknya sudah berusaha menjadi penengah perkara tersebut. Namun dari hasil mediasi yang dilakukan justru tidak mendapat kata sepakat.

"Proses mediasi sudah dilakukan tetapi tidak ketemu kesepamahaman di antara keduanya. Nota satu dan dua sudah dilayangkan dan tidak diindahkan, maka tahap berikutnya sesuai aturan 14 hari nota terakhir diberikan maka kasus ini diserahkan ke Polda Sumsel," ujar Koimudin.

Menurutnya lagi, kasus ini sudah masuk ke dalam ranah pidana di mana ada indikasi terhadap pelanggaran hak pekerja. Pihaknya sudah tidak berhak memutuskan, tinggal penyidik yang akan menilai bagaimana kasus ini akan diselesaikan.

"Kita serahkan kasus ini ke Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Polda Sumsel. Nantinya jika ada pelanggaran dan mengarah ke tindak pidana, maka yang bertanggung jawab adalah perusahaan," ujar dia.

6. Perusahaan bantah telah langgar hak pekerja

Puluhan Pekerja PT BPR Demo Tuntut Selisih Upah dan Lembur Kuasa Hukum Johan Anuar, Titis Rachmawati (IDN Times/Rangga Erfizal)

Sementara itu Penasihat Hukum PT BPN, Titis Rachmawati, tidak menampik ada permasalahan antara pekerja dengan perusahaan. Menyikapi demonstrasi yang terjadi hari ini, pihaknya menyatakan semua tuntutan kepada perusahaan tidak berdasar.

"Apa yang dituntutkan ke perusahaan sangat tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta yang ada. Sejauh ini, perusahaan telah melalukan sesuai aturan yang berlaku termasuk soal hak dalam pengupahan buruh tersebut," jelas dia.

Sedangkan tentang indikasi pelanggaran hak pendirian serikat pekerja di dalam perusahaan pun menurut Titis tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, perusahaan selalu terbuka dengan serikat.

"Soal larangan terhadap hak-hak buruh, tidak pernah perusahaan menghalangi mereka melakukan hal tersebut," tutup dia.

Baca Juga: 390 Ribu Warga Sumsel Kena PHK Akibat COVID-19

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya