Lonjakan Rabies di Sumsel: 6 Warga Meninggal selama 2024
Intinya Sih...
- Kasus rabies di Sumatera Selatan meningkat signifikan sepanjang Januari hingga Mei 2024
- DKPP mencatat 607 kasus gigitan HPR semester pertama 2024, melonjak dari tahun-tahun sebelumnya
- Kasus kematian tertinggi terjadi di Empat Lawang dan Muara Enim, dengan populasi HPR mencapai 194.220 ekor
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times – Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Sumatera Selatan melaporkan adanya peningkatan signifikan dalam jumlah kasus rabies di wilayah tersebut. Sepanjang Januari hingga Mei 2024, enam warga dinyatakan meninggal akibat gigitan hewan penular rabies (HPR). Kepala DKPP Sumsel, Ruzuan Effendi, menjelaskan bahwa kasus rabies di Sumsel melonjak drastis dalam empat tahun terakhir.
"Tahun 2020 dan 2022 tidak ada kasus kematian. Namun, pada 2021, ada dua orang yang meninggal dunia, dan pada 2023 jumlahnya meningkat menjadi empat orang. Sementara hingga Mei 2024, sudah ada enam warga yang meninggal dunia akibat rabies," ungkap Ruzuan, Kamis (12/9/2024).
1. Masyarakat banyak tak sadar hewannya menyebarkan rabies
Sepanjang semester pertama 2024, DKPP mencatat 607 kasus gigitan HPR. Angka ini melonjak tajam jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020, tercatat 181 kasus, 2021 sebanyak 176 kasus, 2022 dengan 441 kasus, dan pada 2023 kasus rabies mencapai 775 kasus.
"Fluktuasi kasus rabies ini disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang memelihara hewan tanpa memperhatikan pentingnya vaksinasi. Hewan peliharaan yang tidak divaksinasi dapat menjadi sumber penularan rabies," jelasnya.
2. Lahat mendominasi kasus rabies
Kasus kematian tertinggi akibat rabies terjadi di wilayah Empat Lawang dan Muara Enim, dengan masing-masing dua korban jiwa. Sementara, daerah Lahat dan Ogan Komering Ilir (OKI) masing-masing mencatat satu kematian.
Ruzuan juga menyebutkan bahwa populasi Hewan Penular Rabies (HPR) di Sumsel mencapai 194.220 ekor, yang terdiri dari anjing, kucing, dan monyet. Daerah dengan populasi HPR tertinggi adalah Lahat dengan lebih dari 30 ribu ekor, disusul oleh OKU Selatan dan Banyuasin dengan masing-masing sekitar 20 ribu ekor.
"Jumlah HPR ini menjadi salah satu faktor penyebaran rabies, terutama di daerah-daerah dengan populasi hewan yang tinggi," tambah Ruzuan.
3. PDHI lakukan upaya sterilisasi untuk tekan populasi anjing liar
etua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Jafrizal, menjelaskan bahwa pihaknya kini tengah melakukan upaya sterilisasi terhadap anjing liar atau anjing kampung untuk mengendalikan populasinya dan mencegah penyebaran rabies.
"Sterilisasi satu ekor anjing kampung betina dapat menekan pertumbuhan populasi hingga 10 ekor per tahun. Jika kita bisa mensterilisasi 100 ekor anjing, kita dapat mencegah populasi 1.000 ekor anjing pada tahun berikutnya," ujar Jafrizal.
Selain sterilisasi, upaya vaksinasi hewan peliharaan dan edukasi kepada pemilik hewan terus digalakkan untuk mengurangi risiko penyebaran rabies. Masyarakat juga diimbau untuk tetap waspada terhadap ancaman penularan virus dari hewan ke manusia.
"Menurut data WHO, setiap tahun sekitar satu miliar kasus penyakit dan jutaan kematian terjadi akibat zoonosis, yaitu penyakit yang menular dari hewan ke manusia. Oleh karena itu, upaya bersama sangat penting untuk mencegah penularan penyakit ini," tutup Jafrizal.
4. Data sebaran kasus rabies di Sumsel
Berikut rincian sebaran HPR di Sumsel:
- Lahat: 30.778 hewan
- OKU Selatan: 24.810 hewan
- Banyuasin: 22.125 hewan
- OKI: 19.969 hewan
- OKU Timur: 19.382 hewan
- Ogan Ilir: 15.144 hewan
- Muba: 14.255 hewan
- Muara Enim: 13.927 hewan
- Pagar Alam: 11.078 hewan
- Mura: 6.617 hewan
- OKU: 5.965 hewa
- Lubuk Linggau: 4.493 hewan
- Prabumulih: 2.235 hewan
- PALI: 1.686 hewan
- Empat Lawang: 1.304 hewan
- Palembang: 336 hewan
- Muratara: 116 hewan