Koleksi Museum Balaputera Dewa dari, Zaman Megalit Hingga Modern

Ada 10 jenis koleksi di Museum Balaputera Dewa

Palembang, IDN Times - Jejak masyarakat prasejarah di Sumatra Selatan hingga perang kemerdekaan Republik Indonesia terekam pada peninggalan artefak ataupun benda sejarah lainnya di Museum Balaputera Dewa Palembang.

Tercatat ada 7.000 item koleksi yang tersimpan di museum yang terletak di Jalan Srijaya 1 nomor 288 KM 5,5 Kota Palembang itu. Macam-macam peninggalan yang ada, seperti arca pada masa prasejarah atau dikenal dengan peninggalan megalit, prasasti dari peninggalan peradaban kerajaan Sriwijaya, hingga kitab-kitab kuno, tersimpan rapi dan dipamerkan di museum tersebut.

"Balaputera Dewa adalah nama raja Kerajaan Sriwijaya yang membuat kerajaan mencapai masa kejayaannya. Jadi ini museum provinsi yang mengoleksi berbagai macam peninggalan benda bersejarah di bumi Sriwijaya," kata Tamzi, Guide Museum Balaputera Dewa yang ditemui IDN Times, Sabtu, (15/8/2020).

1. Macam-macam jenis koleksi museum Balaputera Dewa

Koleksi Museum Balaputera Dewa dari, Zaman Megalit Hingga ModernPeta sebaran wilayah purbakala Sumatra Selatan (IDN Times/Rangga Erfizal)

Menurut Tamzi, berbagai benda bersejarah itu dikumpulkan sejak masa Belanda. Sejumlah profesor asal negeri kincir angin itu banyak yang menjelajah wilayah pedalaman Sumsel dan meneliti peninggalan bersejarah tersebut. Penelitian itu lalu dilanjutkan oleh ahli sejarah Indonesia. 

Museum ini sendiri menyimpan 10 jenis koleksi benda sejarah mulai dari Geologika, Biologika, Etnografika, Arkeologika, Historika, Numismatika, Filologika, Keramologika, Seni Rupa dan Teknologi Modern.

"Di dalam museum kita menyimpan 10 jenis benda bersejarah. Ada yang dipamerkan di gedung ada yang khusus di tempat koleksi, tidak semua di pajang," jelas dia.

Pengunjung yang datang ke museum tersebut akan disambut dengan ukiran kayu pahatan khas Kota Palembang yang dipenuhi ornamen bunga matahari yang memiliki arti kehidupan dan melati yang artinya kesucian. Ornamen khas Palembang ini juga banyak ditemukan di kain songket Palembang.

Di balik pahatan ornamen tersebut berbagai peninggalan pra-Sriwijaya dipajang di atas taman megalit. Ukiran pahatan arca yang menggambarkan hubungan dua alam, manusia dan leluhurnya terukir dalam pahatan batu-batu besar. Salah satu pahatan batu menggambarkan tentang seorang ibu yang menggendong anaknya sambil berjongkok, dianggap sebagai bentuk kesuburan pada masa itu.

Benda-benda peninggalan megalit ini, kata Tamzi, banyak ditemukan di kawasan Lahat, Pagaralam. "Pertama kali ditemukan oleh profesor asal Belanda pada tahun 1929. Bahkan Ratu Beatrix pernah secara khusus datang untuk melihat koleksi megalit ini tahun 1995 lalu," kata dia. 

2. Penemuan arca dan benda sejarah peninggalan Sriwijaya di Pulau Sumatra

Koleksi Museum Balaputera Dewa dari, Zaman Megalit Hingga ModernKoleksi museum Balaputera Dewa (IDN Times/Rangga Erfizal)

Bergeser ke masa pengaruh Kerajaan Sriwijaya, pengunjung museum akan disuguhkan dengan berbagai bukti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang tersebar di berbagai wilayah Sumsel, Babel, Jambi hingga ke Sumatra bagian utara.

Di dalamnya masyarakat dapat melihat bagaimana pengaruh ajaran Budha dan Hindu di Pulau Sumatra.

Pihak museum mencatat ada 116 arca, stupika, tablet arca dan sisa-sisa candi menjadi koleksi museum seluas 2,4 hektare itu. Masing-masing peninggalan Sriwijaya tersebut berasal dari abad ke 8 dan 9 masehi, saat Sriwijaya berkembang pesat dan mencapai masa puncak kejayaannya.

"Prasasti-prasasti tersebut antara lain, prasasti Kedukan Bukit, Telaga Batu, Kota Kapur, Talang Tuo, Boom Baru, Kambang Unglen I, Kambang Unglen II, dan Prasasti Siddhayatra. Selain itu arca Buddha, arca Hindu, dan Fragmen," jelas Tamzi.

3. Melihat Rumah Limas dalam pecahan Rp10.000 lama

Koleksi Museum Balaputera Dewa dari, Zaman Megalit Hingga ModernRumah Limas koleksi museum Balaputera Dewa sempat terekam dalam pecahan uang (IDN Times/Rangga Erfizal)

Tamzi mengungkap, ada satu yang mencolok dari museum ini yakni, rumah limas yang terdapat di sisi belakang museum. Rumah adat Sumsel tersebut merupakan rumah panggung yang dibangun dengan cara bongkar pasang, menggunakan kayu ulin dan tembesu.

Kayu tersebut banyak digunakan menjadi bahan material pembuatan rumah di masa lalu karena dianggap kuat dan dapat bertahan lama sesuai iklim di Sumsel. Selain untuk rumah, dulu kayu ulin dan tembesu kerap dijadikan bantalan rel kereta api.

"Yang membuatnya unik, rumah limas itu pernah tercetak dalam uang Rp10.000 edisi lama," jelas dia.

Rumah limas itu sendiri baru dipindahkan ke Museum Balaputera Dewa pada tahun 1985. Rumah itu juga sempat berpindah-pindah kepemilikan.

"Bentuk dari rumah limas itu sendiri saat ini masih original. Hanya saja berbagai perbaikan dilakukan, ada beberapa bagian rumah limas yang diganti seperti lantai, ukiran dinding, atap belah bulu (Bambu). Atapnya ini tidak di produksi lagi sehingga menyesuaikan dengan genteng baru," ujar dia.

4. Rumah Limas memiliki tingkatan fungsi pada masanya

Koleksi Museum Balaputera Dewa dari, Zaman Megalit Hingga ModernIsi dalam rumah limas (IDN Times/Rangga Erfizal)

Rumah Limas sendiri pada masa lalu merupakan rumah bagi saudagar dan orang-orang terhormat. Rumah itu sendiri memiliki berbagai tingkatan yang memiliki makna di masing-masing ruangnya. Semakin tinggi tingkatan semakin tinggi pula kedudukan dan fungsinya.

Ruang pertama adalah Pagar Tenggalong, istilahnya beranda tempat bersantai. Setiap ada hajatan zaman dulu, Pagar Tenggalong kerap dijadikan tempat ruang tunggu tamu.

Lalu Ruang Jogan yang digunakan untuk para penjaga rumah limas atau tempat para penjaga. Berikutnya ada Ruang Gegajah, biasanya ruangan ini digunakan untuk tamu kebesaran atau orang-orang penting yang bertamu ke rumah limas.

Di tingkat selanjutnya biasa disebut ruang kerja yang dahulunya tempat anak gadis belajar merajut, masak dan belajar setiap kegiatan. Ruang terakhir yakni, Sesimbur atau tempat mandi pengantin.

"Rumah limas ini sendiri usianya sudah hampir dua abad. Sekarang jadi koleksi museum," kata Tamzi.

Para pengunjung dapat menikmati semua suguhan benda-benda bersejarah yang ada cukup dengan membayar Rp2.000 bagi orang dewasa, dan Rp1.000 anak-anak. Dalam berkeliling museum pengunjung akan ditemani pemandu atau guide yang akan menjelaskan detail mengenai benda-benda bersejarah yang ada.

Kamu tertarik? Tunggu apa lagi, yuk ke museum!

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya