Angka Kematian Tinggi di Sumsel, IDI Minta Pilkada Ditunda
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Palembang, IDN Times - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumsel mengungkap, kasus kematian akibat COVID-19 di provinsi tersebut masih di atas angka rata-rata nasional, yakni 5,7 persen. Untuk itu, IDI menyarankan agar Pilkada Serentak 2020 ditunda saja.
Hingga saat ini, kasus sebaran pasien positif pun diyakini masih terus terjadi. "Jika (pilkada) dipaksakan, yang kewalahan tentunya tenaga kesehatan. Orang yang sakit ini pasti ke rumah sakit atau klinik untuk pengobatan," ungkap Ketua IDI Sumsel, dr Rizal Sanif SpOG, Sabtu (3/10/2020).
Baca Juga: Kasus Klaster Keluarga dan Kantor di 2 Wilayah Sumsel Melonjak
1. IDI khawatir, semakin banyak orang yang positif COVID-19
Jika pemerintah tetap menyelenggarakan pilkada, IDI khawatir semakin banyak orang yang terpapar virus corona tipe baru itu, COVID-19. Salah satu alasannya, pilkada rawan pengumpulan massa dalam pelaksanaannya.
"Jika masih dipaksakan, tentunya akan berdampak terhadap angka penularan yang lebih tinggi lagi," jelas Rizal.
2. Wilayah yang melaksanakan pilkada tidak memiliki faskes yang baik
Di Sumsel, ada tujuh wilayah yang melakukan pilkada serentak. Dari ketujuh wilayah hingga saat ini belum ada yang berstatus zona hijau. Hal itu menandakan masih ada sebaran kasus positif terjadi setiap harinya.
IDI menggarisbawahi, untuk wilayah yang melaksanakan pilkada sejauh ini belum memiliki fasilitas kesehatan (faskes) yang memadai. Mulai dari tenaga spesialis hingga peralatannya.
"Jika ada peningkatan kasus, bagaimana penanganannya. Kalau rumah sakit saja fasilitasnya kurang lengkap. Ini juga yang harus dipikirkan," ungkap Rizal.
Sedangkan untuk proses testing sendiri, Sumsel dianggap belum maksimal karena masih di bawah standar testing 1:1.000 warga.
"Bagaimana kita mau menelusuri orang yang positif kalau testing kita rendah. Ujungnya, pasien yang dibawa ke RS kondisinya sudah berat dan sulit ditangani. Dampaknya angka kematian bisa meningkat," beber dia.
3. Wilayah yang melaksanakan pilkada masih sedikit kirimkan sampel
Sementara itu, Pakar Epidemiologi Universitas Sriwijaya (Unsri) Iche Andriany Liberty membenarkan bahwa testing yang dilakukan di Sumsel masih jauh dari harapan. Daerah-daerah yang menghadapi pilkada--seperti OKU Selatan, OKU Timur hingga Musi Rawas--juga dianggap wilayah paling rendah mengirimkan sampel.
"Padahal ini lagi mewabah atau pandemik, orang ini bergerak sehingga virus akan mudah menyebar. Ketika tidak ditemukan ada kasus kita khawatir apakah, memang tidak ada kasus atau testing rendah," kata Iche.
4. Positivity rate Sumsel masih tinggi
Iche juga menilai, untuk pelaksanaan pilkada seharusnya boleh dilakukan jika positivity rate Sumsel sudah di bawah angka lima persen. Kondisi ini justru ditakutkan akan menimbulkan sebaran kasus positif baru. Hingga tanggal 21 September lalu positivity rate Sumsel masih di angka 27,15 persen.
"Jika testing-nya rendah kita tidak tahu positif ratenya. Di luar negeri positif ratenya sudah turun, baru melakukan pesta demokrasi. Untuk itu perlu ketegasan untuk paslon yang mengumpulkan massa diberi sanksi," jelasnya.
Baca Juga: Sumsel Perpanjang Pemutihan Pajak Kendaraan Hingga 31 Oktober 2020