Akademisi: PPKM Mikro di Sumsel Perlu Good Will Pemerintah

Sanksi untuk kepala daerah yang tidak serius hadapi pandemik

Palembang, IDN Times - Tren kasus positif di wilayah Sumatra Selatan (Sumsel) terus mengalami peningkatan. Mobilitas masyarakat yang tinggi sebelum dan sesudah hari raya Idul Fitri dianggap menjadi salah satu penyebabnya.

Padahal selama ini, sudah ada aturan mengenai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). PPKM dianggap tidak efektif berjalan di masyarakat, lantaran tidak ada implementasi program yang nyata dari pemerintah daerah.

"PPKM yang berjalan di kabupaten/kota tidak konsisten. Terlebih aturan yang harusnya berlaku di tingkat kelurahan justru tidak ada gaungnya. Sekarang bagaimana kita lihat RT dan RW di lingkungan kita saja, tidak ada kebijakan yang dibuat, minimal mengatur mobilitas masyarakat dari bawah," ungkap Pengamat Kebijakan Publik dan Politik Sumsel, Bagindo Togar, kepada IDN Times, Sabtu (29/5/2021).

1. Kurang upaya dari kebijakan pemerintah

Akademisi: PPKM Mikro di Sumsel Perlu Good Will PemerintahIlustrasi PPKM mikro (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Menurut Bagindo, kurangnya efektifitas kebijakan penanggulangan COVID-19 terjadi lantaran, pemerintah dari tingkat provinsi, kota, kabupaten, hingga tingkat kelurahan tidak terbuka dan cenderung kurang antisipatif. Segala kebijakan yang diambil oleh pemda tidak memiliki implementasi yang baik untuk menangani pandemik.

"Selama ini hanya digaungkan prokes seperti menggunakan masker, tetapi untuk kerumunan masih saja dibiarkan terjadi. Jangan hanya mengandalkan polisi dan Satpol PP untuk mengatur, ajaklah pemerintahan ke bawah untuk mengeluarkan kebijakan yang nyata," ujar dia.

Baca Juga: PPKM Mikro di Sumsel Diperpanjang, Gubernur Masih Terapkan Aturan Lama

2. Pemerintah harus memiliki good will dan political will

Akademisi: PPKM Mikro di Sumsel Perlu Good Will PemerintahWisma atlet Jakabaring Palembang. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Bagindo mencontohkan, pemda harus lebih aktif memberikan sosialisasi, masukan, dan pengertian kepada warga. Salah satu langkahnya, pemerintah bisa menciptakan aplikasi yang bisa digunakan untuk memantau warganya. PPKM dianggap bisa berjalan dengan baik kalau ada niat dari pemda.

"Semua akan teratur, jika pemerintah memiliki good will (itikad baik) dan political Will (kemauan politik). Sejauh ini kita hanya melihat bahwa pemerintah yang ada kurang dalam hal transparansi dalam penanganan COVID-19, sejauh ini tidak ada program yang bisa diandalkan dari Pemkot dan Provinsi," jelas dia.

Sudah hampir tiga pekan Palembang berstatus zona merah. Jika sesuai prediksi epidemiologi mengenai lonjakan kasus pasca lebaran, ditakutkan Palembang khususnya Sumsel tidak akan sanggup menghadapi ledakan kasus.

"Kita tidak ada instrumen yang dapat diandalkan memantau mobilitas masyarakat yang tinggi. Prokes cuma segitu saja, fasilitas kesehatan (Faskes), tenaga medis (nakes) tidak maksimal. Kalau ada gelombang kedua kita tidak siap dan akan kelabakan," jelas dia.

3. Mendagri harus berikan sanksi pemda yang tidak serius hadapi pandemik

Akademisi: PPKM Mikro di Sumsel Perlu Good Will PemerintahMendagri Tito Karnavian (IDN Times/Rangga Erfizal)

Arah kebijakan penanggulangan pandemik COVID-19 yang kerap tidak konsisten dianggap sering diperlihatkan oleh pemda. Perlu langkah dan upaya dari Satgas COVID-19 nasional dan Menteri Dalam Negeri untuk memonitor kebijakan yang diambil kepala daerah.

"Jangan hanya pemerintah memberi sanksi ke masyarakat. Mendagri juga harus memberi sanksi kepada pemda yang tidak serius menghadapi pandemik. Sanksi bisa permanen jangan hanya hit and run saja," jelas dia.

4. Epidemiolog sarankan pemda hadapi lonjakan kasus dengan cepat

Akademisi: PPKM Mikro di Sumsel Perlu Good Will PemerintahPetugas wisma atlet Jakabaring Palembang. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Epidemiologi Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty mengatakan, lonjakan kasus akan terus terjadi pasca lebaran hingga tiga pekan mendatang. Dari data kasus COVID-19 di Bumi Sriwijaya tercatat angka positivity rate mengalami lonjakan, dari sebelum lebaran pada 2 Mei 2021 mencapai 31,17 persen meningkat setelah tanggal 23 Mei menjadi 31,79 persen.

Sedangkan untuk kasus kematian pihaknya mencatat terus mengalami lonjakan mencapai 5,07 persen, naik dari sebelumnya 4,94 persen. Lalu untuk kasus kesembuhan di Sumsel mengalami peningkatan mencapai 90,08 persen pada 23 Mei, dibanding sebelumnya 88,14 persen pada 11 Mei 2021.

"Ada tren baru di Sumsel, kasus yang suspect atau bergejala mengalami peningkatan dibanding orang tanpa gejala (OTG). Mereka yang positif dan bergejala bahkan menyentuh angka 69,36 persen," ungkap dia.

Peningkatan kasus COVID-19 tersebut terjadi tak lepas dari mobilitas masyarakat yang tinggi. Tingginya kasus sebaran virus di Palembang dianggap baik jika dapat ditanggulangi dengan serius oleh semua pihak.

Menurut Iche, pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten dan kota harus segera mengantisipasi kemungkinan lonjakan kasus. Proses tracing, testing dan treatmen harus segara dilakukan guna antisipasi hal yang tidak diinginkan.

"Kontak erat yang positif harus segera diawasi, tracing harus dimasifkan agar kasus COVID-19 bisa ditekan. Bahaya itu jika ada kasus yang tidak terlaporkan," kata dia.

Baca Juga: Sumsel 3 Kali PPKM Mikro, Epidemiolog Sebut Tidak Efektif

Topik:

  • Martin Tobing

Berita Terkini Lainnya