Ternyata, Sebagian Riset di Indonesia Hanya untuk Mendapatkan Honor

Masih banyak lintas ilmu di Indonesia yang belum sejalan

Palembang, IDN Times -Guru Besar Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Gajah Mada, Prof Ir Achmad Djunaedi MURP PhD mengatakan, dalam penelitian ada beberapa tipe latar belakang dan tujuan untuk dilakukan.

"Seperti untuk pengembangan ilmu dan peningkatan jabatan. Tetapi di Indonesia sendiri, mayoritas riset dibutuhkan dalam tujuan kenaikan jabatan. Sementara di luar negeri lebih dilakukan untuk perbaruan pengetahuan karena kesukaan atau hobi," katanya, pada acara Applicable Innovation of Engineering and Science Research (AVoER) ke 11 di Aryaduta Hotel Palembang, Rabu (23/10). 

1. Tujuan riset di Indonesia lebih untuk mendapatkan honor

Ternyata, Sebagian Riset di Indonesia Hanya untuk Mendapatkan HonorIDN Times/Feny Maulia Agustin

Djunaedi melanjutkan, kalau di negara lain riset ditunjukkan untuk inovasi kehidupan, tetapi di Indonesia justru sebaliknya, yakni tujuan riset untuk alasan mendapatkan honor.

"Memang yang melakukan riset ini membutuhkan dana cukup besar. Karena peneliti tidak mendapatkan honor, tidak secara keseluruhan tujuannya mendapatkan honor. Ada yang memang dilakukan untuk mengembangkan ilmu perbaruan teknologi, tergantung latar belakang kebutuhan tim," ujar dia.

2. Antar lintas ilmu masih belum sejalan dalam mengembangkan inovasi sains dan teknologi

Ternyata, Sebagian Riset di Indonesia Hanya untuk Mendapatkan HonorIDN Times/Feny Maulia Agustin

Sebenarnya, ungkap Djunaedi, peluang penelitian di Indonesia ini cukup tinggi, hanya saja permasalahannya ada pada tim peneliti. Karena antar lintas ilmu masih banyak yang belum sejalan. Contoh, penelitian lintas ilmu seperti smart city.

"Ini bukan saja di bidang teknologi, tetapi dapat juga dimanfaatkan dalam UKM bisnis dan sosial. Kerja sama antar bidang ilmu masih kurang, di negara lain pengembang ilmu sudah bersatu. Kesulitannya ada kebiasaan antar fakultas yang sendiri-sendiri dan tetap tidak ada inisiatif," ungkap dia.

3. Potensi riset di setiap wilayah tidak dapat disamaratakan

Ternyata, Sebagian Riset di Indonesia Hanya untuk Mendapatkan HonorIDN Times/Feny Maulia Agustin

Djunaedi menjelaskan, bahwa pembaruan ilmu melalui riset dan teknologi dapat menghasilkan alat bermanfaat. Seperti, ada dari hasil riset yang melahirkan teknologi bambu yang sudah memiliki hak paten dan diakui dunia.

"Teknologi hak paten itu, misal di fakultas saya di arsitektur tentang teknologi bambu, kemudian ada pengolahan data dari teknologi yang hampir digunakan di negara maju. Secara hukum, SDM di Indonesia tidak kalah. Tetapi regulasi belum berpihak masih linieritas," kata dia.

Hal yang terpenting, sambungnya, potensi riset di setiap wilayah tidak dapat disamaratakan. Karena setiap daerah memiliki peluang berbeda.

"Seperti di Jawa dan Sumatera ada yang tinggi di pertanian, ada yang lebih ke sains atau teknologi itu ada porsi masing-masing," sambung dia.

Baca Juga: Menkeu Akui Anggaran Dana Riset RI Paling Kecil di Asia Tenggara

4. Peserta AVoER sempat hanya diikuti 50 orang

Ternyata, Sebagian Riset di Indonesia Hanya untuk Mendapatkan HonorIDN Times/Feny Maulia Agustin

Sementara, Ketua Panitia AVoER 11, Herlina menambahkan, saat pertama kali kegiatan ini diselenggarakan hanya ada 50 tim dan sekarang sudah banyak antusias peminatnya.

"Tahun pertama hanya 50, tahun ini tahun kesebelas ada 274 dari 205 bidang penelitian seminar sains, teknologi farmasi, lingkungan dan sosial sudah di publis di jurnal. Paper penelitian tersebut membahas inovasi yang kemudian diaplikasikan jadi pengabdian. Untuk Unsri yang ikut serta ada sekitar 160 tim," tandas dia.

Topik:

  • Sidratul Muntaha

Berita Terkini Lainnya