Pengusaha Tempe di Palembang: Penurunan Produksi Terparah Sejak 1990

Biasanya mampu produksi 300 kilogram per hari

Palembang, IDN Times - Pandemik COVID-19 memengaruhi banyak sektor terutama industri usaha. Terbaru, pengusaha tempe di Palembang mengalami penurunan produksi akibat perekonomian yang tidak stabil.

Menurut Sasmuni, pemilik pabrik tempe di Jalan Macan Lindungan RT 02 RW 05 Kawasan Bukit Baru Komplek KOPTI, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, produksi tempe dari pabriknya selama COVID-19 merosot hingga 30 persen.

"Pengaruh masyarakat juga sudah mengurangi belanja ke pasar langsung. Sepi pembeli terasa sekali," ujar dia, Senin (22/6).

1. Produksi paling merosot sejak 1990

Pengusaha Tempe di Palembang: Penurunan Produksi Terparah Sejak 1990Pengusaha tempe di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Menurut Sasmuni, pabriknya bisa memproduksi tempe hingga 300 kilogram dalam sehari. Namun sejak adanya COVID-19, paling banyak produksi sekitar 200 kilogram saja. Belum lagi, harga kedelai yang ikut turun dari Rp8.000 per kilogram kini menjadi Rp7.300.

"Kalau boleh jujur, saya cukup kesulitan memasarkan tempe sekarang. Kalau dulu, awalnya saya coba produksi tempe hanya 20 kilogram dan Alhamdulillah perlahan berkembang. Tapi sejak saya mulai usaha tahun 1990, masa saat ini paling menurun," kata pria berusia 53 tahun ini.

Baca Juga: Banyak UMKM di Palembang Merugi, Pemkot Beri Bantuan Modal dan Kredit

2. Pembuatan tempe membutuhkan waktu 24 jam

Pengusaha Tempe di Palembang: Penurunan Produksi Terparah Sejak 1990Pengusaha tempe di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sasmuni mengungkapkan, ia memiliki pabrik tempe bermula dari hanya menjadi pengrajin di gudang penyimpanan kedelai. Lambat laun, ia mempelajari bagaimana pembuatan tempe dengan cara fermentasi kedelai.

"Cara membuatnya mudah, kedelai direndam sekitar 1 jam kemudian dimasak 2 jam dan difermentasi selama 24 jam," ungkap dia.

Baca Juga: Bikin Masker Pengantin, Peluang Bisnis Baru UMKM di Palembang

3. Pemasaran produk tempe disebar ke pasar-pasar tradisional Palembang

Pengusaha Tempe di Palembang: Penurunan Produksi Terparah Sejak 1990Pengusaha tempe di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Tempe yang telah jadi, selanjutnya disebar dan dijual ke beberapa pasar tradisional Palembang. Mulai pukul 04.00 WIB, tempe diantar ke Pasar 10 Ulu, Jakabaring, KM 12 dan pasar lainnya. Tempe dijual seharga Rp3.000 sampai Rp5.000 per keping, dengan kemasan daun pisang atau plastik.

"Kita jualan tempe ini sudah ada pembelinya, tapi kalau pembelinya kurang, maka produksinya juga kurang," tambahnya.

4. Pemkot Palembang beri program bantuan pinjaman modal kepada pengusaha tempe

Pengusaha Tempe di Palembang: Penurunan Produksi Terparah Sejak 1990Pengusaha tempe di Palembang (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Melihat kondisi Sasmuni, Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang terdorong memberikan modal jualan kepada para pengusaha agar terus semangat mengembangkan industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Apalagi Pemkot sedang memfokuskan program bantuan penyaluran pinjaman modal tanpa bunga.

Wakil Wali Kota (Wawako) Palembang, Fitrianti Agustinda atau Finda mengatakan, pinjaman modal tanpa agunan tersebut disalurkan mulai Rp3 juta per UMKM dengan total pemberian distribusi kepada 4.000 pelaku usaha.

"Orang yang punya usaha dengan usia kurang dari 60 tahun bisa pinjam, prosesnya akan dilakukan oleh BPR Palembang dengan tenor selama satu tahun, dan tidak punya pinjaman di bank yang belum terbayar atau blacklist. Kalau bisa meminjam lebih dari itu, bank bisa membantu dengan bunga KUR sekitar 6 persen," tandas dia.

Baca Juga: Gandeng UMKM, Tren Belanja Online di Bukalapak Tumbuh 20 Persen 

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya